14 ^Kecewa

53 7 5
                                    


Ciuman pasangan kekasih itu akhirnya terlepas. Terlihat bagaimana senyuman sang wanita mengembang. Pria itu sedikit menggeser posisi tubuhnya. Kini, sebagian wajahnya tampak terlihat.

Hidung mancungnya, tatapan tajamnya, bibir tipisnya, Daishi tidak asing dengan sosok pria di depannya ini.

.

.

.

.

.

Normal Pov

Badan Daishi bergetar hebat, rematan kuat jemarinya membuat ujung kemejanya kusut.

Dengan cepat Daishi berjalan ke arah sosok pria itu. Tangan kanannya membalikkan tubuh pria itu dengan paksa.

Plakk

Tamparan yang cukup kencang mengenai pipi kanan pria itu, terlihat bekas berwarna merah kini berada di pipi kanannya.

Banyak para pengunjung yang melihat kejadian itu, mereka hanya terdiam karena tidak tau apa yang tengah terjadi.

"Br*ngsek!! Lu siapa hah?!" Ucap pria itu emosi.

Daishi mengangkat kepalanya, sorot tajam matanya menatap mata sosok pria di hadapannya.

Pria itu bungkam, ekspresi wajahnya menunjukan rasa keterkejutan dan kecemasan.

"Daishi?! Lu ngapain di sini?!" Tanya sosok pria itu.

"Harusnya gua yang nanya lu ngapain di sini?!!" Ucap Daishi emosi.

Namun pria itu hanya diam dan tidak menjawab pertanyaan Daishi

"Ohh.. gini kelakuan lu di belakang gua?!  Maen sama cewek lain di belakang gua?! You Abstard, Adnan Kyoujo!!" Bentak Daishi pada sosok pria di hadapannya.

"Gua bisa jelasin, Daishi." Ucap Adnan cemas sembari mencoba meraih tangan Daishi.

Namun Daishi langsung menepisnya kasar.

"Lepas! Jangan pernah lu nyentuh gua dengan tangan kotor lu!" Ucap Daishi emosi.

"Sayang, kamu nggak papa?" Tanya sosok wanita di belakang Adnan, yang Daishi yakini adalah selingkuhan Adnan.

"Eh lu cewek bar bar! Lu ngapain cowok gua?! Dasar j*lang nggak tau diri!" Ucap sosok wanita itu tidak terima jika pacarnya baru saja di tampar oleh Daishi.

"Gua nggak punya urusan sama lu! Jadi lebih baik lu diam!" Jawab Daishi.

"Dan gua cewek bar bar? Terus lu apa hah?! Pel*cur?" Tanya Daishi.

"Br*engsek!"

Plak

Daishi diam, tubuhnya serasa mati rasa, ia menundukan kepalanya. Kini pipi kirinya memanas, akibat sebuah tamparan yang mendarat di pipinya.

Memang tidak terlalu sakit, tapi rasa sakit itu terasa sangat-sangat dalam saat Daishi tau siapa yang menamparnya.

Tidak masalah jika j*lang itu yang menamparnya, tapi yang menamparnya kali ini adalah Adnan.

"Jangan pernah lu nyebut dia pel*cur!" Bentak Adnan kepada Daishi.

Daishi kembali menatap Adnan dengan tatapan kosong.

"Hhh..." Daishi terkekeh pelan.

"Wah wah. Bahkan lu sekarang ngebela dia? Padahal dia duluan yang nyebut gua j*lang. Luar biasa, Adnan luar biasa." Ucap Daishi dengan nada datarnya.

Krek

Daishi menarik kalungnya hingga putus, terlihat bekas merah di sekeliling lehernya.

"Hei, lihat ini?" Tanya tadi sembari menggenggam lalu mengayun-ayunkan kalung berliontin cincin yang selama ini ia pakai.

"Apa lu tau? Ini adalah dari sahabat manisku, Kyoujo. Aku sudah memakainya bertahun-tahun ini lho." Ucap Daishi dengan tatapan kosongnya.

Senyuman terukir di wajah pucatnya, senyuman yang tidak dapat di artikan, di karenakan Daishi tersenyum tetapi dengan tatapan kosong.

"Tapi sayangnya dia tidak pernah memakainya. Karena sahabat manisku itu telah tiada, dan kini sosok iblis telah menggantikan dirinya." Sambung Daishi sembari menatap kosong ke arah Adnan.

"Dari awal harusnya gua nggak usah pernah denger dan percaya sama janji sahabat gua yang udah mati!" Daishi melempar kalungnya ke arah Danau.

"Seharusnya gua memang udah ngerasa kalo lu bukan lu yang dulu! Tapi kenapa gua selalu coba untuk positif thinking?!" Tanya Daishi frustasi.

"Mulai sekarang. Jangan pernah muncul di hadapan gua lagi. Dan jangan pernah lu datang di kehidupan gua lagi! Ingat itu Adnan!" Daishi langsung pergi meninggalkan tempat itu.

Daishi berlari dan masuk ke dalam kerumunan orang, ia mencari celah untuk segera keluar dari tempat itu.

Tujuannya adalah tempat yang tidak akan di temukan oleh Adnan. Daishi terus berlari walaupun tak sekali dua kali ia tersandung dan hampir jatuh.

Setelah sampai di tempat taxi, ia langsung memesan taxi.

"Jalan Foresta no.184 perumahan Aster." Ucap Daishi.

"Baik nona."

Taxi langsung meninggalkan Agry-Place.

Daishi menelfon seseorang.

"Aku sedang di jalan."

Setelah panggilan terputus, Daishi langsung menonaktifkan handphonenya. Daishi menonaktifkan handphonenya agar keberadaannya tidak di ketahui.

Daishi mengusak rambutnya kasar, tubuhnya kembali menegang, bahunya bergetar hebat, rasanya ia ingin berteriak sekeras-kerasnya saat ini juga. Namun ia tidak bisa melalukan hal itu.

Sret

Terjulur sebuah tangan dengan selembar tisu dari arah tempat duduk supir taxi.

"Ambil saja nona, nona mungkin akan membutuhkannya." Ucap sopir taxi itu ramah.

Dengan ragu Daishi mengambil tisu yang di berikan oleh supir.

"Terima kasih." Ucap Daishi.

"Jika nona ingin menangis, menangis saja. Anggap saja kini nona sedang sendirian, anggap saja saya tidak ada di sini." Ucap supir lagi.

Daishi hanya diam tidak menjawab ucapan supir taxi itu.

Jujur saja Daishi saat ingin melakukannya namun ia malu. Akhirnya hanya terdengar suara isakan-isakan kecil dari arah kursi tengah.

Sesampainya di tempat tujuan..

Daishi berjalan dengan kepala tertunduk ke bawah, ia menekan bel di depan pintu rumah bercat biru tersebut.

Tak lama kemudian, munculah sosok pria yang seumuran dengannya.

Pria itu tampak terkejut melihat kondisi Daishi yang terlihat menyedihkan, tampak sekali bekas air mata di bawah matanya.

"Daishi? Kamu kenapa?" Tanya pria itu sembari berjalan mendekati Daishi.

Tanpa menjawab pertanyaan yang di lontarkan pria itu, Daishi langsung menabrakan tubuhnya pada pria itu. Lalu ia menangis sejadi-jadinya dalam dekapan pria itu.

"Ya ampun, kamu kenapa? Ayo masuk dulu dan tenangkan dirimu." Ucap pria itu lalu membawa Daishi masuk dalam rumahnya.

Setidaknya Daishi aman dari Adnan untuk sementara waktu. Karena Adnan pasti tidak akan menduga jika Daishi bersembunyi di sini.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Tbc..

26092k18

Sweet an Bitter °COMPLETED ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang