I | MUSK

10.5K 1.1K 498
                                    


love isn't a pendant, you fool.

"Dira, buruan ih!"

"Sabar napa sih Na, yah kan bener headset gue ketinggalan di kantin." Gue gak berhasil menemukan barang paling berharga dalam hidup gue di celah - celah tas selempang yang gue pakai.

"Ya ampuunn kenapa sih teledor banget. Yaudah cepetan sana ambil! Keburu ngilang." Jevana seenaknya menyalahkan gue, padahal jelas - jelas dia yang memburu makan siang kita untuk mengejar performance dari penyanyi favoritnya.

"Lo duluan aja deh, nanti gue nyusul."

"Oke oke, hp standby ya! Gue telepon nanti." Jevana berlari masuk ke dalam main hall kampus, sementara gue harus kembali lagi ke meja kantin tempat kami makan tadi.

Beruntungnya benda wasiat itu masih terdampar dengan indah di tempat semula. Tanpa basa basi gue langsung mengambil dan menyimpan headset itu di tas baik - baik, lalu pergi seperti gak terjadi apa - apa.

"Oy, Andira," namun langkah gue dihentikan oleh suara lengking milik Arsenㅡsi ketua kelas yang tingginya sebatas telinga gue.

"Ngapain lo, Sen? Kirain lo paling anti ikut acara begini - beginian."

"Ini aja gue mau balik. Mana buntut lo? Biasanya berduaan mulu."

"Jevana? Noh lagi ngebucinin Taka."

"Taka? Rapper yang lagi ngehits itu?" Arsen nampaknya sedikit bergejolak saat gue mengangguk. "Kayaknya gue masih gabut kalo pulang sekarang."

"Idih, lo bucin Taka juga ternyata? Ckckck. Udah gih sana susul Jevana di aula!"

"Males ah. Nanti gue desek - desekkan di dalem, kan gak banget. Hih." Aksi lemparan poni ala - ala wanita sosialita milik Arsen sukses membuat kaki gue melayang ke tulang keringnya.

Sebenarnya gue gak perlu heran dengan kelakuan menjijikan Arsen, karena dia memang teruji klinis telah mengidap prince syndrome. Terkadang gue heran, kenapa Jevana bisa tertarik sama cowo se-antik dia.

"Gue cabs deh ya. Salam buat si unyil." Dan mereka memiliki panggilan 'sayang' tersendiriㅡArsen menyebut Jevana 'unyil' dan Jevana menyebut Arsen 'boncel'.

Gue yang bongsor begini can't relate. Satu - satunya julukkan yang gue sandang ialah 'si judes dari kelas bisnis A'.

Kurang lebih 30 menit, Jevana akhirnya menghubungi gue. Langsung saja gue masuk ke aula dan mencari dia. Dan yang mengejutkan adalah dia terlihat seperti habis diterpa badai katrina.

"TAKA GANS BANGET GEELAAA!!! Aduh tolong Ra. Aku sudah tidak sanggup lagi, aku lemas, aku lelah, akuㅡ" gue mendorong paksa badan Jevana yang sengaja menjatuhkan diri ke gue.

"BERAT WOI!" Meskipun pendek, Jevana memiliki lapisan kulit yang tebal sehingga hal itu berdampak pada massa tubuhnya.

"Pulang yuk ah." Gue merasa hawa aula semakin pengap dan gerah.

"Loh? Lo gak mau nonton The Devils??"

"Siape tuh?"

"Itulooh, band famous yang salah satu anggotanya anak kampus kita. Masa lo gak tahu sih???"

Kening gue berkerut kencang. "Anak kampus kita?"

"Ih, yang main bass-nya itu si calon presiden partai unggulan tahun ini!" Jevana benar - benar nyaris menyemburkan salivanya saat meneriaki kriteria itu.

Gue menerawang ke langit, berpikir sejenak dengan lantunan 'hmmm' panjang.

"Gak tahu."

Kemudian lengan gue dijadikan lahan cubitan. "Nih bocah kuper amat sih. Si Bryan Diraaa, anak kelas sebelah!"

The Devil Wears Bandana [DAY6 YoungK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang