Lea jatuh cinta pada Dirga. Titik. Tidak tahu apa sebabnya, tapi Lea yakin sekali dengan apa yang ia rasakan. Setelah setahun menjadi bawahan lelaki itu, Lea tahu benar apa yang dirasakannya bukan perasaan biasa. Meski yang ditaksir tidak pernah memberikan respon positif.
Interaksi antara keduanya pun tidak pernah spesial, hanya sebatas hubungan profesional. Karena Lea juga berusaha untuk tidak menampakkan perasaan terpendamnya tersebut. Hanya kepada Hilda, teman kantornya beda divisi, Lea berani bercerita.
"Tahu nggak Hil, tadi Mas Dirga senyumnya manis banget. Bikin melting." Lea dengan semangat bercerita ketika mereka berdua makan siang di sebuah rumah makan dekat kantor.
"Ya ampun, Le. Paling dia juga gitu ke semua orang kantor, dia kan memang ramah." Hilda yang sudah sering mendapat curhatan tidak jelas dari Lea menanggapi sambil menyantap menu makan siangnya.
"Ya paling nggak kan, tiap hari gue jadi dapat amunisi buat semangat kerja." Lea tak mau kalah.
Ya, secara tidak langsung yang membuat hari-hari kerja Lea semangat itu adalah perasaannya yang terus mekar kepada Dirga. Toh, Dirga tidak pernah terlihat punya pacar sehingga Lea tidak pernah merasa bersalah punya perasaan itu."Gantengan juga Bang Ken kemana-mana," kata Hilda menyebut nama salah satu rekan kerja sedivisi Lea.
"Ya, tapi gue sukanya sama Mas Dirga, gimana dong?" Lea pura-pura bingung lalu tertawa, yang juga disambut Hilda dengan kekehan ringan.
Kedua gadis tersebut lalu menyelesaikan makan siang mereka lalu kembali ke kantor dan masuk ke ruangan mereka masing-masing. Ya meski satu kantor, Lea dan Hilda berbeda divisi.
Lea terburu-buru ke meja kerjanya. Ada banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan sebelum pulang. Kalau bukan karena Hilda yang mengajak makan di luar, Lea pasti akan memilih makan di kantin sehingga tidak memakan waktu lama. Namun, karena ia dan Hilda cukup jarang bertemu sehingga ia menyetujui ajakan Hilda.
Sedang asyik-asyiknya berkutat dengan worksheet, suara yang sangat dikenal Lea terdengar.
"Lea, ini milik kamu?"
Setelah terdiam sebentar sambil melihat barang yang dimaksud, Lea mengangguk. "Iya, Mas. Itu kunci saya."
Rupanya saat memarkir motor setelah makan siang tadi, Lea lupa membawa kuncinya.
"Makasih, Mas."
"Sama-sama. Lain kali jangan sampai lupa," kata si pemilik suara sambil berjalan menuju ruangannya.
Lea hanya bisa mengangguk, sambil menatap pintu ruangan yang tertutup setelah pria tersebut masuk. Mas Dirga, aku padamu, jeritnya dalam hati. Kalau Lea bercerita pada Hilda tentang rasa senangnya karena Dirga mengembalikan kuncinya, pasti Hilda akan mengatainya lebay lagi.
Lea jadi senyum-senyum sendiri, lalu kemudian melanjutkan pekerjaannya kembali yang sempat terlupa karena kehadiran sosok sang pujaan hati.
**Lea sendiri sebenarnya bingung dengan dirinya. Dia bukan tipikal cewek yang mudah tertarik dengan cowok, meski sebaliknya cowok akan mudah tertarik dengan dirinya bahkan pada pertemuan pertama. Lea sendiri tidak pernah tertarik dengan lelaki yang terang-terangan mendekatinya. Terakhir kali ia suka dengan cowok ketika SMA dulu dan ia harus meneguk ludah karena cowok yang dicintainya sudah punya pacar.
Saat masuk kerja di Laboratorium Semesta, ia di-training selama tiga bulan pertama. Pembimbing training-nya adalah Dirga yang saat itu menjabat sebagai penyelia teknis. Oleh karena itu, Lea jadi sering berinteraksi dengan Dirga, meski ya dalam batas wajar saja. Lea sendiri awalnya menyangka perasaannya ke Dirga hanya sebatas rasa kagum dari junior ke senior. Dirga yang smart, ramah, dan perhatian membuat Lea susah moving-on. bahkan setelah masa training Lea berakhir. Oleh karena itu, Lea tidak ragu mengakui dalam hatinya sendiri kalau ia menyukai cowok itu sebagai lelaki, bukan sebagai senior.
Bekerja di laboratorium itu melelahkan raga, meski bagi Lea menyenangkan bagi jiwa scientist-nya. Sepulang kerja, ia leyeh-leyeh sebentar menunggu malam yang sebentar lagi akan datang. Tak sengaja, tangannya yang sedang aktif men-scroll status WA terhenti karena menemukan nama Dirga baru saja membuat status.
[Foto meja kerja] Rehat sejenak.
Lea spontan membalas status tersebut.
Lea : Lembur, Mas?
Dirga : Iya, laporan klien A mesti direvisi minta cepat.
Lea : Yah kenapa gak bilang ke kita.
Dirga : Aku baru dapat pesannya jam pulang. Karena aku belum pulang, langsung saja kukerjakan.
Satu lagi yang perlu dicatat tentang Dirga. Pekerjaan baginya nomor satu.
Lea : Sendiri di sana?
Dirga : Enggak, ada Mang Doni kok.
Mang Doni itu OB-nya kantor.
Lea : Itu mah namanya sendiri. Perlu bantuan?
Dirga : Enggak, sudah mau kelar ini tinggal final check. Mau ngopi aja dulu.
Lea tersenyum, meski tidak ada hubungan serius di antara mereka, setidaknya Dirga mau berbalas pesan dengannya. Begini saja sudah cukup, kata Lea dalam hati.
___
Author's Note
Hai, semuanya.
Terima kasih sudah membaca part pertama cerita ini.
Ditunggu kritik, saran, atau unek-uneknya di kolom komentar ya.
Jangan lupa klik bintang juga.
Supaya aku tambah semangat update-nya.
Salam, Shady122.
KAMU SEDANG MEMBACA
Denialea
RomanceMemangnya cewek nggak boleh naksir duluan ya? Lea bisa apa ketika hatinya memilih Dirga untuk dicintai. Lea tidak punya pilihan, ia hanya harus merasakan dan mengikuti apa yang hatinya mau agar dia bahagia. Meski Dirga tak pernah sekali pun memandan...