Yang Sicheng indra keesokan paginya adalah aroma shiromiso. Terdengar suara Nyonya Liu berkelontangan di dapur, tertawa-tawa pelan menanggapi lelucon yang dilontarkan seseorang. Sicheng masih mengantuk untuk bisa memastikan suara siapa itu; suami Nyonya Liu atau Yuta. Setelah melipat rapi futon, ia beranjak mengikuti aroma tersebut dan sampai di dapur. Di sana, ia melihat Nyonya Liu sedang bersantap pagi dengan wajah sumringah, kelihatan sekali sudah lama ia tidak makan enak. Berdiri di depan panci sup adalah Yuta, masih memakai kaos oblong putih namun kelihatan baru selesai mandi, rambut basahnya disisir ke belakang. Sicheng menjatuhkan rahang, tidak tahu harus berkata apa.
"Kau bangun kesiangan, Prajurit," ujarnya sambil menepuk spasi kosong di sebelah Tuan Liu. Sicheng duduk di sana, memandangi makanan yang tadi sudah ia tebak dari aromanya. Shiromiso, jenis miso yang umum dimakan prajurit Jepang, lengkap dengan mi putih dan potongan tahu.
"Aku tidak tahu apa-apa, tahu-tahu dia keluar dan kembali membawa bahan masakan. Sungguh pelanggan yang membawa keberuntungan!" Nyonya Liu menyendok lagi, mulutnya belepotan kuah miso.
Hampir saja Sicheng mengucapkan 'Yuta' , tapi dia ingat Yuta adalah Sicheng sekarang. "Sicheng, apakah kau yang memasak miso ini?"
Yuta tertawa sembari menundukkan kepala, "benar, aku ditempatkan di dapur sewaktu masa pelatihan prajurit."
Sicheng merasakan tenggorokannya kering, rasa lapar mendorongnya ikut menggeramus kudapan itu. Setelah sekian lama mengonsumsi makanan yang tidak jelas asal-usulnya—basi, apak, dan berjamur—akhirnya Sicheng bisa merasakan makanan manusia. Miso itu seenak aromanya, tahu putih yang direbus dengan kematangan yang pas membuat Sicheng ingin menyendok lagi dan lagi. Ia jatuh cinta pada rasanya, pada kesederhanaan dan perasaan tulus yang terkandung dalam miso tersebut. Diliriknya Yuta yang tidak makan sesendok pun.
"Kau tidak makan?"
"Aku tidak lapar, kalian makan saja. Di panci masih banyak, jangan khawatir."
"Kau harus jadi koki setelah perang ini berakhir!" Tuan Liu untuk pertamakalinya angkat bicara, ia terlihat sama lapar seperti sang istri.
Usai sarapan, Yuta dan Sicheng berpamitan akan mengelilingi kota sampai sore. Mereka menyembunyikan seragam mereka di lemari tempat penyimpanan tatami, dan keluar dengan hanya mengenakan kaos; berusaha membaur. Keadaan Haidian sedikit lebih sepi dan 'mati' jika dibandingkan dengan pusat Beijing, meski tidak ada mayat-mayat bergelimpangan di jalan, namun suasana sunyi dan derap bot tentara terdengar menakutkan. Di tengah perjalanan, Sicheng mendapati seorang penjual sayur tengah tertidur di lapaknya, kualitas sayur yang dijualnya sungguh buruk. Di sisi lain setapak itu, bar-bar yang menyediakan anggur murah masih beroperasi, lengkap dengan adegan mendramatisir dari pekerja seks yang pagi ini baru selesai melayani laki-laki hidung belang.
"Tebakanku, orang-orang Jepang tidak akan mau membeli sayur-sayur tadi," ujar Sicheng.
"Semua penjual dikenakan pajak, bahkan untuk sayuran sejelek itu. Tentu, kami tidak membeli apapun dari rakyat Tiongkok, kami mencurinya." Yuta berkata enteng, seolah hal itu bukan masalah besar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Whisper Of The Wind || yuwin [COMPLETED ✓ ]
Fanfic[[BUKAN CERITA BXB (YAOI), CERITA INI MURNI FRIENDSHIP DAN FAMILY]] Nakamoto Yuta adalah seorang prajurit Jepang yang bertugas di Beijing pada akhir Perang Dunia II. Suatu hari, setelah pertempuran hebat di pusat Beijing, ia bertemu dengan Dong Sich...