Enam

300 25 2
                                    

"Yang benar saja, Pria Tua tak tahu diri itu benar - benar memuakkan!"
Wina mengernyit, mendengar Ladie yang masih saja bersungut - sungut. Meski Sepuluh menit sudah gadis itu kembali ke dapur.

"Aku duluan, Wina!" seru Ladie. Wina mengangguk. Ia masih sibuk dengan pesanan para pelanggan.

Ladie meninggalkan Resto, menyela motor kemudian menarik Gas dengan kecepatan sedang.
Ia melintasi jalanan ramai, sore ini cuaca tak terlalu cerah, sedikit mendung namun tak nampak pertanda hujan akan turun.
Ladie masih fokus dijalanan, ketika tiba - tiba matanya beradu dengan seseorang. Ia tak peduli, awalnya. Tapi kemudian kepalanya menoleh lagi, begitupun si pemilik mata yang lainnya.
Ladie segera menepikan motornya. Tak lama, seseorang menghampiri Ladie dengan motornya.

"Elang!" seru Ladie. Pria itu tertawa.

"Ladie, aku tak menyangka kita akan bertemu lagi!" jawab Elang. Matanya tajam, yaa ... Sedikit Sarkas pernyataan ini, tapi memang, tatapannya setajam Elang!
Huhhh .....

*

Kedai Kopi, disanalah mereka kini. Ladie menceritakan perjalanan pulangnya, hingga kecurigaannya jika Elang adalah seorang Zombie. Pria itu tertawa hingga wajahnya memerah, saat mendengar pernyataan Ladie.

"Tentu saja aku manusia sepertimu, Ladie! Aku tinggal di Apartment Seroja. Sejak pekerjaanku semakin padat di kantor, Aku memutuskan pindah ke Apartment itu, karena tempat tinggalku kemarin, terlalu jauh dari kantor," jelasnya. Ladie mengangguk. Betapa bahagianya ia, itu tandanya, Ladie akan lebih sering bertemu Elang.

"Hey, ngomong - ngomong, sejak kapan kau menyukai motor antik?" tanya Elang.

"Sejak lama sebenarnya, tapi ... Baru mengendarainya sekitaaar ... Dua bulanan," jawab Ladie. Elang mengangguk.

"Keren!" serunya. Ladie merona, baru kali ini ia merasa salah tingkah dihadapan pria.

'Oh Tuhan, ada apa ini ....' bathinnya.

Mereka terlibat obrolan cukup jauh, dan lama.

"Elang, aku harus pulang," ujar Ladie tiba - tiba, ketika melihat hari mulai gelap. Tapi bukan itu sebenarnya! Ia melupakan sesuatu ...

Elang mengangguk, meski nampak gurat kecewa diwajahnya.

"Baiklah, aku harap kita dapat bertemu lagi besok - besok," jawabnya.

'Tentu saja aku mau! Hanya perempuan tidak normal yang tak mau berlama - lama dengan pria setampan kau!'

Ladie mengangguk. Kemudian mengenakan helm dan meninggalkan Elang.
Ladie memacu motor CB nya dengan kecepatan tinggi.

*

"Bona, maafkan aku!" seru Ladie. Bona sedang menghisap rokoknya dalam - dalam, saat Ladie tergopoh menghampirinya.
Pria itu tersenyum.

"Tak apa Ladie, santai saja! Kau sibuk?" tanyanya. Ladie mengangguk. Dalam hati, ia merasa berdosa, ia bohong soal itu.

Sore ini, ia sudah berjanji akan menemani Bona kesebuah acara Bikers. Namun kedatangan Elang membuatnya melupakan janji itu.

"Masih ada waktu, Bona, ayok!" ujar Ladie. Bonanza tertawa, sambil menginjak puntung rokok dengan sepatunya.

"Acara sudah hampir selesai, Ladie. Sudahlah, lain kali saja. Sana mandi, badanmu berminyak dan berdebu!" jawab Bona. Ia menyembunyikan kekecewaannya dengan sangat rapi.
Ladie diam sejenak, tapi kemudian mengangguk. Dan masuk kedalam rumah.

Andai saja ada lagu yang cocok untuk mewakili keadaan Bonanza saat itu, pastilah itu suara Tria The Changcuters yang terdengar.

'Racuuuuun! Racuuuun! Wanita, racun dunia .... Karena dia buta kan semua ....'

*

Hujan turun perlahan, membasahi bumi yang diinjak Bona, menyempurnakan malam yang luka. Bulan dibalik Awan Hitam tertawa, melihat seorang Bikers cuek itu terluka.
Bonanza tahu, dimana Ladie sore tadi. Seseorang memberitahunya, yang tanpa sengaja melintas, saat Ladie dan Elang tengah berada di kedai kopi itu.

"Heh, bengong?!" seru Ladie. Bonanza tersentak, ia mencium aroma harum Shampoo yang menguar dari rambut gadis itu. Gadis yang diam - diam sudah sejak lama mengusik ketenangannya. Gadis teman kecilnya yang unik, yang menetap lama didalam hatinya.

"Makan diluar yuk! Aku yang traktir deh, anggap saja untuk menebus kesalahanku sore tadi!" cerocos Ladie.

"Hey, kau baru habis gajian?!" jawab Bona. Ladie terkekeh.

"Pantas saja kau terlambat pulang, ternyata baru gajian ..." ledek Bona. Ledekan yang menimbulkan celekit di hati Ladie. Ia berdeham. Kemudian,

"Ayolaaah ..." rengek Ladie. Bonanza tertawa, kemudian mengangguk.

Bona memasukan motor antik milik Ladie. Ladie menunggunya diluar, hingga pria itu mengunci pintu.
Hujan hanya menyisakan gerimis, membuat malam terasa amat sendu.

Ladie melingkarkan tangannya dipinggang Bona, diam - diam, Bona memejamkan mata sesaat sebelum ia menarik Gas.

"Kok diam?!" seru Ladie dari balik Helm.

"Kau memelukku terlalu kencang, Ladie!" seru Bona. Ladie tertawa, ia tak menyadari itu.
Kemudian, motor melaju sedang, menuju pusat keramaian. Tepatnya ke sebuah Kafe kecil tempat biasanya mereka makan jika kebetulan sedang makan berdua.

*

"Bona, apa kau merasakan sesuatu?" tanya Ladie. Ia mendekatkan kepalanya ke telinga Bona.
Bonanza menggeleng.

"Apa?"

"Sepertinya, kita sedang diikuti," jawab Ladie. Bona melihat di spion, ia membelokkan motor ke kanan. Motor dibelakangnya mengikuti. Bona kembali membelokkan motornya ke kiri, masih mengikuti. Lagi, dan lagi hingga Bona merasa yakin, jika mereka memang tengah diikuti.

"Ladie, pegangan yang kuat!" seru Bona. Ladie mengangguk. Secepat kilat, Bonanza menarik Gas dalam - dalam, yang diikuti  motor dibelakang mereka.
Motor yang ditumpangi Ladie meliuk - liuk dijalanan. Menyalip sana sini, dan ....

"Ladie, pejamkan matamu!" seru Bonanza. Ladie mengikuti perintah Bona. Dan, motor melesat ketengah, pada jalanan sempit yang diapit oleh Dua Kontainer besar di Kiri dan Kanan jalan.
Beberapa pengemudi mobil memberi klakson panjang, beberapa pengemudi motor meneriaki Bonanza. Atas kenekatan pria itu. Namun Bona tak menghiraukan mereka, cara dia menghitung jarak memang sudah tak perlu diragukan lagi!
Ladie tak tahu apa yang terjadi, yang jelas, ia merasakan mereka melayang tinggi.
Nyatanya, Bona memang mengemudikan motor tua miliknya dengan gila - gilaan.

*

Bona membuka helm, ia menengok ke belakang. Untuk memastikan gadisnya baik - baik saja.

"Hey! Kau tidur?!" seru Bona. Ladie membuka matanya dan merengut.

"Kau belum menyuruhku membuka mata, Bona!" gerutu Ladie. Bonanza tertawa keras, mendengar penuturan Ladie.
Itulah, itulah yang membuat Bona jatuh cinta pada Ladie. Perempuan yang polos, yang .... Ahh, terlalu panjang jika harus menceritakan secara detail tentang perasaan Bona kepada Ladie.

"Apakah kita sudah aman?" tanya Ladie. Bona mengangkat bahu.

"Aku tak tahu, mungkin iya ..." jawabnya sambil mengedarkan pandangan. Ia tak melihat keberadaan penguntit itu.

"Kira - kira, siapa mereka?" tanya Bona. Ladie diam. Ada banyak prasangka didalam hatinya.
Bisa Elang, bisa juga anak buah Gunawan, yang mengancamnya Siang tadi.
Jika Elang, untuk apa menguntitnya, itu pasti anak buah si pria tua itu!

"Ladie ..."

"Oh eh, Aku tak tahu siapa ..." jawabnya. Bona mengangguk. Ia tahu, ada yang disembunyikan oleh gadis itu.

Kustom SindikatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang