Bab 24

9 0 0
                                    

Sempurna dan harus menang. Pokoknya menang. Itu salah satu obsesi perempuan pada umumnya. Maka dalam segala hal Aye berpikir amat detil memikirkan hal besar sampai yang terkecil. Mata aye seperti bisa mengukur jarak lantai, debu yang menempel dan benda yang letaknya berbeda saat awal diletakkan sebelumnya. Aye paling benci jika ada orang yang terlalu cuek dengan rumah yang dibiarkan berantakan. Sebel. Tiba-tiba mulut Aye bisa langsung nyerocos menyaksikan ketidakberesan di depan mata.Nah itu yang ingin Aye katakan laki-laki sering kurang peka melihat ketidakberesan. Ia hanya peduli dengan bacaan, hobi, dan mainan semacam game untuk membunuh waktu, atau kalau waktunya tayangan bola atau Moto GP mereka asyik sekali seakan sudah menemukan dunianya. Aye paling tidak mau kotor-kotor dan lingkungan yang berantakan. Beda dengan suami yang asyik saja tidur ditempat berantakan, gelap asal sudah ditemani gadget atau TV dengan tayangan bola.

Dalam prinsip Aye semua pembicaraan harus menjadi milik gue. Tak boleh ada celah sedikitpun Aye tidak kalah bila berdebat, Aye mesti menang. Begitulah mungkin sudah naluri bila aye memang diberi mulut lebih untuk bisa menyemprotkan kata-kata semirip metraliur tanpa jeda. Perempuan memang harus menang debat sebab itu modal utama, kalau bersaing secara fisik jelas kalah. Untungnya dengan posisi lemah tidak berdaya perempuan bisa jadi beralasan jika diperlakukan kasar maka bisa menuntut dan bisa jadi laki-laki atau suami bisa terkena pasal penganiayaan atau telah melakukan perbuatan kasar terhadap kaum lebih lemah terutama perempuan. Enakkan. Padahal kadang-kadang Aye sering melakukan penyiksaan kata-kata dengan menuduh suami atau lelaki hanya berdasarkan naluri atau dugaan perasaan saja. Entah kebenarannya bisa dipertanggungjawabkan atau tidak yang penting Aye menang debat.

"Beib, Kamu sudah pikirkan tuduhanmu saya pikir itu hanya perasaanmu saja..."

"Sudah, say, perasaaan perempuan itu tajam...dari gelagat muka, tingkah laku saja ketahuan bahwa kamu bohong."

"Okelah jika aku bohong apa buktinya...?!"

"Sudah tidak usah banyak alasan bohong ya bohong, mau menghindar?"

"Khan...aku butuh penjelasan logis..."

"Sudah jelas-jelas bohong masih ngeles dan berlagak tidak berdosa...please ngaku saja kamu tadi ketemuan khan sama seseorang...?"

"Ya memang saya ketemu sama seseorang tapi khan dalam rangka kerja, bukan dengan maksud lain."

"ah banyak alasan, pasti ada maksud lain kamu ketemuan."

"Sumpah, say tidak melakukan apa-apa selain urusan kerja saja..."

"Sudah terlalu banyak alasan Say, ngaku saja khan lebih bagus daripada berbohong..."

Sehabis itu Aye masuk kamar. Bingung melihat suami yang bagi aye seringkali bohong. Benarkah hanya masalah kerja. Pasti ada niat lain. Terkadang Aye harus merunut beberapa alasan-alasan suami sebelumnya. Betul Aye tidak akan percaya begitu saja kata-katanya. Harus kupastikan ia memang kerja bukan berniat selingkuh. Menangis itu pelarian yang paling memungkinkan dan itu menjadi senjata agar suami bisa mengelus-elus tubuhku dan meluluhkan kemarahan yang menyesakkan dada.

"Beib, lihat mataku, apakah ada kebohongan yang tersisa dari mata ini."

Wajah suami gue tampak amat memelas. Sepertinya ia bingung. Mengapa susah benar mengerti perasaan perempuan yang susah ditebak. Baru beberapa waktu lalu bercanda saling tertawa tapi tiba-tiba hanya salah mengucapkan kata masalah datang dan menjadi konflik yang menguras emosi serta perasaan.

Itulah perempuan selalu mempunyai misteri yang susah terselami. Ia bisa tiba-tiba senang dan bisa tiba-tiba uring-uringan. Tidak ada yang bisa menebak arah perasaan perempuan karena bisa saja tiba-tiba perempuan begitu amat sayang dan manja tapi bisa menjadi amat kasar dalam kata-kata.

Cinta Tiga SisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang