Chapter 13

96 5 0
                                    

Percayalah, kita kuat jika bersama.

.

Alexa menoleh ke samping melihat dari kaca ruang tamu rumahnya, diluar sedang hujan deras namun tak ada tanda tanda Alex akan pulang.

"Kemana dia?" gumam Alexa sembari menyandarkan kepalanya ke sofa yang sedang ia duduki.

Alexa kembali meminum coklat hangat dalam mugnya, berharap dengan bersantai seperti ini bisa merileks kan pikirannya setelah beberapa saat lalu pikirannya sedang kacau mengingat segala kemungkinan jika Alex meninggalkannya seperti keluarganya yang lain.

"Aku tak suka ini." Alexa menggelengkan kepala berharap menghilangkan pikirannya itu.

Lima belas menit kemudian, deruman motor terdengar dari luar disusul dengan suara langkah yang masuk ke dalam rumah.

Alexa melihat Alex yang sedang melepaskan sepatu dan jaket kulitnya yang basah dan melemparkannya langsung ke dalam mesin cuci.

"Kau dari mana?"

Alex menoleh, tersenyum samar.

Alex tahu jika Alexa tak bisa berlama lama tak menanggapinya.

"Aku ada urusan di luar." Ujar Alex sembari berjalan ke arah kulkas.

"Hmm."

"Kau masih marah?" Alexa menoleh menemukan Alex sedang berjalan ke arahnya dengan memegang soda kaleng.

"Entahlah." jawab Alexa mencoba mengacuhkan Alex.

"Aku tak ingin meneruskan IAS." Spontan Alex menoleh sesaat mendengarnya.

"Kau pasti sedang bercanda."

Alexa melihat tepat ke arah Alex "Aku tidak bercanda dan aku serius."

"Jangan berbicara seenakmu Lexa."

"Memang kenapa?"

"Ini untuk mu masa depan mu juga! Kau pikir biaya pendaftaran mu itu murah?"

"Karena itu menyangkut masa depanku maka itu hak ku dan soal uang mu akan aku ganti setelah aku mendapatkan pekerjaan."

"Kau kira mudah mendapatkan pekerjaan?"

"Ya---Mudah." Ujar Alexa Ragu ragu.

"Ck Kau saja masih ragu menjawabnya." Alex menatap tajam Alexa disampingnya.

"Ta--pi--"

"Cukup Lexa, berhenti main main! Semua sesi sudah kau lakukan, tinggal tunggu hasilnya saja. Dan selain hari ini, kau tak boleh membahas pembatalan niat mu." Alex ingin keras kepala, menolak hal apapun yang menyangkut pembatalan adiknya.

"Pergilah ke kamar mu." ucap pria tampan itu lagi, tanpa melihat Alexa.

Alexa tahu sikap keras Alex tapi dia tak menyangka akan sekeras ini, Alex benar benar tak ingin dibantah.

Alexa menatap sejenak Alex yang berpaling darinya, mendongakkan kepalanya agar air matanya tidak jatuh lalu menghirup udara agar dadanya tidak terlalu sesak. Tapi percuma, dadanya tetap saja sesak. Alexa beranjak meninggalkan Alex tanpa sepatah kata pun berjalan secepatnya untuk segera masuk ke dalam kamarnya. Membanting pintu dan menghempaskan dirinya ke ranjang.

Menangis terisak dengan menenggelamkan kepalanya di dalam bantal kepalanya. Dada Alexa sesak mengingat dirinya akan sendiri di asrama jika ia diterima, ia sendiri mudah mendapatkan teman baru jika Alexa ingin.

Tapi persoalan lain jika harus meninggalkan Alex yang merupakan kakak kembarnya sendiri, saudara yang menemani sekaligus menjaganya sedari kecil bahkan menguatkannya dalam keadaan rapuh walau Alex juga mati matian menguatkan dirinya sendiri.

"Kenapa kau egois sekali Alex? Kenapa mengambil keputusan sendiri? Meninggalkan mu benar benar kelemahan ku." Suara Alexa teredam oleh bantalnya sendiri.

Alexa terus meracau tanpa memperdulikan dijawab ataupun tidak, itu bukan masalah. Gadis itu hanya mengeluarkan semua sesaknya, meninggalkan Alex dalam keadaam sendiri tanpa membantu pria itu untuk mencari uang agar melanjutkan hidup yang layak.

Sementara itu, tanpa sepengetahuan Alexa. Saudara kembarnya yang ia tangisi berada di luar kamar Alexa terdiam tanpa suara mempertajam pendengarannya untuk mendengarkan keluh kesah Alexa.

"Maafkan aku ibu, sebentar lagi aku melanggar janji ku padamu." Alex tersenyum miris.

"Maafkan aku, aku benar benar minta maaf." lirih Alex, menundukkan kepalanya.

Sepekan sudah, informasi mengenai para murid baru yang di terima oleh pihak IAS (International Agent School) sudah keluar.

Alexa berjalan dengan lesu di belakang Alex yang begitu berbeda dengan Alexa tampak bersemangat sekali berjalan, terkesan terburu buru padahal tidak ada yang mengejarnya.

Alexa terus memperhatikan pria disampingnya, sangat antusias dalam mencari namanya di layar hologram. Bahkan Alexa terkesiap ketika Alex kembali menatapnya dengan senyum bangga.

Air mata Alexa luruh begitu saja membuat Alex heran dalam beberapa saat namun kembali menerbitkan senyum hangat, merengkuh Alexa.

"Terima kasih sudah berusaha melakukan yang terbaik dalam setiap tes, usaha ku tak sia sia memasukkan mu ke dalam sini. Usaha kita tak sia sia Alexa, Aku bangga padamu." ujar Alex merengkuh Alexa, mencium kening Alexa dengan begitu tulus lalu kembali merengkuh tubuh mungil saudarinya.

Alexa bukannya tak bahagia namun perasaan sesak setiap kali memikirkan ia akan berpisah dengan Alex saja benar benar menyiksanya apalagi kali ini ia benar benar akan berpisah dalam beberapa tahun dengan Alex.

Alexa tahu jika akademinya akan selesai namun firasatnya benar benar membuat ia takut. Ia takut dipermainkan oleh takdir untuk kesekian kalinya.

"A--aku bahagia. Ya, usaha kita tidak sia sia." Alexa berujar, terbata bata oleh isakannya.

Alex tahu apa yang ditakutkan Alexa, ia juga tahu kalau Alexa senang namun tidak di pungkiri perasaan sesak gadis ini menganggu Lexa dan dirinya sendiri.

Seribu maaf Alex lontarkan dalam hatinya, berbohong bahwa semuanya akan baik baik saja padahal ia sudah melihat bayangan kekecewaan Alexa padanya suatu saat nanti.

Alex senang melihat nama Alexa Aqila Orlando tertera di barisan ke empat dalam hologram. Sangat senang dan bangga sekaligus berat rasanya benar benar melepaskan Alexa tanpa tahu seberapa lama ia berpisah dan tidak berjumpa. Setidaknya, Alex tahu jika dalam akademi ini Alexa pasti menjadi Agent yang handal. Alex yakin itu.

"Kau akan ku jaga dari jauh. Perasaan mu mungkin akan tahu tapi mata mu tidak akan melihatnya." Alex membatin.

"Hey, tersenyumlah. Kau sudah di terima dan kau membuat ku sangat bangga." Alexa mengusap air matanya lalu mengangguk. Menatap teduh mata Alex yang berwarna sama dengan dirinya.

"Aku tidak akan mengecewakanmu." Alexa menyakinkan.

Tapi aku yang akan mengecewakan mu. Maaf.

"Ini baru Alexa ku. Aku akan memegang ucapan mu! buatlah aku bangga terus terhadapmu." Alex mengelap cairan cair dari hidung Alexa menggunakan tissu yang tersedia disusul dengan mengusap rambut Alexa.

Perasaan Alexa mulai membaik saat tatapan bangga Alex padanya mampu meruntuhkan egonya untuk tidak menolak keinginan Alex dan impian dirinya, akal sehatnya sudah kembali.

"Ayo kita pulang." ucap Alex.

"Ya. Ayo kita pulang." balas Alexa.

FraternitasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang