Pengalih Perhatian

11 1 0
                                    

“Da, kayaknya gue sakit deh,” kata Lea sambil menyeruput es jeruknya.

“Sakit lagi? Minggu lalu juga katanya drop.” Hilda sudah akan memegang dahi Lea untuk memastikan sebelum ditepis oleh Lea.

“Sakit karena dicuekin Mas Dirga, hehe,” katanya tertawa.

Hilda mendengus sambil melanjutkan makannya.

“Nggak lucu sama sekali,” katanya dengan mulut sambil mengunyah.

“Lagian, kenapa juga Dirga terus yang dipikirin. Orangnya juga anteng aja.”

“Nggak tahu, kayaknya Dirga itu semestanya Lea deh,” Lea makin meracau tak jelas.

“Heh Nona, bangun dari mimpimu. Seribu kali kamu bilang juga nggak bakal Mas Dirgamu itu tahu perasaan lo kalau lo nggak bilang ke orangnya langsung.”

“Nggak, nggak, gue nggak mau bilang. Begini aja gue sudah senang,” kata Lea sedikit kelabakan.

“Lo nggak nyadar aja gimana efeknya Dirga ke hidup lo. Kerja semangat hanya karena asupan vitamin see dari Dirga. Giliran dia gak masuk atau tugas luar, lo lesu. Gak sehat tau.”

“Ya gimana dong, gue senangnya gini.”

“Senang kayak orang kecanduan gitu, maksud lo?”

“Ya, enggak juga.”

“Makanya bilang.”

“Malulah!”

“Ya udah, lupain!”

“Gak bisa!”

Kedua sahabat tersebut lalu tertawa bersama setelah adu mulut yang sama sekali enggak penting tersebut.

Namun, diam-diam Lea merenung. Memangnya cewek nggak boleh naksir duluan ya? Lea bisa apa ketika hatinya memilih Dirga untuk dicintai. Lea tidak punya pilihan, ia hanya harus merasakan dan mengikuti apa yang hatinya mau agar dia bahagia. Meski Dirga tak pernah sekali pun memandangnya sebagai wanita, hanya sebagai rekan kerja semata.
**

Lea menekan-nekan ujung bolpoinnya berkali-kali atau mengetuk-ngetukkannya ke meja. Membuat Ken yang duduk di depannya merasa terganggu.

“Lo kenapa sih?”

“Badmood.”

“PMS ya?”

“Kepo deh.”

“Oh gue tahu nih, gara-gara Dirga gak balik-balik kan?”

“Ssst!” Lea panik menyuruh Ken diam takut ada yang mendengar.

“Volumenya bisa dikurangin dikit gak, Bang Ken!” serunya jengkel.

Ken tergelak. “Le, kalau gue liat-liat ya. Lo itu kecanduan sama Dirga. Nggak sehat.”

Satu lagi orang bilang aku gak sehat, gumam Lea.

“Ya habis gimana dong.”

“Alihkan perhatian lo aja, ke gue misalnya.”

Lea dengan spontan langsung melempar bolpoint di tangannya.

Untung Ken cepat menangkap.

“Lo ngajuin usul yang masuk akal dong!”

“Itu lebih masuk akal daripada mengagumi diam-diam orang yang bahkan nggak terlalu kenal kamu.”

Lea rasanya pengen tutup telinga, tapi ia tahu bahwa Ken benar.

“Hobi lo apa?” tanya Ken tiba-tiba.

“Hobi gue mikirin Mas Dirga,” bisik Lea jahil.

“Ya elah, kembali ke sana lagi. Sadar woy!”

Lea tertawa. “Gue sebenarnya suka nyanyi, pengen banget ngeband lagi kayak waktu gue kuliah dulu. Tapi lo tahu sendiri, kerjaan kita di sini kayak gimana. Lagipula, gue nggak kenal banyak orang yang suka musik di sini.”

“Gue kenal beberapa kok yang suka musik,” kata Ken. “Tapi percuma juga kalau lo nya nggak punya waktu ke studio.”

“Lo anak musik?” Lea sedikit terkejut.

“Enggak kok, gue main musik pas iseng aja. Cuman ngerti gitar doang,” aku Ken.

Lea ngangguk-ngangguk, fakta baru baginya kalau rekan kerjanya yang satu ini juga suka musik. Pasalnya, dari postingan-postingan Ken di media sosial, tak pernah sekali pun Lea melihat kegiatan Ken yang berhubungan dengan musik.

“Sekali-kali kita cover lagu di Youtube, yuk Bang!” Ide itu terlintas begitu saja di kepala Lea.

Awalnya Ken ragu, sebelum mengangguk pelan. “Gue nggak pernah upload di medsos sih sebelumnya, agak nggak pede gue. Ntar gue ngiringin lo nyanyi aja.”

“Ok,” Lea menyatukan ibu jari dan telunjuknya membentuk bulatan ke arah Ken.
___

Author's Note

Aloha, aku balik lagi. Masih dengan  Lea di sini, tapi tanpa Dirga. Yang nongol malah Ken.

Tetap vote dan koment ya.

Shady122.

DenialeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang