15

3.1K 196 24
                                    

Setelah siuman, Azura melihat sekeliling kamar yang nampak begitu berbeda. Tidak seperti kamar milik Carel.

Ceklek..

"Nona sudah bangun? Bagaimana, apa tubuh nona masih terasa sakit?"

"Hem, sedikit. Tapi tidak lebih sakit saat melihat Carel membunuh Raihan."

"Nona akan tahu yang sebenarnya terjadi, jadi bersabarlah sebentar "

"Maksud bibi?"

Belum sempat menjawab, tiba-tiba pria yang sangat Azura benci dan takuti masuk. Semenjak kejadian demi kejadian yang menimpanya, masihkah pantas bila Carel disebut sebagai sahabat kecilnya?
Bahkan untuk mengklaim kata sahabat saja, rasanya sudah tidak karuan bagi Azura.

"Keluar." Perintah Carel.

" Baik tuan."

Saat bibi yesy hendak beranjak dari tempat tidur, Azura menggenggam tangan bi yesy dengan begitu kuat.

"Tidak. Tetaplah di sini, aku ingin agar kau menemaniku."

"Bi yesy, keluar."

"Ku mohon, tetaplah disini." Pinta Azura dengan suara lemah.

"Azura, biarkan bi yesy melanjutkan pekerjaannya. Aku akan menemanimu di sini. Sekarang, keluarlah."

"Ba..baik tuan."

Setelah bi yesy pergi, tibalah saat dimana Carel mulai memandangi Azura dengan sangat dalam dan lekat.

"Apa kau baik-baik saja, sayang?"

"Apa kau buta? Apa kau tidak bisa melihat dengan baik? Lalu untuk apa kau pergunakan indra penglihatanmu selama ini?" Jawab Azura sarkas.

"Maaf, "

"Apa kau pikir kata maaf cukup untuk mengembalikan Raihan?"

"Tidak. Aku tahu itu tidak cukup, tapi setidaknya aku bisa mencintaimu lebih dari yang bisa kau bayangkan. Kau hanya tidak menyadarinya, Azura."

"..."

MoonlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang