Hari hampir pagi, Ladie dan Elanh masih terlibat pembicaraan mengenai Losmen itu.
"Aku sudah menginap disana selama Tiga malam. lebih parah darimu, Aku terjebak dan ceritanya mirip sekali dengan apa yang kau alami, Ladie." Elang mengakhiri pembicaraannya.
"Dari tadi aku mendengar kalian bercerita, serius sekali?" Bapak tua penjual Angkringan tiba - tiba berujar. mungkin karena malam ini sepi pembeli, sehingga Pria itu sangat sempat mendengar kisah kedua pelanggan barunya itu.
"Bapak tahu, soal Losmen ditengah Hutan Pinus itu?" tanya Elang.
Wajah Bapak tua itu menegang. Ia menggeser kursi plastik yang didudukinyai, mendekati keduanya."Jadi, kalian menginap disana?" tanyanya. Elang dan Ladie mengangguk bersamaan.
"Maksudku, Aku dan Dia dalam waktu yang berbeda," ralat Elang.
"Masih beruntung kalian dapat keluar dengan selamat ..." gumam Bapak tua.
"Apa yang sebenarnya terjadi dengan Losmen itu?" tanya Ladie. Ia penasaran dan ingin tahu lebih banyak lagi.
Bapak tua menatap jalanan sepi. Kemudian membakar rokok kretek yang diselipkan pada Peci yang dikenakannya.
"Dulu, Losmen itu sangat ramai pengunjung. Namun setelah kejadian itu, Losmen tersebut menjadi sepi. Pemilik Losmen kemudian stress, lalu membakar Losmen tersebut bersama dirinya dan seluruh karyawannya ..." jawab Bapak tua.
Ladie merinding mendengar penjelasan Bapak tua.
"Memangnya, ada kejadian apa?" tanyanya sekali lagi.
"Warga Desa memprotes keberadaan Losmen tersebut. Mereka dengan sengaja membuang kotoran, melempar telur busuk dan sampah lainnya ke Losmen itu. Karena warga Desa ini merasa jika Losmen itu membawa bencana pada warga Desa. Kesialan yang terjadi di Desa ini, semua disangkutpautkan dengan keberadaan Losmen itu. Sejak itulah, para pendatang enggan mengunjungi Klub malam yang terdapat di Losmen tersebut," lanjutnya. Ladie dan Elang mengangguk - angguk.
*Adzan Subuh terdengar. Bapak tua menghentikan ucapannya.
"Saya harus segera tutup," ia menutup pembicaraan. Elang dan Ladie mengucapkan terimakasih, kemudian membayar sejumlah uang atas pesanan mereka.
Ladie dan Elang berpamitan. Bapak tua itu mengangguk.
"Hati - hati ..." gumamnya. Elang dan Ladie menghidupkan mesin motor. Kemudian mereka melaju.
Bapak tua, menyeringai. Dari kepalanya mengucur darah segar, bola matanya jatuh di ujung kakinya ...*
"Jadi, kita berpisah disini?" tanya Elang. Sambil menatap kabut tebal yang turun dari puncak - puncak gunung.
Oh Tuhan, mungkin ini yang dikatakan Opa perihal Kaki Langit.
Ladie mengangguk."Sepertinya begitu, Elang," gumam Ladie. Entah sejak kapan rasanya Ladie tak ingin berpisah dengan pria itu.
Tapi Misi nya jauh lebih penting dari pada itu. Dan Elang, tak boleh tahu tentang apapun."Ya, baiklah ... Aku harap, suatu hari nanti kita bertemu lagi, Ladie ..." jawab Elang.
Ladie mengangguk lalu menyela motor antiknya.
Keduanya melambaikan tangan, dan berpisah dipertigaan jalan.*
Ladie melanjutkan perjalanannya. Yang ia temui hanya pemandangan indah. Ia tak mengerti, apa indahnya pemandangan itu?!
'Ah selera Opa tetap saja Opa - opa!'
Gerutu Ladie. Ia memutar arah. Hari ini juga ia akan kembali ke rumah. Setidaknya, sudah cukup perjalanannya menemui Utara.
Gadis itu memicu kendaraannya dengan kecepatan tinggi. Beruntung sekali, Bondan sudah mengganti seluruh mesin motor tersebut hingga tak Satu pun kendala ditemuinya.
Ladie melewati Kios dimana malam disulap menjadi Angkringan.
Ia menatap lagi melalui Spion. Kemudian berpikir sambil melanjutkan laju motornya.'Kenapa jadi aneh begini ...' pikirnya.
Kios itu jelas sekali disana! Tapi disana tak ada Desa, tak ada pemukiman warga, yang terbentang hanyalah hamparan ilalang. Ia tak mungkin tersesat, sebab jalan yang dilaluinya memang hanya satu - satunya.
Tersesatkah Ladie?
Dimana?
Didunia lainkah?Gadis itu memacu motornya kian cepat. Melewati Losmen Pinus yang menyeramkan.
Hingga akhirnya ia benar - benar berada dijalanan kota. Ladie mengembuskan napas lega.Ia menggeleng.
Tak lagi!
Takkan lagi ia berpetualang ke Utara!
Ada apa dengan Opa?
Apakah dia ingin Ladie mati dicabik Zombie - zombie hutan pinus?Ladie bergidik, memarkirkan motornya di halaman rumah.
Rumahnya, iya, kediamannya!
Rumah Abu - abu ...*
"Jadi, selama diperjalanan kau hanya bertemu Zombie?!" seru Bondan. Sambil mendengar cerita Ladie.
Gadis itu merengut, tapi kemudian tersenyum."Tak apa, salah satu Zombie itu keren sekali, tak sepertimu!" jawabnya. Ia mengingat Elang, sekalipun pria itu benar - benar Zombie, biarlah. Toh mereka takkan bertemu lagi ...
Pikirnya sih begitu!Dua hari setelah perjalanan itu, kehidupan Ladie kembali seperti biasanya.
Kuliah, bekerja di resto dan begitulah seterusnya. Yang berbeda hanya Satu, ia tak lagi menumpangi Gojek, tapi Ladie membawa si motor antik kemanapun.
Kadang kala, ia menjadi pusat perhatian pria - pria, mereka menganggap, hanya cewek kece yang berani membawa motor antik itu.*
"Ladie, ada yang mencarimu!" ujar Wina.
"Siapa?" ladie mencuci tangannya, dan mengelapnya pada celemek yang dikenakan olehnya.
Wina mengangkat bahu, ia tak lagi jutek semenjak kepergian Zahra."Di meja Sembilan," lanjutnya. Ladie mengangguk, kemudian mengintip dari pintu dapur.
'Gunawan ...'
Daya ingat Ladie cukup bagus. Pria perlente yang tempo hari menemuinya, kini berada disana.
Entah dari mana orang tua itu mengetahui tempat kerjanya."Ada apa?" tanya Ladie sambil menyilang tangan.
"Kau harus ingat gadis manis, jika kau sedang melayani tamu!" jawab Pria itu.
Ladie mendengus, kemudian membuka lipatan tangannya, memasang wajah manis dan membungkukkan badan. Ini menyebalkan!"Bagaimana dengan tawaranku?" lanjut orang tua itu.
Ladie menggeleng."Aku tak tahu apa - apa, jadi aku mohon padamu, berhenti bertanya. Sebab jawabannya akan tetap sama. Aku tidak tahu apa - apa!" jawab Ladie, dengan penekanan di akhir kalimat.
Wajah Gunawan berubah angker. Ia berdiri, kemudian mendekati Ladie,
"Kau akan menyesal pernah dilahirkan ke muka bumi, Ladie Tarumanegara," bisiknya. Ladie diam, tak bergeming. Dan menyaksikan pria itu hengkang dari restaurant.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kustom Sindikat
Teen FictionApa yang akan Kau lakukan, jika Kau mendapatkan sebuah surat Wasiat yang tidak biasa? Bukan Uang, bukan Harta, Bukan Emas ataupun Sawah! Melainkan hanya sebuah Motor Antik. Itu terdengar biasa saja, bukan? Tapi, bagaimana jika dibalik apa yang diwar...