16

2.8K 159 8
                                    

Waktu terus berlalu. Sampai saat ini, Carel masih belum berniat menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Tentang Raihan atau pun Rayden. Hingga ada saat dimana Azura benar-benar frustasi karena terus di hantui rasa ingin tahu. Tapi tetap saja, Carel adalah Carel.

"Permisi nona, tuan Carel meminta anda segera turun untuk sarapan."

"Hem..baiklah." ucap Azura singkat.

Suasana hening menyelimuti acara sarapan mereka. Hingga Azura memberanikan diri untuk membuka percakapan terlebih dahulu.

"Kapan kau akan menceritakan semuanya padaku?"

"Menceritakan apa?"

"Kenapa kau membunuh Raihan. Apalagi jika bukan itu, cih kau bahkan membunuh orang yang tak bersalah."

"Apa kau sengaja membuatku tidak berselera makan pagi ini, sayang?" Ucap Carel sambil memicingkan mata.

"Aku hanya bertanya. Dan kau hanya perlu menjawab. Selesai."

"Kau benar-benar membuatku muak!"

Prang..

"Kapan kau akan berhenti menanyakan hal itu! Terus dan terus kau menanyakannya Azura!"

"Jika kau ingin aku berhenti bertanya mengenai hal itu, seharusnya kau menjawabnya." Ucap Azura sabar.

Tanpa membalas perkataan Azura, Carel langsung menuju ke luar dan bergegas untuk pergi ke kantor.

"Hanya menjawabnya saja. Apakah begitu sulit?" Ujar Azura dalam hati.

23.34

Hari sudah larut, bahkan mata Azira enggan untuk menutup. Semenjak hari itu, Azura jadi sering tidak bisa tidur. Bahkan pernah ia tidak tidur semalaman dan terus membaca novel.

"Tidurlah."

"Aku belum mengantuk. Kau saja yang tidur." Ucap Azura ketus.

"Aku ingin tidur denganmu malam ini, sayang." Balas Carel yang sudah memeluk Azura dari belakang dan mulai menciumi lehernya dengan begitu lembut.

"Berhenti Carel, ini sangat tidak nyaman bagiku." Azura berusaha keras untuk melepaskan tangan Carel dari perutnya, dan usahanya tidak sia-sia.

"Apa kau menolakku, sayang? Apa kau sudah tidak menyayangi hidupmu lagi? Atau bagaimana? Coba jelaskan padaku."

"Ya, aku menolakmu. Ya, aku sudah tidak menyayangi hidupku lagi. Dan aku ingin kau pergi dari sini sekarang juga!" Bentak Azura.

"Kau akan mendapatkan hukuman atas perlakuanmu ini." Desis Carel.

"Baiklah, aku ingin kau juga membunuhku saat itu. Dengan begitu, aku bisa tenang dan tidak bertemu denganmu lagi."

Plak..

Plak..

"Raihan, sebentar lagi kita akan bersatu. Tenanglah.."

Ctak..

Ctak..

Tanpa suara jeritan Azura terus menerima hukuman dari Carel. Hanya ekspresi yang bisa menggambarkan betapa tersiksanya ia selama ini.

Tanpa aba-aba, Carel menyeret Azura ke kasur dan mulai melakukan hal yang Azura takuti. Ia tidak ingin Carel menyatukan dirinya dengan Azura, cukup sekali saja. Dan..

Krek..

Carel merobek piyama yang di kenakan oleh Azura, sekiat tenaga ia memcoba untuk menghentikan aksi bejat Carel padanya. Lagi-lagi berhasil, Carel jatuh tersungkur karena Azura menendang dada Carel. Sesegera mungkin Azura berlari ke arah pintu keluar, dan saat hendak meraih gagang pintu, tiba-tiba Carel dengan kerasnya menarik rambut Azura dan menciumnya dengan rakus. Malam itu, semuanya terulang kembali. Rasa sakit itu menghampiri Azura.

"Hiks..hiks.."

"Shuut..jangan menangis sayang, tenanglah."

"Ah..Carel, hentikan.."

Carel masih terus memeluk Azura dengan sangat erat. Bahkan memohon pun sudah Azura lakukan, tapi tangan Carel masih terus memeluknya.

"A..aku mohon, sakit.."

"Cium aku. Dan aku akan merenggangkan pelukanku."

"Ti..tidak..astaga, Carel..sakitt.."

"Cium atau tidak."

"Ba..baiklah.."

Dan ya, Carel menepati janjinya. Setelah Azura menciumnya, ia sudah berhenti dengan aktivitasnya itu. Entah sudah berapa kali Carel menumpahkan benihnya di dalam rahim Azura hingga ia benar-benar kelelahan dan tertidur pulas.

MoonlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang