Chapter Seven

77 15 51
                                    

Pergi?
♣♣♣

"Sejak lu pergi, Vina jadi kacau," jelas Jhoni.

"Maksud lu, Ruk?"

"Vina jadi kayak cewek enggak waras, kalau kata orang melayu tuh di mana duduk di sana melamun, di mana berdiri di sana bermenung," lanjut Jhoni.

Aku tersentak mendengar penjelasan Jhoni. Aku enggak menyangka sefatal itu kepergianku bagi Vina. Sedang aku yang pergi masih bisa melangkah biasa saja, walau hati selalu rindu. Tapi, kuakui banyak cewek yang mampir di hidupku.

"Keluarganya pun bingung, sempat beberapa kali Vina dibawa ke dukun karena mereka pikir Vina diguna-guna sama lu," tambah Jhoni. "Terus sampai dibawa ke psikiater juga."

Aku kehabisan kata-kata, kuembuskan cincin-cincin asap ke udara bermaksud menerbangkan kekalutan.

"Gue berusaha nyari kontak lu di buku telepon, gue sempet ngomong di telepon sama tetangga lu sepuluh tahun yang lalu berkat buku telepon itu," jelas Jhoni.

"Tetangga gue?"

"Ya, kalau enggak salah namanya Pak Yus ... Yus ... Yus ... apa ya?" Jhoni tampak berpikir keras. Ia menyeruput kopi di gelas kaca miliknya.

"Yusrani?" tebakku.

"Nah itu!" seru Jhoni.

"Itu Kakaknya Abi," lirihku. "Apa kata Om Yus?"

"Katanya lu mau dijodohin gitu," tandas Jhoni.

"Anjir!" Aku enggak bisa mengontrol kalimatku lagi. "Bisa-bisanya ngomong kayak gitu sepuluh tahun yang lalu."

"Jadi enggak bener tuh, Nyet?"

"Ya enggak lah, orang gue sekolah, kuliah, terus kerja deh sekarang. Mana sudi gue dijodohin, emang zaman Siti Nurhaliza apa," gerutuku.

"Siti Nurbaya, be te we," balas Jhoni.

"Sama aja Siti-siti juga," aku enggak mau kalah.

"Maksa."

"Terus jangan bilang kalau obrolan lu sama Om Yus sampe ke telinga Vina?"

"Ya ... maaf, gue terpaksa nyampein, Nyet," jawab Jhoni. "Abis mana tega gue liat adik sepupu gue kayak orang sinting gitu."

"Aduh!" Aku menepuk jidat. "Terus Vina gimana?"

"Vina tambah kacau habis itu, bahkan dia nolak makan." Jhoni mengunyah pisang goreng panas yang baru saja disajikan istrinya. "Bertahun-tahun lamanya Vina kayak gitu, sampai putus sekolah."

Aku melongo.

"Kata Emaknya Vina, tiap malam Vina ngigo manggilin nama lu mulu, Nyet."

Aku lupa caranya mengisap rokok.

"Sampai akhirnya sekitar berapa lama ya ... kalau enggak salah tiga atau empat tahun yang lalu, Vina dibawa Emaknya pindahan ke Muara Teweh," jelas Jhoni.

"Di rumah Neneknya?"

Jhoni mengangkat kedua bahunya. "Entahlah, gue enggak pernah ada kontak lagi sama Vina apalagi ketemuan."

"Plis ... kasih gue kontak keluarga Vina yang tinggal di sana dan alamat lengkapnya. Gue mau ke sana sekarang juga," kata gue dengan suara bergetar.

"Eits ... tunggu dah, jangan buru-buru. Besok aja, malam ini kan lu harus nginap di sini. Lu tega sama Istri gue? Dia udah masak banyak buat kita," cegah Jhoni.

Aku pun bersandar lemas di dinding rumah Jhoni. Rasanya tenagaku terkuras habis mendengar kepahitan hidup Vina sepeninggalku.

♣♣♣

Mencari Jejak MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang