19

2.6K 161 24
                                    

Ceklek..

Carel mengunci pintu kamar lalu menarikku dan mendudukkan ku di atas tempat tidur. Sekali lagi aku memohon pada Tuhan agar jantungku tidak keluar dari tempatnya karena kaget dengan bentakkan Carel yang tiba-tiba.

"Darimana saja kalian." Tanya Carel dengan begitu dingin sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku piyama.

"Kami hanya pergi ke tempat wisata untuk melihat pemandangan." Jawabku dengan sedikit rasa takut yang menyelimuti.

"Apa kau tahu dia siapa? Apa kau tahu jika dia sudah bertunangan? Apa kau tahu jika dia adalah orang yang juga pernah menyukaimu? Apa kau tahu jika aku tidak suka melihatmu bepergian dengan pria lain? Apa kau tahu jika a.." perkataan Carel terputus karena aku muak dengan pertanyaannya yang sudah pasti jawabnnya adalah YA.

"Iya, Carel iya. Aku sudah mengetahui semuanya. Semuanya."

"Lalu kenapa kau masih berani pergi dengannya!" Bentaknya.

"Aku hanya ingin melihat dunia luar. Sudah itu saja. Sejujurnya aku tidak berani melanggar apa yang kau ucapkan dan apa yang kau perintahkan, tapi ketidakberanian itu coba aku hilangkan demi keinginanku agar bisa keluar dari mansion ini. Apa selama ini kau buta sehingga tidak melihat bagaimana kondisi ku karena kau mengurungku? Apa kau buta?" Jawabku tenang agar tidak memancing kemarahannya.

"Aku melakukan ini semua agar kau tidak pergi jauh dariku, sayang. Hanya itu. Aku mencintaimu. Sangat. Jangan tinggalkan aku, ku mohon."

Baru kali ini aku melihat Carel mengatakannya dengan sangat tulus. Bahkan dia sampai berlutut dan memegang kedua tanganku. Sorot matanya menampakkan ketakutan yang begitu dalam, ada apa ini? Apakah sesuatu terjadi padanya?

Sejenak kami berdiam dan masih dengan posisi yang sama. Tiba-tiba Carel memegang kalung pemberian Gerald dan melihatnya dengan seksama. Dia pun menarik paksa kalung tersebut hingga benar-benar terlepas dari leherku.

"Au..apa yang kau lakukan? Kenapa kau menarik kalung itu, Carel?" Tanyaku sambil memegangi leher yang terluka bahkan berdarah.

"Apa Gerald yang membelikannya untukmu? Besok aku akan membelikanmu yang baru dan dengan begitu kalung ini akan ku buang." Dengan rahang yang mengeras sepertinya ia sedang menahan emosi yang mungkin sebentar lagi akan meledak. Kenapa dia sangat cemburu sekali? Padahalkan hanya kalung.

"Jangan. Gerald memberikannya padaku dengan tulus, lalu kenapa kau akan membuangnya? Kembalikan padaku, biar ku simpan saja kalung itu dan memakai kalung pemberianmu jika kalung yang kau belikan sudah ada di depan mataku." Pintaku.

"Tidak akan. Aku tidak akan memberikannya padamu, Azura."

Keras kepala sekali manusia ini. Batinku.

"Carel, kembalikan kalung itu padaku." Sabar Azura, kau hanya butuh kesabaran untuk menghadapinya.

"Tidak."

Dengan sengaja aku menarik tengkuknya lalu menciumnya singkat. Hanya sekedar kalung bahkan aku melakukan hal di luar logika ku sendiri. Carel sangat-sangat terkejut dengan tindakanku tadi, wajah kagetnya membuatku jadi ingin tertawa sekaligus mencubitnya.

"Azura, apa yang kau.." Tanya Carel.

Cup..

"Azura, kenapa kau.."

Cup..

"Sekarang kembalikan kalung itu. Aku ingin tidur, ini sudah sangat larut."

"Apa tadi kau menciumku? Kenapa kau melakukanya?" Tanyanya dengan polos.

"Ya..ingin saja dan agar kau mengembalikan kalung itu." Jawabku santai.

"Cium aku sekali lagi, baru aku akan mengembalikannya agar kau cepat beristirahat juga." Pinta Carel dengan wajah yang berbinar-binar.

Cup..

"Sudah."

"Sekali lagi.."

Cup..

"Sudah. Sekarang kembalikan kalung itu dan pergi ke kamarmu sendiri."

"Ini. Sekali lagi baru aku akan pergi ke kamar."

Cup..

"Sudah cepat pergi. Aku sangat lelah." Rengekku sambil menyuruhnya berdiri dan mendorong punggung Carel agar segera keluar.

"Baiklah baiklah. Selamat malam puteri cantik." Senyumnya kali ini berbeda. Dan aku menyukainya. Maksudku menyukai senyumannya, bukankah dia sering menyeringai ketimbang tersenyum?

Setelah menutup pintu, aku pun menaruh kalung pemberian Gerald di laci dan segera membasuh wajah lalu tidur. Saat aku sudah setengah tertidur, aku merasa seperti ada yang duduk di kasur dan lama kelamaan mulai ikut merebahkan diri di sampingku. Bukan hanya itu, pelukannya yang semula longgar semakin lama semakin erat. Aku pun menengok ke belakang.

"Ca..carel? Kenapa kau tidur disini? Cepat beranjak dan tidur di kamarmu sendiri. Cepat." Aku harus mengusirnya, ini sangat tidak nyaman.

"Aku ingin tidur denganmu, Azura. Sekali ini saja, biarkan tetap seperti ini. Aku mencintaimu." Ucapnya dan terus menciumi seluruh wajahku.

"Sekali ini saja aku akan memperbolehkanmu tidur disini. Setelahnya jangan harap." Ketusku dengan mendorongnya agar berhenti melakukan aktivitasnya saat ini.

"Tapi aku ingin tidur disini seterusnya. Lalu bagaimana?"

Hey, apa ini efek karena aku terus menciumnya dari tadi? Bahkan dia sangat manja sekarang. Batinku.

"Tidak. Sekali tidak, ya tidak."

"Tatap mataku dan perhatikan aku."

"Apa?"

"Aku ingin kau menjadi istri dan ibu dari anak-anakku. Apakah kau bersedia, Azura?"

"Apa kau bergurau? Ini sudah larut malam dan kau malah melamarku?"

"Tidak. Aku serius."

"..."

"Jawaban diterima. Lusa kita akan menikah." Ucap Carel yang membuatku ternganga dan di kesempatan itu ia menciumku dengan sangat rakus. Untung saja saat aku mendorong dadanya dengan kuat ia melepaskan pagutannya.

"Aish..kau! Kenapa setiap kali menciumku kau selalu rakus begitu! Seperti orang kelaparan saja." Teriakku.

"Sudah-sudah. Sekarang tidurlah, atau aku akan bertindak lebih dari pada ini." Ucapan itu bagai perintah sekaligus mantra bagiku. Buktinya setelah Carel mengatakan hal itu, aku langsung memejamkan mata dan tak lama kemudian aku pun terlelap bersamanya.

Aku pikir mungkin aku harus membuka hatiku untuknya dan aku berharap agar ia bisa menjadi pria yang lebih baik dari ini. Semoga..

Bakalan hiatus lama. Soalnya persiapan menjelang UNBK dan ujian-ujian yang lainnya. Goodbye dadah sayonara semuanya. Jangan lupa vote dan comment yaa.. Love you❤

250 vote dan 20 comment

MoonlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang