Chapter 1

184 13 0
                                    

.

Gadis kecil berumur tujuh tahun yang sudah duduk dibangku sekolah dasar sedang menunggu sembari mengayungkan kaki kecilnya hingga akhirnya melihat anak laki laki yang tak lain adalah kembarannya sendiri, kini sudah berada dihadapannya. Sebab setiap harinya akan pergi dan pulang bersama.

"Aku lama yah?" Laki laki berumur tujuh tahun sedang berdiri dengan seragam sekolah dasarnya.

Gadis kecil bernama Alexa menggelengkan kepala merespon jawaban saudaranya. Laki laki kecil itu mengerutkan kening merasa heran, ada apa dengan adik perempuannya? Tak seperti biasanya.

"Kau kenapa?" Tanya sang kakak lagi.

"Aku ingin itu, Alex" Alexa bersuara cadel menunjuk ke arah truk Es cream.

Alex melihat ke arah yang ditunjuk oleh adiknya, kini Alex mengerti apa yang diinginkan adiknya.

"Tapi ibu akan memarahimu."

"Hanya sekali. Alexa mohon."

Usaha Alexa tidak sia sia untuk membujuk Alex, terbukti laki laki kecil itu menyetujuinya dan beralih memegang tangan mungil Alexa.

"Tuan, aku memesan es cream 1 dengan rasa cokelat." ucap Alex lalu memberikan uang sesuai harga yang tertera digambar dalam truk es cream.

Penjual Es cream memberikan pesanan, Alex menerimanya. Berjalan ke arah Alexa yang sedang duduk menunggunya. Alexa menerima dengan wajah berseri seri membuat kecantikannya bertambah, Alex tersenyum melihat wajah saudarinya. Walau Alex tahu akan terkena omelan Ibu jika dirinya ketahuan memberikan es cream pada adiknya.

"Kau akan menikmatinya sendiri tanpa memberiku sedikit?" Seolah tersadar mengacuhkan saudaranya yang dengan baik hati sudah membelikannya es cream.

"Ohh, maaf Alexa lupa." Alex menahan tawa mendengarkan cadel Alexa sebab jika Alex menertawakan gadis kecil itu lagi maka Alex harus siap siap menyogok Alexa dengan uang sakunya.

Walau Alex dan Alexa sama sama sudah duduk di bangku sekolah dasar tapi Alexa masih cadel, lain dengan Alex yang memang sudah bisa berbicara tanpa cadel sejak satu tahun yang lalu. Tepatnya di umur delapan tahun Walau bersaudara tapi Alex bisa dikatakan sebagai anak pintar dan mandiri, lain dengan Alexa yang dirinya memang tak kalah pintar dengan Alexa namun sifatnya masih manja terutama pada Alex.

Alexa menyuapkan sesendok es cream yang langsung saja Alex membuka mulutnya dan hap, Alex menjahili Alexa dengan menggigit sendok es cream membuat Alexa menatap kesal padanya.

"Lepaskan Alex. Aku ingin menyuapkan Es Cleam" ucap Alexa menatap kesal Alex.

Alex melepaskan sendok tanpa memberikan pada Alexa "Mau?" Alexa mengangguk.

"Kalau begitu, ucapkan R di depan ku."

"Kau tahu aku tidak bisa berkata erl. Berikan! Atau Alexa menggigit Alex." huruf R tidak bisa disebut dengan baik dimulut Alexa yang masih cadel.

Alex tidak mendengarkan ucapan Alexa bahkan Alex menyuapkan es cream yang berada di tangan Alexa dan spontan membuat Alexa merenggut.

Tangis Alexa pecah melihat Alex yang tidak berhenti menjahilinya. Alex menghembuskan nafas melihat Alexa si manja sedang menangis.

"Sstt...diamlah. ini." Alex dengan terpaksa menyudahi kejahilannya pada Alexa kalau tidak ingin jika uang sakunya akan berkorban.

Alexa terdiam lalu mengambil sendok es cream dan menyendokan es cream untuk masuk ke dalam mulutnya. Alexa lagi lagi tersenyum lebar memperlihatkan deretan gigi mungilnya.

Senyum Alexa kini menular juga pada Alex yang sedang tersenyum lebar. Tangan Alex terulur lalu...Alexa menjerit karena kedua pipi gembulnya di apit oleh dua jari milik Alex. Air mata Alexa sudah terancam akan turun meluncur.

Dasar Alexa manja - batin Alex melihat saudaranya itu.

"Jangan terlalu sering menangis. Alex tak suka" ucap Alex dengan mengelap bulir bulir bening dipipi gembul Alexa.

"Tapi..hiks...pipi..Alexa..hikss...sakit" ucap Alexa terbata bata karena sesugukan.

Cup

Alex mencium kedua pipi gembul milik Alexa "Maafkan Alex." Alexa mengangguk merespon ucapan Alex.

"Yasudah. Ayo pulang."

"Tunggu dulu." Alexa tanpa menunggu respon Alex. Gadis kecil itu berjalan ke arah tong sampah yang tak jauh dari posisinya.

Alexa kembali pada Alex dengan senyum lebarnya yang seakan tak pernah hilang saat melihat Alex.

"Adikku yang pintar."

Sembari berjalan dengan tangan yang menyatu dan diayunkan, Alexa sepanjang jalan terus saja berceloteh dengan gaya cerianya itu sedangkan Alex mendengarnya dengan sabar dan selalu saja dibuat gemas melihat tingkah Alexa.

Sesampai dirumah sederhana bertingkat satu berwarna biru yang dipadukan putih serta pagar berwarna hitam.

Alex maupun Alexa sama sama membuka sepatu lalu menyimpan di rak "Hai. Anak ibu sudah pulang. Mandilah sudah itu makan, ibu masak special hari ini." Alexa melompat senang dan spontan langsung mematuhi ucapan sang ibu.

"Apa Alexa nakal hari ini?" Tanya sang ibu pada putra pertamanya. Alex.

"Alexa tidak nakal sama sekali tapi gadis itu sering membuat ku repot." Jawab Alex dengan meletakkan tas nya disamping sofa.

"Apa Alex merasa berat kalau Alexa membuat mu repot?" Alex kecil menggelengkan kepala bertanda tak setuju.

"Aku bilang, Alexa merepotkanku tapi aku tidak pernah bilang jika aku merasa berat menjaganya." Alex berucap dengan khas seorang kakak yang melindungi adiknya.

"Ingin berjanji pada ibu?"

"Katakan bu. "

"Berjanjilah untuk selalu menjaga Alexa. Kembarmu".

"Tanpa ibu berkata pun, Alex selalu berusaha untuk terus melindungi adikku. Alexa." Alex berucap dengan lantang walau ia masih berumur kecil tapi Alex adalah anak yang pintar.

"Good boy." sang ibu menepuk pelan puncak kepala putranya.

"Ibu. Alexa sudah lapar." teriakan Alexa membuat sang ibu menggelengkan kepala melihat tingkah putri satunya ini.

"Dasar si manja itu." sang ibu terkekeh kecil mendengarkan gerutuan Alex.

"Ayo." Sang ibu mengulurkan tangan pada Alex dan Alex menerimanya untuk segera berjalan ke ruang makan dimana Alexa sudah duduk dengan senyum lebar miliknya yang seakan tak pernah pudar.

FraternitasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang