keping 1 Suami

34 1 0
                                    


Suami


Tubuhku semakin kurus hampir hanya tersisa tulang dan kulit saja. Aku tidak tahu apakah aku sedang menderita suatu penyakit. Rasanya tidak ada yang aneh dalam diriku, tapi mungkin apa yang sedang kurasakan sekarang adalah sebuah pergulatan bathin. Terus terang aku ini ingin bahagia,hanya banyak waktu habis hanya untuk bertengkar dengan istriku. Dia terlalu sempurna dalam memandang hidup sedangkan aku terlalu tidak ideal untuk menjalani kehidupan yang sempurna. Kata teman-temanku yang berasal dari Jawa aku sedikit dedel, agak lemot dalam hal berpikir dan memutuskan sesuatu. Tapi aku beruntung punya keluarga yang mengantarkan aku hingga sarjana. Hebat khan secara IQ mungkin aku tidak akan sampai bisa kuliah apalagi kuliah di perguruan tinggi negeri. Tapi nyatanya aku bisa. Dari kecil sampai besar aku belum pernah tinggal kelas. Aku begitu menikmati hidup, suka menantang diri, suka berpetualang. Sampai saat aku berumah tangga. Aku pernah merasakan kebebasan sebagai seorang jomblo yang tidak punya pacar, aku pernah merasakan sensasi ditolak perempuan,mengejar perempuan yang kiranya suka ternyata hanya PHP, toh aku senang-senang saja. Sangat komplit ternyata hidupku.

Hidup ternyata sebuah perjalanan masalah. Hampir sepanjang hari diterpa masalah, dan masalahnya itu datang tidak terduga dengan pemicu yang tidak pernah terduga pula. Kalau aku harus meramalkan masalah yang akan datang terus terang tidak sanggup.Daripada aku terlalu terbawa perasaan saat menghadapi masalah ya sudah apa yang sedang digenggam ya di urai satu persatu. Yang penting yang kupegang satu jika aku mentok tidak bisa mengurai masalah ya berdoa, mengendapkan semua emosi dan kalau perlu teriak keras dengan peredam bantal, atau menulis.

Bela istriku datang dalam hidupku saat aku sedang menikmati masa jomblo yang menyebalkan. Apakah begitu tuanya aku menjomblo hingga kadang tetanggaku memandang sinis diriku saat ke mana-mana takut pada wanita sendirian. Begitu hinanyakah seseorang tanpa pasangan hidup hingga harus diterpa isu miring entah homokah, bancilah, takut pada wanitalah.

Aku ini termasuk manusia yang sudah pernah merasakan semuanya, Jomblo, pengangguran, Bonek, dan manusia aneh yang sibuk dengan diri sendiri. Kini aku merayakan hidupku sebagai suami yang mulai mengenal kehidupan wanita. Aku pikir wanita itu simple, tidak ribet dan serba menyenangkan, ternyata ketika masuk dalam mahligai pernikahan satu persatu rahasia wanita terurai. Duh begitu banyak ternyata persoalan yang harus dihadapi jika beda pendapat dengan perempuan. Sejak start awal menikah ketika bisa melihat sejelas-jelasnya kepolosan mereka ternyata aku harus melewati perbedaan-perbedaan yang sungguh mengagetkan. Tapi itulah yang mendewasakan hidupku. Ternyata kebebasan hidup yang kurasakan selama ini harus berhenti. Aku harus berbagi dan harus mengerti latar belakang hidup seseorang yang menjadi belahan jiwa tersebut. Apa yang kulihat sebagai sebuah kenikmatan memang sungguh terjadi, kenikmatan untuk bisa melepaskan gairah seksual, menyatukan kerinduan, pernyataan cinta dan membangun nuansa romantis. Semasa pacaran cinta itu amat indah, setelah menikah aku harus melihat kenyataan tentang kekurangan-kekurangan pasangan yang mulai muncul satu persatu.

Sekarang aku akan mengaku dosa tentang ego lelaki yang membuat perempuan harus memasang muka cemberut. Terutama tentang hobi. Biasa, setiap laki-laki pasti punya hobi yang membuat ia sering lupa bahwa ia punya keluarga. Katakanlah travelling, naik gunung, bersepeda dan hobi menantang lain semacam oleh raga ekstrem. Istri akan mulai ikut urun rembug untuk melepaskan hobi satu persatu dan fokus untuk keluarga. Jika aku ngeyel maka badai awal rumah tangga mulai. Istri mulai merajuk, ngambeg dan uring-uringan. Nah, aku harus bisa kompromi jika tidak ingin rumah tangga masuk dalam masalah stadium satu. Sebagai pria dewasa aku harus bisa mulai mengeluarkan jurus rayuan agar istri luruh dan tenang.

"Say,...kamu masih ngambeg..."Tanganku mulai menelusur punggung istri untuk mendapat respon positif.

"Tak usah panggil say, kawin saja dengan hobimu..tinggalkan aku..ngapain pegang-pegang!!!"

"Idih, galak bener...dengarkan dulu sayang...?"

"Sejak kapan kau memanggil sayang...masih ingat ya dengan mantanmu...?"

"Sejak kapan aku punya mantan...?"

"Belagak lupa...emangnya aku tidak pernah membaca diarimu...!?"

"Say, masa lalu tinggal masa lalu yang kita hadapi adalah masa sekarang please deh jangan ungkit masa lalu..."

"Jiee... ngeles aja...tolong kau jawab sekarang...kau mau rumah tangga kita selamat atau kau asyik dengan hobimu itu... tinggal pilih saja."

"Oke...okey aku ngalah sayang...mulai hari ini kutinggalkan hobiku itu...aku mau selalu bersamamu...tapi tolong jangan lagi marah, nanti wajahmu menjadi tua lho..."

"Kau mendoakan aku cepet tua yaa...?"

"Bukan begitu, Beib..."

"Ya udah cari saja perempuan kinyis-kinyis, begitu khan maumu...?"

Segera kurangkul istriku dan kubelai rambutnya, kuberi kecupan dikening dan sejenak senyap oleh emosi masing-masing. Rangkulan itu membawa istriku melupakan masalah yang datang dalam kehidupan rumah tanggaku, badai awal itu segera berlalu, meski aku tahu akan segera datang badai yang lain di lain waktu.

Cinta Tiga SisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang