14

2.7K 159 5
                                    

Brak..

Tubuh Azura didorong ke dinding gudang tempat Raihan dilenyapkan oleh Carel. Bahkan mayatnya masih dibiarkan tergeletak di sana.

Azura tak henti-hentinya menangisi kekasih tercintanya itu.

"Kenapa kau membunuhnya! Kenapa!" Teriak Azura di sela-sela tangisannya.

"Dia tidak pantas untukmu."

"Tapi kau lebih tidak pantas untukku!"

"Benarkah?"

"Kenapa tidak kau habisi saja aku? Kenapa kau menyiksaku seperti ini! Kenapa!!"

"Tidak. Jika aku melenyapkanmu, bagaimana denganku nanti? Aku mencintaimu, Azura. Sangat-sangat mencintaimu. Tidakkah kau sadar akan hal itu, sayang?"

"Kau membunuhku secara perlahan. Perlahan tapi pasti. Kau pembunuh!" Teriakkan Azura menggema di gudang tersebut. Tangisannya juga pecah saat Carel menamparnya di kedua sisi pipi mulus milik Azura.

Emosi.

Carel tidak ingin Azura seperti ini. Membentak,menangis bukan untuknya,benci padanya.

"Kau sudah melewati batasanmu!" Bentar Carel tak kalah hebat.

"Itulah faktanya. Kau terlalu buta dan tuli untuk mengetahui siapa kau yang sebenarnya. Uhuk..uhukk..di mataku, kau tetaplah pembunuh." Yang ia rasakan saat ini hanyalah rasa pusing di kepala dan panas di pipinya akibat tamparan tadi.

Tiba-tiba, semuanya menjadi gelap karena Azura sudah tidak sadarkan diri.

Lalu, Carel pun membawa Azura menuju kamarnya. Membaringkan tubuhnya dengan perlahan dan mulai membersihkan bekas darah yang ada di sudut bibir Azura.

"Aku bahagia telah membunuhnya. Kau harus tahu sayang, dia bukanlah Raihan yang kau inginkan. Dan dia bukan Raihan. Suatu saat nanti, kau akan tahu apa yang sebenarnya terjadi."

Sembari mengelus rambut pujaan hatinya, ia terus manatap lembut dan berkata agar Azura segera siuman.

"Jangan pernah mau di kendalikan oleh emosi. Tapi kendalikanlah emosi itu, agar tidak terjadi hal yang membuatku semakin jauh dan membenci sosok Carel teman masa kecilku dulu."

*Azura*

MoonlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang