Kelima

8.6K 251 56
                                    

Hari keempat di minggu pertama kegiatan penelitianku berjalan seperti hari-hari sebelumnya. Pemikiran awalku tentang kegiatan penelitian yang akan terasa melelahkan ternyata tidak 100% benar. Meskipun pada awalnya aku mengeluh dengan kesibukanku di rumah sakit dan permintaan-permintaan dari Kak Bima namun ternyata tubuhku tidak sulit untuk cepat beradaptasi. Permintaan Kak Bima untuk dibuatkan makan siang olehku ternyata tidak main-main, terhitung sudah 3 kali ia menculikku ke apartemennya saat waktu makan siang tiba dan anehnya aku selalu menantikannya. Hal yang ku suka dari apartemen Kak Bima selain ukurannya yang besar, bersih dan nyaman ditempati adalah kulkas milik Kak Bima selalu berisi bahan-bahan masakan, makanan dan minuman-minuman enak, selain itu dapur apartemen Kak Bima juga punya alat-alat masak modern yang lengkap meski ukurannya tidak sebesar dapur di rumahku atau dirumahnya padahal ia hanya tinggal di apartemen seorang diri. Siapapun yang hobi memasak pasti akan senang diajak ke apartemennya apalagi bisa mendapat bonus memandangi wajah tampan pemiliknya.

Siang ini aku di ajak Kak Bima ke apartemen untuk memasak makan siangnya lagi. Beberapa kali petugas rumah sakit yang melihat kami langsung berbisik entah apa, mungkin mereka menyadari bahwa setiap tiba waktu makan siang kami akan pergi keluar rumah sakit bersama. Meski tidak berbicara banyak aku cukup nyaman berada di sekitar Kak Bima yang seperti biasa terlihat tampan dengan kemeja polos dan celana bahannya. Aku tidak mengerti bagaimana bisa Kak Bima terlihat tampan setiap hari bahkan hingga waktu pulangpun ketampanannya tidak memudar, mungkin itulah yang dimaksud pesona seorang duda muda.

Setibanya di apartemen aku meminta ijin untuk pergi ke kaman mandi. Semua ruangan di apartemen Kak Bima selalu bisa membuatku kagum tanpa terkecuali kamar mandi tamu ini. Meskit tidak terlalu besar tapi keadaannya yang bersih dan nyaman membuatku seperti nya akan betah jika disuruh mandi berjam-jam. Setelah mencuci tangan, pandanganku tertuju pada baju yang menggantung di balik pintu. Lebih tepatnya sebuah dress pendek berwarna biru tua keluaran merk ternama yang sempat ingin ku beli namun tidak jadi karena terlalu menguras dompet, dress itu terlihat kotor dengan noda cokelat yang sepertinya adalah tumpahan kopi. Sudah pasti ini bukan baju Kak Bima dan sudah jelas ada perempuan lain yang pernah datang kesini. Sialnya perempuan terdekat dalam hidup Kak Bima yang ku tahu hanya Eyang serta Qila dan tidak mungkin ini milik mereka karena dilihat dari ukurannya dress ini lebih cocok untuk perempuan seusiaku.

Ku taruh dress itu kembali ke tempatnya semula dengan perasaan aneh menyelimutiku. Entah ini cemburu, marah, atau apa yang jelas aku tidak suka kalau kenyataannya Kak Bima memang membawa perempuan muda kesini apalagi jika itu bukan keluarganya dan sampai meninggalkan pakaian kotor seperti ini.

"Apa sih yang sudah mereka lakukan arghhh"

Dengan tekad yang bulat untuk pergi dari apartemen Kak Bima, aku langsung mengambil tas dan berjalan cepat ke arah pintu tapi sayangnya apartemen Kak Bima terkunci dan hanya bisa dibuka dengan kunci berupa kartu miliknya.

"Mau kemana Ai?"

"Pulang"

Padahal aku sudah berniat pergi tanpa berbicara padanya karena takut aku terpicu amarah tapi takdir malah berkata lain.

"Pulang? Ada apa?"

"Bisa tolong buka pintunya"

Kak Bima mencoba meraih tanganku tapi ku tepis lalu ku menjauh darinya. Dan ia tidak berhenti berusaha karena terus mencoba menyentuhku, akhirnya dengan emosi yang sudah tidak terkendali ku dorong tubuh Kak Bima menjauh dan mencoba berkali-kali membuka handle pintu yang tentu saja sia-sia.

"Ahhhh"

Dalam hitungan detik tubuhku sudah melayang karena Kak Bima memanggulku di bahunya seperti sekarung beras.

"Lepasin Aira!!"

"Gak akan sebelum kamu jawab ada apa"

Percuma saja ku coba berontak karena kekuatan Kak Bima lebih kuat dariku, Kak Bima membawa ku ke sebuah ruangan dan pandanganku tertegun saat menyadari ia membawaku ke kamar pribadinya. Kamar besar yang di dominasi warna abu-abu, walau tidak sebesar kamar di rumahnya tapi kamar ini jauh lebih besar dari kamarku. Ada sebuah pintu kaca yang terlihat menghadap langsung ke balkon namun tertutupi gorden putih transparan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 03 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Papa Beruang Merah (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang