Normal Pov
Evan berjalan menuju toilet pria yang letaknya di sebelah tangga lantai 1. Langkahnya terkesan buru-buru seperti takut melewatkan sesuatu.
Setelah sampai di depan toilet. Ia membuka pintunya perlahan.
Kosong
Tidak ada siapapun di dalam sana.
"S*al kemana anak itu!" ~batin Evan kesal.
Evan berjalan menuju pintu awal toilet.
"Iya iya. Besok lu gua antar ke sana ya."
Terdengar suara di dalam salah satu bilik toilet.
Evan langsung menghentikan langkahnya, ia mengurungkan niatnya untuk kembali ke kantin.
"Suara ini mirip suara Adnan." Gumam Evan ragu.
Akhirnya ia memutuskan untuk menunggu dan mendengar apa yang sedang siswa yang ia duga Adnan bicarakan.
"Iya gua paham, gua bener-bener nggak bisa kalo sekarang."
"..."
"Iya nanti pasti gua beliin. Iya apapun yang lu mau. Terserah apa aja."
"..."
"Yaudah gua matiin ya panggilannya. Gua mau balik ke kantin."
"..."
"Yaudah jangan nelfon gua mulu ya. Nanti mereka curiga."
"..."
"Oke oke. bye bye sayang."
Tak lama dari itu, siswa yang Evan duga adalah Adnan membuka pintu toilet dan menampakkan sosoknya.
Bugh!
Evan langsung meninju rahang siswa tersebut setelah mengetahui bahwa siswa itu adalah Adnan. Tubuh Adnan terhuyung ke belakang dan hampir saja jatuh jika tangan kirinya tidak langsung mencengkram pintu toilet.
"Akh! Apa-apaan lu hah?!" Tanya Adnan sembari memegang rahangnya.
Bugh!
"Dasar k*parat! Berani-beraninya lu nyakitin Daishi!!" Ucap Evan emosi.
Tentu saja ia emosi, bagaimana bisa ia membiarkan orang yang ia cintai dan ia sayangi di sakiti oleh orang lain. Padahal Adnan tau bahwa Daishi sangat mencintainya.
Evan kembali memberikan pukulan-pukulan keras ke arah Adnan. Hingga akhirnya Adnan menangkis serangannya lalu menyerangnya balik.
Bugh! Bugh!
"Itu bukan urusan lu! Lu nggak berhak ikut campur!!" Ucap Adnan emosi.
Evan menangkis serangan Adnan, ia menatap Adnan dengan emosi yang meluap-luap.
"Bukan urusan gua?! Itu urusan gua! Lu nyakitin perempuan yang gua cinta! Padahal dia percaya sama lu!!" Ucap Evan sembari kembali memberikan pukulan keras ke arah tubuh Adnan.
Perkelahian itu terus berlangsung, tidak ada yang mau mengalah dan tidak ada yang melerai. Jangankan melerai, bahkan siswa/i tidak akan tau apa yang terjadi di dalam toilet dengan pintu yang tertutup rapat.
Karena,
Suara dari dalam toilet tidak sampai terdengar di luar toilet.
Di kantin..
Sudah 20 menit, tapi kedua anak Adam itu tidak juga menunjukan batang hidungnya.
"Kemana mereka? Lama banget sih." Ucap Daishi khawatir.
"Jangan khawatir, Daishi. Mereka mungkin lagi bicara." Ucap Rizky untuk menenangkan Daishi.
"Tapi mereka bisa bilang dulu kan kalo mau bicara. Udah 20 menit, dan mereka belum kembali juga." Jawab Daishi khawatir.
Daishi sangat khawatir, hubungan Adnan dan Evan sedang tidak baik. Dan Daishi tidak tau hal apa saja yang telah terjadi di antara Adnan dan Evan.
"Tolong! Tolong!!"
Suara teriakan seorang siswi memecah keheningan di kantin tersebut.
"A-ada d-dua siswa yang sedang ber-kelahi di lantai satu hh."
Ucap siswi itu sembari mengatur nafasnya yang masih tersengal-sengal(?) karena berlari mencari bantuan.
Mata Daishi langsung membulat sempurna.
"Tidak mungkin, pasti bukan mereka." Gumam Daishi khawatir.
Tanpa berfikir lagi, Daishi langsung berlari ke arah sekerumunan orang yang sedang meleraikan kedua siswa yang sedang berkelahi tersebut.
"Daishi!!" Panggil teman-teman Daishi, namun Daishi tidak menggubrisnya.
"Jangan sampai mereka, jangan sampai." ~batin Daishi khawatir.
Daishi memaksa dirinya masuk ke dalam kerumunan siswa/i.
Matanya kembali membulat saat mengetahui bahwa apa yang selama ini ia khawatirkan benar-benar terjadi.
Ia tak kuat melihat kondisi Adnan dan Evan yang kini kondisi tubuhnya penuh luka lebam dan di sudut bibir mereka mengeluarkan darah.
Daishi limbung(?) badannya langsung melemah seketika. Pandanganya pun langsung hilang tergantikan dengan warna hitam. Ia tidak bisa merasakan tubuhnya, ia tak bisa mendengar dan melihat apa yang terjadi.
Daishi pingsan.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Tbc..
29082k18
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet an Bitter °COMPLETED ✔
Jugendliteratur📝BOOK 2 Aku ini hanyalah seorang gadis biasa yang terlibat sebuah janji dengan teman kecilku dulu. Bukankah sesuatu akan terasa sangat berharga jika kita sudah tidak memilikinya lagi? Dan pada akhirnya hanya 'Penyesalan' yang tersisa Start : 190...