Chapter 4

111 10 0
                                    

Tak ada rindu yang lebih menyakitkan daripada merindukan orang yang berbeda dunia dengan kita.


"Nyonya, apa boleh sebelum kau pergi bisa memberitahu ku sesuatu?." Tanya Alex saat sudah sampai di dalam rumahnya. Pakaian basahnya sudah terganti dengan pakaian kering, begitu juga dengan Alexa.

''Tentu nak" Nyonya Parker mengangguk lalu duduk, disusul dengan Alex dan Alexa yang juga duduk.

"Katakan sayang" ucap nyonya Parker dengan keibuannya membuat si kembar merindukan nada keibuan dari ibunya yang baru saja meninggalkannya..

"Boleh kau memberitahu ku, tentang kematian ibuku?." Tanya Alex.

Alex sudah menyiapkan mentalnya mendengarkan pernyataan yang mungkin kembali mengguncang mentalnya.

Nyonya Parker terkejut mendengarkan penuturan dari Alex. Dengan menatap Alex dan Alexa, nyonya Parker menghembuskan nafas berat sebelum menceritakan kronologisnya.

"Tadi pagi aku masih sempat menelfon bersama ibumu yang meminta tolong pada ku untuk menjagamu. Aku tahu biasanya ibu mu akan berucap seperti itu. Jika disangkut pautkan dengan hari ini kematian ibumu itu seperti mempunyai firasat sendiri" Nyonya Parker menjeda ucapannya untuk melihat eskpresi si kembar. Terutama Alex.

"Lalu?" Alex bertanya lagi walau tidak di pungkiri hatinya mulai berdenyut sakit.

"Lalu setelah berucap seperti itu ibumu memberitahu ku akan mengajar di sekolah menangah atas tempatnya bekerja. Sekitar dua puluh menit setelah panggilanku dengan ibumu selesai. Nomornya menghubungi ku lagi tapi yang berbicara adalah seorang polisi yang...memberitahu ku" nyonya Parker kembali menjeda merasa tangisnya mulai kembali.

Alex menunggu dengan sabar sembari tangan satunya mengusap rambut panjang Alexa.

Nyonya Parker menghirup udara sebanyak mungkin "Polisi itu memberitahu ku tentang... kematian ibumu...sebab tabrak lari." air mata nyonya Parker terjatuh.

Alex bahkan merasakan tubuh Alexa bergetar dan setetes air mata pun jatuh dari pelupuk mata Alex yang spontan langsung di usap kasar dengan punggung tangan kecil Alex.

"Aku terkejut mendengarnya, dan ucapan selanjutnya dari polisi membuat tangis ku pecah sebab... polisi itu berucap kalau ibumu meninggal di tempat. Sesaat polisi itu berucap seperti itu, aku langsung memintanya untuk membersihkan jasad ibumu dan setelah aku datang di rumah sakit yang membersihkan jasad ibumu, aku pun memintanya untuk segera membawa ibumu dirumah ini. Aku benar benar terpukul kehilangan sosok ibumu yang selalu membantu ku dan kini ia sudah tidak ada" Nyonya Parker menangis.

Lalu Hening.

Hanya ada isakan terdengar, isakan nyonya Parker dan Alexa yang kini berada di dekapan Alex. Alex pun begitu.

"Terima kasih nyonya Parker."

"Tidak perlu berterima kasih sayang. Ibu mu orang yang baik sudah sepantasnya diberikan penghormatan terakhir yang layak." Alex tersenyum menanggapinya. Bersyukur bisa mengenal nyonya Parker yang peduli pada Ibunya.

"Apa kau tidak ingin menginap dulu dirumah ku?" Alex menggeleng.

"Terima kasih tawarannya nyonya tapi kami berdua akan menginap disini. Rumah kami." Alex menolak dengan halus.

"Baiklah, jika kau butuh aku jangan sungkan" Alex mengangguk sekali lagi.

"Apa Alex selalu ada bersama Alexa?." Tanya Alexa menengadah melihat Alex yang sedang menatapnya juga.

"Alex akan selalu bersama Alexa." ucap Alex bersungguh sungguh.

"Memangnya kenapa Alexa berbicara seperti itu?" Tanya Alex pada Alexa yang sedang tidur di pahanya. Dikamar mereka hanya dua orang tanpa seorang bidadari yang kemarin masih menemaninya hingga terlelap.

"Ibu sudah pergi dan Ayah tidak pernah menjaga ku selayaknya Ayah. Alexa tidak ingin jika Alex juga seperti itu." Alex dapat melihat dengan jelas betapa sedihnya mata kelabu yang biasanya bersinar ceria ini.

"Kau ingin berjanji pada Alexa, Alex? Bahwa Alex tidak akan meninggalkan Alexa sendiri?." Alexa kini mengacungkan jari kelingkingnya.

Alex membalas dengan menyatukan kelingkingnya "Alex berjanji." si kembar pun saling tersenyum.

"Sekarang tidurlah."

"Kau tahu Alex. Kau berucap seperti ibu membuat ku merindukan bidadariku." Alexa tidak memperdulikan ucapan Alex tadi.

"Mungkin kita tak melihat ibu tapi kita bisa merasakannya. Disini, dalam hatimu dan hatiku." Alex memegang dadanya dan Alexa yang melihatnya pun melakukan hal yang sama.

"Sekarang tidur." Alexa mengangguk dan mulai terlelap dengan posisi kepala di tenggelamkan di dada laki laki kecil. Kakak yang selalu bersamanya.

Alex pun ikut terlelap. Menutup mata menemui mimpi. Biarkan si kembar tidur nyenyak malam ini, malam yang biasanya sang ibu akan melelapkan si kembar kini hanya ada kedua saudaranya saling mendekap merasakan kedinginan tanpa kehangatan sang ibu.

Membiarkan si kembar melupakan sejenak kepedihannya.

Pagi harinya, nyonya Parker membawakannya seloyang pie yang dibuatnya. Alex menerimanya. Alexa tersenyum ceria melihat seloyang pie kesukannya berada di meja makan. Dengan sabar Alex meminta pada Alexa untuk mandi terlebih dahulu walau dengan wajah merenggut tapi Alexa tetap mematuhi ucapan Alex.

Setelah selesai mandi, Alexa dengan langkah terburu buru menghampiri Alex yang baru selesai menyiapakan sepiring pie lalu memberikan pada Alexa yanh sudah tidak sabar.

Alexa memakannya dengan lahap, Alex tersenyum melihat keceriaan tulus terlihat dimata kelabu adiknya.

Namun ternyata ketenangan sepertinya tidak akan berlama lama. Kini pintunya terbuka dengan kasar hingga Alex dan Alexa terkejut dibuatnya. Disana, ayahnya berdiri dengan tampilan kacau, mata memerah serta tangan yang selalu saja memegang sebotol kaca berisikan alcohol..

Smirk Ayahnya begitu menakutkan membuat Alexa merapatkan tubuhnya disamping Alex. Alex sebenarnya takut namun rasa akan terus melindungi adiknya membuat ketakutannya berangsur menghilang walau tidak semuanya..

"Ternyata benar. Wanita sialan itu sudah mati." Alex tak suka mendengarkan ucapan pria paruh baya yang kini Alex sudah tidak sudi memanggilnya dengan sebutan Ayah. Pria itu tak pantas disebut Ayah.

"Apa yang kalian makan. Ahh, pie. Awas kau anak merepotkan." pria pemabuk mendorong si kembar.

Alex tidak melawan. Namun masih berdiri didepan Alexa. Setelah pria pemabuk itu selesai memakan pie kini berbalik menatap tajam pada si kembar.

"Siapkan pakaian kalian. Kalian berdua akan pergi."

"Kami tidak akan pergi. Ini rumah kami."

"Cihh, kau diam saja bocah kecil. PATUHI SAJA PERINTAHKU!" Alexa menyentuh lengan Alex. Alex menggeleng.

"Ternyata kau keras kepala. Sama seperti wanita sialan yang sudah mati itu."

"Kau tidak berhak berucap seperti itu tuan pemabuk."

"Benarkah?" Pria pemabuk tersebut beranjak dari duduknya, berjalan lunglai di depan si kembar.

Alexa menjerit saat pria itu mengcengkram kuat lengannya membuatnya merintih kesakitan, Alex tak suka melihat Alexa tersiksa.

"Lepaskan Alexa" Alex memukul tubuh pria itu dengan tidak seberapa jika dibandingkan tenaga orang dewasa. Merasa risih, pria itu malah mendorong Alex membuatnya tersungkur.

"Alex." Alexa berteriak diiringi ringisan kesakitannya yang pelakunya tak lain pemabuk dihadapan mereka.

"Laksanakan atau adik keseyangan mu ini akan kesakitan." Alex mau tidak mau menurutinya.

"Kenapa tidak sedari tadi. Dasar anak merepotkan" Pria pemabuk itu mendorong Alexa ke arah Alex dengan kasar..

"Kau tidak apa apa?."

"Lengan ku sakit." Alex melihat lengan Alexa yang tadinya putih kini berwarna merah apalagi jika lengannya Alex sentuh maka Alexa akan meringis kesakitan. Bahkan dalam keadaan mabuk pun, tenaga pria bisa membuat lengan Alexa yang pasti akan berwarna biru.

"LAMA SEKALI. CEPAT LAKUKAN!" bentaknya membuat si kembar terlonjak terkejut dan mulai bangkit segera ke kamar mengambil barang barangnya.

FraternitasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang