Satu

722 40 2
                                    

Rumah Abu - abu, mereka menyebutnya. Disana, tinggallah seorang Kakek tua berusia Tujuh Puluh Lima tahun beserta Cucu kesayangannya. Seorang Gadis berusia Dua Puluh tahun.

Opa ojie, mereka menyebutnya. Kakek tua perlente yang keren, yang masih nampak bugar dan senang berbicara dengan anak muda, adalah seorang mantan Bikers.
Cucunya bernama Ladie. Seorang gadis riang yang sama - sama mencintai motor tua dan antik.

Ladie adalah seorang Mahasiswi yang nyambi bekerja sebagai pelayan Resto, disebuah Restaurant Jepang dipusat Kota. Ia tinggal bersama Opa Ojie, sejak Mama dan Papanya, konon meninggal dunia saat Ladie berusia Dua tahun.

Kasih sayang Opa sudah sangat cukup baginya, ia tak pernah kekurangan suatu apapun, sehingga Ladie tak pernah mengeluh tentang ketidak beradaan Orangtua didalam hidupnya.

Opa Ojie sangat menyayangi Ladie, begitupun sebaliknya. Opa bahkan berteman dengan semua teman - teman Ladie tanpa terkecuali. Opa menjadi sahabat bagi semua orang orang.

Para tetangga sering meminta Opa untuk membetulkan apapun yang rusak di rumah mereka. Bukan kasihan, sebab Opa Ojie bukan orang yang tidak mampu, dan bukan seorang kakek yang senang menggantungkan hidup kepada orang lain. Dan Opa tidak pernah menerima imbalan apapun atas bantuan yang ia berikan kepada tetangga sekitarnya.

'Aku sudah tua, sudah bau tanah! Tugasku di dunia hanya tinggal banyak - banyak berbuat kebaikan, untuk mengurangi dosa - dosa dimasa lampau. Lagi pula aku senang, jika apa yang aku lakukan bermanfaat bagi orang lain,' itu adalah jawabannya. Ketika tetangga bermaksud memberi ia imbalan.

Gaji pensiunnya sudah cukup untuk membiayai hidupnya dengan Ladie, bahkan beberapa petak tanah pun ia miliki dibeberapa tempat yang tidak pernah diketahui oleh Ladie.

Opa Ojie juga sangat menyayangi anak - anak. Setiap sehabis mengambil Gaji pensiunnya sebulan sekali, Opa sering memanggil pedagang keliling di kompleks tersebut. Dan mentraktir anak - anak kecil makan apapun yang mereka sukai.

'Nanti gaji Opa habis, jika setiap bulan Opa mentraktir mereka ...' Ladie sering mengingatkan.
Opa Ojie hanya tertawa setiap kali mendengar ucapan Ladie.

'Rejeki itu sudah ada yang mengatur. Semakin kita menggunakan uang kita dalam kebaikan, maka Tuhan akan membayarnya. Tidak dengan uang sekalipun, tapi Tuhan tahu bagai mana Dia harus membalas kebaikan yang kita tanam,' ujarnya.

Kemudian menghentikan ucapannya sejenak guna mengambil napas.

'Kau dengarkan aku, Ladie ... Dulu sekali, aku adalah anak yang kurang beruntung di masa kecil. Jangankan makan nasi, bisa mendapat sepotong Singkong saja dalam Satu hari, itu adalah sebuah berkat yang luar biasa. Jadi, jangan berhenti memberi dan berbuat kebajikan, agar hidupmu selalu dalam kebahagiaan. Percayalah ... Tak ada manusia yang jatuh miskin hanya gara - gara menghabiskan seluruh hartanya dalam kebaikan.' lanjut Opa Ojie ketika itu. Kemudian menghisap rokok kreteknya dalam - dalam.

*

Ladie menghapus Air matanya. Ia menatap gundukan tanah merah dihadapannya.
Opa kini sudah tenang di alam sana, membawa serta seluruh kebaikan yang ditanamkannya kepada Ladie.

Ladie, kini hidup sebatang kara di rumah Abu - abu. Opa Ojie meninggal dunia tadi malam dalam keadaan tertidur. Opa tidak pernah mengeluh tentang sakit apapun. Sehingga ketika ia meninggal dunia pun, Ladie sedang bekerja di Resto.
Dan Opa masih sempat berbincang - bincang dengannya, sesaat sebelum ia wafat.
Ladie mengingat lagi ucapan terakhir Opa pagi tadi ...

'Jangan pernah menggantungkan hidupmu pada siapapun, Cucuku. Dan ingat, jangan pula kau menjadi siapapun demi kepentingan dirimu sendiri, atau demi disukai orang oleh orang lain. Jadilah dirimu sendiri! Orang lain mungkin menganggapmu aneh, namun menjadi dirimu sendiri dalam keanehan, itu lebih baik. Ketimbang kau terlihat sempurna dengan menjadi orang lain ...

Kustom SindikatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang