5. Certainty

2.6K 367 11
                                    

Fugaku mendatangi pavilion Ratu dan mendapati Naruto tengah dimanjakan di sana. Senyum tak dapat ia bendung melihat keponakan kesayangannya di perlakukan dengan baik.

"Semua baik?"

"Paman?" Naruto agak terkejut dengan kedatangan pria itu kedalam kamarnya.

Para pelayan terhenti sejenak dan membungkuk hormat kemudian melanjutkan kegiatan mereka memanjakan sang Ratu.

"Apa yang membuat paman datang kemari?" Tidak mengurangi rasa hormat Naruto bertanya pada pamannya itu.

"Aku ingin memastikan mengenai perjanjianmu. Apa yang membuatmu berfikiran untuk membuat perjanjian itu anakku?" Fugaku mendudukan dirinya pada sofa yang berhadapan langsung pada ponakan kesayangannya.

Mata Naruto mendadak kosong. Membuat Fugaku semakin kebingungan. "Paman ingin tahu? Aku tidak yakin paman akan mengerti karena paman adalah seorang pria. Bahkan ayahandaku sendiri saja terlalu keras kepala tidak memahami maksudku."

Fugaku mengerutkan dahinya. "Apa yang membuatmu berfikir kalau aku tidak akan mengerti anakku? Aku harap kau tidak lupa siapa aku walau sudah pensiun menjadi fir'aun."

"Karena paman adalah seorang pria. Aku yakin paman tidak akan pernah mengerti."

"Katakan padaku mengenai itu."

"Ini mengenai emansipasi wanita, paman."

➳✩⡱➳✩⡱

Fugaku terlalu sering menghadapi hal yang mengejutkan belakangan ini. Membuat daya tahan tubuhnya harus merosot jatuh karena termakan usia dan juga stress berlebih.

Fugaku jatuh sakit. Kondisi yang tidak parah, hanya saja dengan terpaksa membuatnya harus berbaring dan istirahat di kamarnya total.

Para isteri dan selir memandang sedih sang suami yang berbaring lemah. Memberikan dirinya pelayanan terbaik untuk suami tercinta agar lekas sembuh.

Mikoto berbaring tepat di samping ranjang. Mengingat ia adalah Ratu dan juga isteri pertama plus kesayangan Fugaku, menempati dirinya paling special dia antara isterinya yang lain. Para selir memahami itu lagi pula mereka tidak keberatan karena Mikoto merupakan sosok yang rendah hati dan juga mulia.

"Kau terlihat banyak pikiran sayang." Mikoto mengusap lembut helaian hitam yang mulai memutih milik Fugaku. "Apa itu yang membuatmu hingga seperti ini hm?" Suara lembut Mikoto selalu saja membuat ia merasa tenang dan nyaman. Tidak ada alasan untuk menutupi apa yang tengah ia risaukan dari ibu yang sudah melahirkan Itachi dan Sasuke.

"Banyak hal yang menganggu pikiran ku Mikoto."

"Ceritakan padaku. Mungkin aku dapat mengurangi beban pikiranmu."

"Ini mengenai keponakan dan putera kita."

Mikoto mengerutkan dahinya. "Baiklah suamiku. Aku rasa kau harus menceritanya ketika kita benar - benar sedang berdua." Tukasnya cepat.

Merasa paham dengan maksud Mikoto, Fugaku mempersilahkan para selirnya untuk meninggalkan kamarnya sejenak. Tanpa berkomentar banyak mereka mematuhi dan mulai meninggalkan kamar Fugaku.

"Kau masih ingat bukan tentang perjanjian yang di tawarkan Naruto." Mikoto mengangguk. "Sebenarnya itu sudah cukup membuatku murka. Jika saja dia bukan keponakan kesayanganku."

"Lalu?"

"Sekarang Sasuke. Juga melakukan hal yang sama."

Mata Mikoto membulat sempurna. "Maksudmu suamiku?"

PharaohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang