AMPAH
♣♣♣Aku tertegun melihat pemandangan sadis di hadapanku, lututku seolah kehilangan tenaga membuatku jatuh bersimpuh di tanah lembab berumput. Tapi, kenapa rasanya lututku terantuk sesuatu yang teramat keras, membuat perhatianku terfokus ke lutut.
"Aaakkkhhh ...!" ringisku.
Alam yang tadinya gelap gulita menjadi terang benderang dengan embun di sekitarku. Eh, tunggu! Bukankah tadi aku berada di tepian tebing dan dikelilingi hutan belantara, kenapa sekarang aku di atas tanah berbatu, di tepi jalan, dan ... yang membuat lututku ngilu adalah tuas rem belakang motorku sendiri.
Indera dengarku menangkap suara cekikikan wanita. Aku menoleh ke sumber suara. Di sana kulihat dua gadis berdiri di pinggir jalan sambil menutup mulut mereka dengan ekspresi geli. Mereka melihat ke arahku. Sudah bisa dipastikan yang membuat mereka tertawa geli adalah jatuhnya aku dengan konyol barusan.
Aku hanya bisa tersenyum seraya menggaruk belakang kepalaku yang enggak gatal. Susah payah aku menutupi ekspresi meringis sambil bangkit dari tanah berbatu sialan di bawahku.
Dua gadis di depanku mengenakan sarung dengan motif batik yang diikat pada salah satu bahu mereka, membawa gayung dan sabun-sabunan, dan ada handuk menutupi bahu mereka yang lain. Dua gadis itu berlalu ke jalan setapak yang enggak jauh dari posisiku.
"Tunggu, Dik!" seruku.
Sontak mereka berbalik dengan wajah sedikit tersipu, "Ya?" jawab gadis berhanduk biru.
"Apa kalian mau ke sungai?"
Mereka mengangguk ragu.
"Boleh Abang ikut?"
Gadis berhanduk hijau mengernyit pada gadis berhanduk biru. Mereka bertukar pandangan.
"Tenang aja, Abang enggak bakal ganggu kalian. Abang cuma butuh air dan enggak tau ke mana ...."
"Iya, ikut aja, Bang," potong gadis yang berhanduk biru. Sementara gadis berhanduk hijau melotot ke arahnya.
"Tapi, tampaknya temanmu keberatan," ujarku.
"Namanya Fia, dia emang lebih berat dariku, Bang," sindir gadis berhanduk biru. Kontan saja gadis itu mendapat pelototan dari Fia.
Melihat ukuran tubuh mereka, aku mengamini dalam hati. Memang Fia lebih gemuk dari gadis satunya yang tampak lebih bersahabat ini.
"Oh, namanya Fia. Kalau kamu sendiri?" tanyaku seraya melangkah menuju mereka.
"Aku Lia," jawab gadis berhanduk biru. "Ikut saja, Bang. Kupikir kamu kecapekan, habis tidur kok di atas motor."
Astaga! Jadi, aku benar-benar ketiduran. Terus kejadian mengerikan semalam?
"Oh, ahaha ...," aku tertawa garing. "Iya sih kayaknya."
"Motornya ditinggal di pinggir jalan, Bang?" Akhirnya Fia buka suara.
"Emang kenapa?"
"Kalau ada curanmor, gimana?" tanya Lia.
"Bensinnya habis," ujarku.
"Kalau diderek maling, Abang mau naik apa?" timpal Lia.
Aku menghela napas berat. "Ya sudah Abang bawa motornya." Aku pun dengan berat hati mendorong motor melalui jalan setapak, mengikuti langkah kedua gadis di depanku.
Fia dan Lia bercengkrama dengan suara yang teramat pelan. Sesekali Fia tampak menyikut pinggang Lia.
"Kalian kembar ya?" tanyaku memecah kekakuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencari Jejak Mantan
Adventure"Kamu tuh ya, panas-panasan mulu. Lihat kulit kamu, item gitu. Mana ada cewek yang mau sama cowok yang dekil kayak kamu." "Kata ulang ditambah akhiran 'an' artinya mainan. Panas-panasan berarti panas mainan, ya kan, Mi?" olokku dengan tampang polos...