Prolog

4.3K 407 43
                                    

_______

InSide Life

Chapter : Prolog

_____

Happy Reading

_______

Gedung kembar tinggi membela cakrawala Yokohama memberi kesan betapa kumuhnya daerah sekitar kala dibandingkan dengan beberapa gedung kembar berunsur mewah yang kentara. Pemegang kekuasaan absolut dan konkret atas mobilitas bisnis sang kota pelabuhan, jajaran gedung berlantai enam puluh lebih yang merangkap sebagai bisnis pariwisata atau sekedar perkantoran berstandar tinggi. Bangunan kokoh berpondasi konkret dan baja berhias arsitektur Kontemporer dengan kaca satu sisi terlihat memanjakan mata kaum proletar, sebagai pemerkasa identitas sang borjuis kala menggunakan kekuasaan guna menginjak kepala rakyat jelata di sekitar.


Dunia tak seindah ekspetasi manis dari imagi manusia, kala identitas pemilik asli sang gedung telah terungkap dirana publik.


Seorang mantan dokter muda jenius dengan segudang prestasi sekaligus wakil ketua pendahulu, mendudukkan diri di singgasana mewah berhias kekuasaan. Pemimpin kaum bayangan guna melindungi harga diri serta ketenteraman abadi kota pelabuhan; Port Mafia. Lelaki di penghujung kepala empat namun memiliki segudang cerita kelam di balik bayang jubah hitamnya.


Pemimpin Port Mafia; Mori Ougai.


Identitas disembunyikan oleh pribadi kekanak-kanakan, serta jubah putih sebagai identitas di lembaga medis. Senyum cerah serta tangan yang senantiasa menggandeng seorang gadis mungil bermahkota Blonde lembut -tanpa sadar mengundang tatapan curiga orang sekitar, serta wibawa penuh unsur dewasa serta kebijaksanaan tanpa batas.

Kepalanya menyembunyikan berbagai jalan pikiran di luar akal sehat, mengutamakan logika serta kemampuan yang mengundang decak kagum. Lelaki itu rela melakukan apapun guna kelancaran jalan bisnis diri sendiri, pundi uang serta aset investasi terus bertambah seiring senyum yang kentara menyembunyikan sesuatu dibaliknya.

Lelaki itu nyaris sempurna.


|| InSide Life ||


Ia nyaris sempurna--


Kecuali dalam mengurus putri tunggalnya.


Seorang putri hasil jerih payahnya dengan wanita yang kini telah menjadi kenangan pahit tumbuh menjadi gadis remaja menawan dengan surai obsidian berhias netra Crimson sendu, membawa perangai khas didikan sejati lelaki berdarah dingin, pemikiran absolut dilengkapi logika tanpa perasaan menciptakan seorang putri berparas ayu dengan kesan dingin yang kentara di setiap ucap kata.

Di salah satu bangunan tinggi membelah Cakrawala Azure Yokohama, di lantai tertinggi di bangunan utama. Kesan klasik berbalut merah tanpa meninggalkan unsur Kontemporer, kaca besar kini menyuguhkan pemandangan Yokohama kala sang surya mulai mengistirahatkan diri. Seorang lelaki mendudukkan diri di atas singgasana berbahan dasar mahoni berlapis beludru yang menyatu dengan warna sekitar -jika bisa abaikan seorang gadis mungil berbalut gaun merah di pangkuan. Memandang angkuh putri sendiri di hadapan.

Di hadapan sang lelaki berdiri seorang gadis cantik berbalut kabut dingin kentara menunjukkan aura mematikan, menatap sang ayah dengan netra Crimson sendu membiarkan diri memberi kesan menantang pada tatapan mata.

"Aku keluar dari Port mafia." Tegas dan lantang, namun dingin di saat bersamaan.

Sang gadis dengan anugerah nama (Name) membawa karakteristik sang ayah secara totalitas, penampilan luar serta dedikasi akan jalannya laju bisnis bagai kloning milik sang Ougai. Didikan berbuah manis membawa arogansi hingga mengabaikan isi hati sang gadis, kini lelaki itu merasakan pemberontakan mulai melanda diri.

Ougai sedikit menyesal bahwa anaknya sangat mirip dirinya -mengingat kejadian lampau antara dirinya dengan sang pendahulu.


"Kau baru 13 tahun, apa yang akan kau lakukan di luar sana?" Tenang namun memberi efek tusukan telak.

Sang gadis terdiam, tanpa sadar mengulum bibir sendiri kentara tak memiliki jawaban absolut guna menyanggah argumen sang ayah.


"Kau masih terlalu muda" Ougai menghela nafas bersamaan dengan tangan yang memijit pangkal hidung sendiri kentara tak mengerti situasi secara keseluruhan.


"Apapun alasannya aku akan tetap mengundurkan diri." Kokoh dalam pilihan diri, tekad sang gadis dapat di beri pujian.


"Aku mampu hidup sendiri, karena itulah aku memutuskan melepaskan diri dari ayah. Aku datang kesini bukan untuk meminta persetujuan dari ayah. Tapi aku akan kabur!" Nada bicara naik di akhir kalimat bersamaan dengan kedua tangan yang terkepal di dada.


Tersenyum kentara gemas dengan perkataan putri sendiri dengan unsur polos serta lugu yang mendominasi, wajah imut berunsur sendu kala memohon bagai anak kucing terlantar mengundang simpatik dalam diri.


Tapi itu belum cukup meluluhkan bongkahan es dalam diri.


"Biarkan aku kabur...." kedua tangan menggantung di samping tubuh. Pipi tembam kemerahan kini terisi udara lantaran berpout ria; memancarkan aura anak kecil andalan menghadapi ayahnya.


"Haah..." takluk, Ougai mengalah. Sekali lagi ia memijit pangkal hidungnya bersamaan dengan Helaan nafas yang keluar dari bibir.

"Baiklah"

Kepala yang tadi sempat menunduk terangkat, sontak memberi sebuah lukisan kental akan kesenangan yang tersirat sebelum kembali menunjukkan ekspresi datar khas milik diri sendiri. (Name) memandang lembut sang ayah sebelum kalimat berisi pengunduran diri terucap di bibir ranum miliknya

"Aku sayang ayah!" teriak polos (Name) tubuhnya melangkah ke pintu cendana beberapa meter sebelum tubuh tepat berdiri di hadapan sebuah pintu kayu kokoh berbahan dasar kayu. Sepasang lelaki bertubuh kekar mendorong pintu yang kentara memilik berbagai penjagaan ketat sebagai bentuk antisipasi dari posibilitas buruk di masa mendatang.

Ougai menatap kepergian (Name) dengan pandangan lembut yang tersirat di balik sepasang Crimson kusam miliknya. Dalam benak sempat menyalahkan diri sendiri atas kesalahan pemberian pendidikan pada putri sendiri; memancing masa pemberontakan sebagai bentuk pelepasan diri dari jangka pandang sang ayah.

Ougai terdiam sebelum mengingat tiga hal sederhana yang ia ajarkan langsung kepada putri sendiri.


[Membunuh]

[Bertarung]

[Logika]


Tak lebih tak kurang, membiarkan diri menghapuskan seluruh emosi kurang praktis dalam diri hingga memancing perasaan penuh ke ingin tahuan dalam benak sang gadis.

"Tak apa membiarkannya?" Elise buka suara kekhawatiran tersirat dalam nada bicara.


"aku tak bilang hanya membiarkannya bukan?" Tangan terjulur mengelus surai Blonde lembut diiringi terpatrinya senyum di wajah bayang matahari yang menuntaskan pekerjaan secara totalitas memberi kesan gelap secara totalitas di balik senyum lembut sang lelaki.

.
.
.


Elise yang paling tahu di dunia, jikalau senyum sang pemilik bukan pertanda baik.


|| To Be Continue ||

Pot putih disini, pembaca disana.

Saya pub lagi buku ini setelah melewati masa revisi, sedikit perubahan pada tata bahasa sama perbaikan EYD walau belum secara keseluruhan. Maaf jika kalian mengikuti sejak awal. Tapi saya akan pub buku ini lima hari atau satu minggu sekali secara berkala guna membiarkan ide menumpuk.

InSide Life || Bungou Stray Dogs ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang