Chapter 9

95 11 0
                                    

Aku yang sudah menjaganya, jangan harap kau bisa menyakitinya.

.

Alex maupun Alexa seperti hari libur biasa, akan memanfaatkannya dengan berlatih di tempat luas yang hanya diketahui keduanya.

"Aku ingin mengetes sudah berapa jauh kau dalam bela dirimu."

"Silahkan, aku juga sudah lama tidak menggunakannya."

Alexa terlebih dahulu menyerang dengan pukulan ke arah Alex yang memang sudah siap dengan kuda kudanya, tanpa kewalahan pun ia bisa menghindar.

Alexa tak tinggal diam, ia terus menyerang mencoba tak memberi celah pada Alex.

Namun, Alexa tak mengingat bahwa ketenangan diri juga dibutuhkan agar tak hanya fokus pada serangan hingga akhirnya tanpa di sadari Alexa memberikan celah pada Alex.

Alex pun tak membiarkan kesempatan itu hilang, langsung saja ia menyerang rusuk Alexa dengan pukulan tapi tidak dengan power penuh karena ia masih bisa mengontrolnya.

"Sial." Gerutu Alexa seraya memegang rusuknya yang terkena serangan tanpa bisa ia cegah.

Tak ingin membiarkan Alex merasa menang, Alexa pun kembali menyerang namun gerakan itu sudah terlebih dahulu dibaca oleh Alex hingga tanpa menunggu Alex memanfaatkannya dengan mengunci Alexa. Yang dimana Alex mengarahkan tangan Alexa dibelakang punggung suadarinya sendiri seraya menekan titik lemahnya.

"Kau terlalu fokus dengan ambisimu akan serangan mu hingga lupa refleks mu akan serangan selanjutnya yang kapan pun bisa memanfaatkan celah yang tidak kau sadari." Alex memberikan komentar lalu disusul melepaskan kunciannya.

"Ketenangan diri pun kau lupa."

"Hufft, aku sangat menunggu kapan bisa menyerangmu dan mengenaimu."

"Kau bisa melakukannya, jika kau mengingat koreksi ku. Paham."

"Ya. Aku paham."

Kembali berlatih, Alex dan Alexa saling mencoba kemampuan masing masing dengan sekali kali Alex mengoreksi gerakan Alexa.

Tanpa terasa malam pun menjemput, membuat keduanya menyelesaikan latihannya dengan tubuh yang letih.

Alexa suka disaat saat ia seperti dilatih untuk menjadi seorang agen, awalnya Alex hanya menyuruhnya menunggu lalu hari ke hari Alexa pun merasa penasaran untuk mencoba dan meminta pada Alex untuk mengajarinya bahkan Alex pun langsung mengiyakan permintaannya.

Hingga sampai saat ini, Alex terus saja melatihnya.

"Kau selalu saja melatihku tapi aku tidak pernah melihatmu dilatih seseorang." Alex melirik Alexa yang sepertinya penasaran.

"Kau tidak perlu mengetahuinya, kau hanya perlu melatih dirimu sendiri dengan aku yang akan mengoreksimu." Alex menepuk pelan puncak kepala Alexa.

"Ayo pulang." Alexa mengangguk.

Alex memberikan Helmet pada Alexa yang langsung memasangkan dikepalanya lalu naik ke atas motor Alex. Selama diperjalanan tak ada yang berbicara, hanya suara angin dan deru motor Alex saling beradu di malam hari.

Ingatan Alexa kembali dimana Alex menjadi sangat dingin, irit bicara dan jarang sekali tertawa. Sejak sang ibu pergi, kejadian yang sangat membuat terpukul untuk kedua si kembar. Mungkin itu yang membuat Alex tak seperti dulu maka Alexa pun cukup memahami atas perubahan Alex.

Alex memang tertutup dengannya tapi Alexa harap tak ada yang disembunyikan Alex darinya. Ya, semoga saja.

Lamunan Alexa buyar saat dirinya merasakan Alex mengerem dengan kuat. Alexa mengedarkan pandangannya lalu matanya terhenti, fokusnya hanya pada mobil hitam misterius sedang menghalangi jalannya.

Alexa kembali memmerhatikan Alex yang rahangnya mengeras lalu dering ponsel membuat Alex mengambilnya dalam saku dan menempelkan di telinganya.

Alexa tak tahu ada apa ini, bahkan Alex tak berbicara diseberang telfon namun langsung memasukkan ponselnya ke dalam saku.

"Tunggi disini." Alexa ingin menghentikannya namun Alex sudah jalan terlebih dahulu.

Alexa terus memerhatikan punggung Alex yang sedang berjalan ke arah dimana mobil itu berada. Dari posisi Alexa dapat melihat dengan jelas seorang pria berumur dengan menggunakan jas licin keluar dari mobil menghampiri Alex.

"Alex." Pekik Alexa melihat saudaranya ditampar cukup keras hingga membuat kepala Alex terbuang ke kanan.

Alex meringis merasakan pipinya terasa panas akibat tamparan cukup keras, Alex melirik Alexa karena mendengar pekikan dari saudarinya.

"Kau tahu resiko apa saja saat pertama kalinya kau memutuskan masuk kemari. Kau terlambat mengirim uang pemasukan dari barang yang kau jual." Alex terdiam.

"Mana uangnya." Alex membuka tas punggungnya lalu memberikan amplob coklat yang cukup tebal kepada pria di depannya.

"Ini terakhir kalinya kau kelupaan seperti ini, Alex." Alex tidak meresponnya.

Alexa dapat melihat mata dari oria berumur di hadapan Alex sedang menatapnya. Lebih tepat menilainya.

"Ngomong ngomong, siapa Gadis cantik itu? Tuan muda pasti menyukainya."

"Jangan menganggunya." Desis Alex. Ia tak suka jika ada yang menatap Alexa dengan maksud tertentu.

"Aku tidak bisa menjamin, apalagi jika tuan muda mengetahui gadis itu."

"Sialan, aku akan membunuh mu jika kau berani memberitahunya."

Pria itu tergelak membuat darah Alex mendidih. Baru saja ia ingin mendaratkan pukulan tanpa diduga dua pria bertubuh kekar menghalanginya.

"Sialan. Jangan menganggap remeh peringatan ku." Desis Alex namun tidak di tanggapi oleh pria paruh bayah yang langsung memasuki mobil hitamnya lalu disusul kedua oleh pria bertubuh kekar yang tadi menghentikannya.

"Brengsek." Umpat Alex menatap tajam mobil hitam yang mulai mengjauhinya.

Alex meredamkan emosinya lalu berjalan ke arah Alexa yang sudah menatap khawatir padanya.

"You okay?" Tanya Alexa.

"I'm okay." Alexa pun memilih diam saat Alex menyuruhnya naik ke atas motornya dan kembali melanjutkan perjalanannya untuk pulang.

FraternitasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang