Chapter 8

99 6 0
                                    

Takut itu manusiawi namun bukan alasan untuk bertindak bodoh.

.

Hampir selama bersekolah disekolah menangah pertama, Alexa tak memiliki kawan. Memang banyak yang mendekatinya namun tak ada yang benar benar teman.

Alexa menghembuskan nafasnya bosan, sejak dari tadi tak ada yang bisa ia lakukan. Bahkan Alexa berada di rooftop sekolah sedang duduk dengan kaki yang dianyunkan. Dari sini, Alexa dapat melihat keseluruhan sekolah.

Alexa terlonjak kaget namun tak sampai jatuh kebawah dengan bodoh. Gadis bermata kelabu berdiri mencari suara keributan. Rupanya bullying yang sedang dilakukan oleh tiga gadis seumurunya dengan seorang gadis dengan tampilan yang sudah kacau bahkan sekali kali terdengar ringisan dari gadis berpenampilan kacau itu.

"Kau melaporkan kami lagi?" Samar samar Alexa dapat medengar ucapan gadis berambut pirang.

"Kau rupanya senang bermain main dengan kami." Ucap gadis berambut kemerahan dengan tangan yang menjambak rambut hitam milik gadis yang terkena bullying.

"Dasar anak pelacur, seharusnya kau cukup tahu diri." Ucap gadis satunya lagi dengan rambut kecoklatan.

Alexa tak suka melihat kelemahan gadis berambut hitam itu namun Alexa tahu bahwa gadis itu pun takut. Gadis bermata kelabu itupun berjalan dengan santai, setelah langkahnya sudah semakin dekat Alexa dapat melihat kedalam mata gadis berambut hitam. Mata yang penuh akan luka.

Tangan Alexa menghentikan tangan gadis berambut pirang yang siap akan mendaratkan kepalan tangannya di kepala gadis berambut hitam.

"Kau tahu kalau bullying dilarang keras disini dan aku pun tak suka melihat bullying." Ucap Alexa penuh penekanan yang langsung mendapatkan tatapan tajam dari ketiga gadis pembullying namun Alexa tak memperdulikannya.

"Kau tidak apa apa?" Tangan Alexa terulur menyingkirkan rambut yang menutupi wajah gadis di hadapannya yang sedang menangis.

Alexa hanyut melihat tatapan penuh akan luka, kekecewaan dan rasa membutuhkan perlindungan sangat jelas dikedua mata gadis ini.

"Help me!" Bisik gadis itu.

"Pasti" lagi lagi Alexa hanyut dalam secercak sinar di mata gadis yang ia tolong ini.

"Well, Golden student kita rupanya bisa melanggar peraturan sekolah kita."

Alexa tahu ia melanggar aturan sekolah sebab sekolah ini melarang keras para murid untuk berada di rooftop ini.

"Hentikan bullying ini." Alexa menatap tegas pada mereka.

"Apa urusanmu?" Ucap gadis berambut kecoklatan.

"Anak pelacur ini sudah berani berani melaporkan kami." timpal si rambut merah dengan nada mencemooh.

"Bukankah kalian sendiri yang melanggar dan sudah sepantasnya bila gadis ini melaporkannya." Alexa menjawab sinis.

"Sudahlah, Alexa kau pergi saja. Lalu tinggilkan anak pelacur ini."

"Jaga mulutmu." Desis Alexa.

"Itu memang fakta, bahwa ibunya seorang pelacur." Gadis berambut kemerahan menunjuk gadis disampingnya.

Alexa memilintir jari telunjuk gadis dihadapannya tanpa menggubris ringisan kesakitan ataupun umpatannya.

"Ibunya yang pelacur bukan dia, tak sepantasnya kau berkata seperti---Sialan, lepaskan tanganmu. Arrggh" ringisan terdengar saat Alexa memilintir jari si merah yang tadi nampak beringas.

Alexa melirik sinis pada kedua teman dari gadis berambut kemerahan ini membuat kedua gadis itu hanya bisa diam, merasa terintimidasi oleh tatapan Alexa.

"Aku akan melepaskannya jika kau langsung pergi dan tak kembali menganggu gadis ini. Kalau aku melihatmu kembali menganggunya maka jangan salahkan aku jika tanganmu akan patah." Alexa memberikan peringatan. Melepaskan pelintirannya dan membiarkan ketiga gadis itu pergi.

Alexa berbalik melihat gadis disampingnya dengan kepala tertunduk namun tak lama kemudian kepala gadis itu mendongak untuk menatapnya.

"T..terima kasih" Alexa tersenyum membalasnya.

"Sama sama. Ya tuhan, wajah mu lebam." Pekik Alexa melihat lebam di pipi gadis dihadapannya.

"Duduklah." Awalnya gadis itu ragu namun Alexa memaksanya yang akhirnya di ikuti.

Gadis berambut hitam itu melihat gadis bermata kelabu, Gadis yang menolongnya. Yang ia tahu bernama Alexa kini sedang merogoh saku rok biru Navy-nya untuk mengambil ponsel yang sekarang sedang bertengger di telinga Alexa, entah dengan siapa Alexa berbicara.

"kakak ku tersayang bawa kan aku es batu. Aku berada di rooftop. Terima kasih." Rupanya Alexa sedang menelfon kakaknya.

Menjadi Golden student membuat Alexa diketahui oleh semua murid di sekolahnya begitu juga saudara Alexa.

Alexa tersenyum, ia tahu bahwa sedari tadi gadis berambut hitam ini memperhatikannya.

"Sebentar lagi kakakku akan membawa es batu."

"Terima kasih."

"Kau ini sedari tadi terus berterima kasih, bagaimana kau memberitahu ku siapa namamu!."

"Stella."

"Stella?" Stella mengangguk.

"Hanya itu, tanpa marga." Jawab Stella.

"Maafkan aku."

"Tidak apa apa. Karena memang tak ada yang sudi memberikan marga kepada anak pelacur."

"Kau tak harus berkecil hati. Kita semua sama di mata Tuhan."

"Aku tidak percaya Tuhan karena ia membenciku."

"Kau jangan berfikiran seperti itu. Tuhan tidak membencimu."

"Terima kasih." Stella Memilih tak ingin membuat Alexa merasa ia menjelek jelekkan Tuhan.

Tentu saja Alexa percaya dengan Tuhan karena Alexa memiliki hidup sempurna.

Tapi Stella lupa dengan pepatah jangan menjudge seseorang hanya dari cover.

Stella mendongak, melihat seorang pria berjalan ke arahnya. Bukan, lebih tepatnya ke arah Alexa.

Alex. Kakak Alexa.

"Kau ini lama sekali tapi terima kasih." Gerutu Alexa yang langsung mengambil sekantong kecil berisi es batu pesanannya.

"Ada apa ini?" Tanya Alex. Dengan mata melihat bingung le arah gadis yang diobati oleh adiknya.

"Perkenalkan, Stella ini Alex. Alex ini Stella."

"Siapa dia?" Tanya Alex.

"Dia teman baru ku."

"Secepat itu? Bukankah kau tak memiliki teman."

"Ih kau ini." Alexa menatap kesal Alex.

"Maafkan aku, tapi aku hanya gadis yang ditolong oleh Alexa."

"Memangnya ia kenapa Alexa?."
tanya Alex.

Stella menunduk merasa malu sebab Alex tak memperdulikan ucapannya, Stella pun tak berani menatap ke dalam mata tajam Alex.

"Dia di bullying."

"Oh." Alex membiarkan Alexa mengobati gadis yang bernama Stella. Dan dirinya sibuk memainkan game online di samping Alexa sembari menunggu adiknya.

"Astaga, kakakku tersayang."

FraternitasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang