Kepalaku terasa sangat pusing. Selalu saja jika terkena cahaya matahari terlalu lama aku suka merasakan pusing. Tubuhku memang begitu lemah dan kepergianku ke Indonesia sebenarnya tidak mendapat izin dari keluarga besarku terutama nenek. Tetapi aku sangat tertarik dengan negara itu. Aku begitu menyukai budayanya dan juga merasa bahwa sistem hukum di Indonesia itu unik. Aku memutuskan mendaftar disalah satu Universitas terkemuka di Ibu Kota Jakarta. Selang beberapa minggu mendaftar aku dinyatakan lulus dan berhasil mendapat beasiswa karena nilaiku memuncaki peringkat satu dalam tes.
Aku mencoba meyakinkan kedua orangtuaku dan seluruh keluarga ku apalagi nenek.
"Semuanya lihatlah ini! Aku berhasil mendapat peringkat tertinggi dalam tes!" kata ku sambil menunjukkan layar ponselku kepada mereka.
"Aku tidak meragukanmu Mina. Kau memang pintar dan tentu saja mereka menerima mu." ujar ayahku. Ayahku tidak keberatan sebenarnya jika aku ingin pergi ke Indonesia tetapi karena takut pada ibu, ayah hanya mengikutinya saja dan berpura-pura tidak mendukung.
"Mina! Ibu sudah bilang bahwa nenek tidak mengizinkanmu kesana. Cuaca disana tidak cocok denganmu. Kau tidak akan kuat. Mengapa kau begitu keras kepala dan tetap mendaftar? Apalagi ini kau diam-diam sudah mengikuti tes." ibu berkacak pinggang dan terlihat begitu marah.
Nenek hanya menatapku lama. Aku merasa bersalah "Nek, aku mohon maaf. Aku tidak bermaksud menentangmu ataupun menentang Ibu. Aku hanya merasa semua ini sudah seperti takdir. Aku sangat ingin ke Indonesia. Jika kalian melarangku hanya karena cuaca tidak usah khawatir, aku bisa menggunakan payung bukan? Dan lagi dokter sudah memberikan ku obat."
Nenek memelukku dan berkata, "Nenek hanya takut sesuatu yang buruk terjadi. Hanya itu Mina. Nenek selalu mendapat penglihatan buruk tentangmu jika kau tetap kesana" tiba-tiba nenek menangis.
"Nenek aku bisa menjaga diri. Ini sudah menjadi impian hidupku. Aku tidak tau harus apa jika menyia-nyiakannya." aku terisak.
Melihat itu, nenek memelukku lebih erat dan kemudian melepaskan pelukannya " Mina, sebenarnya kau akan bertemu seseorang disana. Seseorang yang selalu hadir didalam mimpimu". wajah nenek kini serius.
"Mimpi? Apa maksudnya nek?" tanyaku gugup. Mengapa nenek tiba-tiba membahas mimpi.
"Aku tau bahwa kau bermimpi tentang lelaki itu berulangkali. Selain alasan karena kau menyukai Indonesia, kau juga penasaran ingin membuktikan apakah lelaki yang ada dimimpimu itu nyata atau tidak".
Jleb!
Bagaimana bisa nenek mengetahuinya? Sepertinya benar yang dikatakan orang-orang bahwa nenekku adalah seorang cenayang hebat dulu ketika ia masih muda.
"Bagaimana nenek bisa mengetahuinya? Ku rasa aku tidak pernah memberitahu siapa pun bahkan pada ibu ataupun ayah." tanyaku penasaran.
"Lelaki itu sepertinya akan membawa bencana padamu. Nenek hanya bisa melihat itu, nenek tidak bisa melihat lebih jauh mengenai bencana apa yang akan terjadi padamu" nenek terlihat sedih.
"Itukah yang menjadi alasan nenek melarangku pergi ke Indonesia? Karena nenek tidak dapat melihat bencana apa yang akan terjadi?" aku menatap wajah nenek sendu.
Nenek kemudian menatapku dan memegang wajahku dengan kedua tangannya "Nenek hanya takut hal buruk terjadi."
Aku melirik ibu dan ayah "Apakah ini juga alasan ibu dan ayah melarangku?".
"Ayah tidak tau apa-apa. Apalagi soal mimpi. Ayah hanya tidak ingin ibu dan nenek khawatir."jawab ayahku.
"Mina, tidak bisakah kau memikirkan kembali keputusanmu? Jujur saja penglihatan nenekmu itu tidak main-main. Ibu sangat takut jika hal buruk menimpa mu apabila bertemu dengan lelaki itu" ibu mengusap kepala ku lembut.
YOU ARE READING
DOPPELGANGER - Complete chap
FantasyKu lihat disekeliling ruangan itu, aku tidak menemukannya. Kemana dia? Aku yakin dia yang melakukan ini.-Mina. Begitu bodoh seseorang dari masa depan mempercayai teori reinkarnasi seperti itu. Mungkin hanya teknologi yang semakin canggih dimasa depa...