2

4.8K 170 8
                                    

Bukkkk

Derel menjatuhkan tubuhnya pada kasur, ia berusaha agar malam ini mempercepat waktu tidurnya. Kepalanya pusing bila harus mendengar ocehan ayahnya yang terus meminta Derel segera menikah. Ayahnya khawatir melihat pergaulan anak semata wayangnya itu akan hancur bila diusianya yang ke 22 terus asik berganti pasangan dengan setatus sebagai pacar saja.

"Selamat malam perempuan gila, semoga kau merasakan kesakitan ini!" Derel menatap barisan frame yang ada di atas meja belajar.

Wajahnya menyimpan banyak amarah yang tak pernah ia hilangkan dari foto perempuan yang meninggalkannya tanpa sedikit perasaanpun. Foto seorang perempuan yang sebenarnya tak mau ia simpan lagi atau bahkan melihatnya. Asisten rumah tangganyalah yang selalu dipaksa meletakan foto itu oleh ayahnya.

Ada rasa yang membuat dadanya sesak, jarinya mengepal dan disambung emosi yang meluap-luap.  Hingga akhirnya ia terlelap bersama rasa marah dan kecewa yang menggunung di dadanya.

***

"Selamat pagi, Den." sapa seorang perempuan. Dia adalah asisten rumah tangga keluarga Derel yang telah setia berpuluh tahun lamanya.

"Pagi juga, Bi." balas Derel seraya menempatkan diri untuk sarapan. Kemudian disusul seorang lelaki hadapannya.

Tak ada perbincangan diantara mereka hingga Bi Ina pembantunya kembali menyelesaikan pekerjaannya di dapur.

"Derel, mau kemana Kau bangun sepagi ini." tanya Rahadian, ayah Derel.

Derel memutar bola matanya, tak ada niat ia menjawab pertanyaan itu. Ia takut bila jawabannya hanya akan membuat tensi darah ayahnya naik tiba-tiba, ia takut bila hal buruk akan menimpa lelaki yang telah membesarkannya itu hingga ia sedewasa saat ini. Setenang mungkin ia tetap menghabiskan sarapannya, ia lelah bila harus berdebat lagi di waktu sepagi ini. Tepatnya benci.

"Bagaimana kabar perempuan yang minggu lalu kamu kenalkan pada Ayah. Kamu masih pacaran dengannya?"

"Claudia maksud Ayah?"

"Entah, pacarmu terlalu banyak."

Sejenak hening.

"Ayah mau kamu cepat menikah, agar hidupmu tidak dihabiskan hanya untuk bersenang-senang saja. Mengingat usiamu Ayah rasa sudah cukup. Lagi pula supaya ada yang mengurusmu."

Sifat keras yang dimiliki Derel membuat ayahnya kewalahan menghadapi anaknya itu. Anak yang selalu ia besarkan sepenuh hati, jiwa dan raganya.

Derel memicingkan mata pada Ayahnya, sesekali ia menghela napas. Ia sadar perkataan lelaki di hadapannya itu ada benarnya juga, waktunya sudah banyak dihabiskan oleh hal-hal tak berguna terlebih kehidupan yang teramat rumit menjadikannya hidup di luar kendali siapapun. Baginya waktu bersama teman jauh lebih membuat pikirannya sedikit tenang. Melupakan kesakitan yang dirasakannya.

"Besok malam kita akan menemui calon istrimu!" Ucapan Rahadian mengurungkan sesuap nasi masuk ke mulut putranya itu.

"Maksud Ayah?" Derel menatap ayahnya tajam.

"Kamu akan Ayah jodohkan dengan perempuan pilihan Ayah."

Derel sempat protes pada ayahnya, hanya saja ancaman ayahnya terlalu berat bila Ia tak menerima perjodohan itu. Bisa-bisa hidupnya akan menderita bila menolak, Derel tak akan dianggap lagi anak oleh ayahnya dan terlebih segala aset harta Ayahnya malah disumbangkan kepada panti asuhan. Sedangkan Derel sendiri belum bisa bekerja sesuai usia yang dimiliki kebanyakan orang. Pikirannya mulai diisi berbagai hal buruk tentang hidupnya, menjadi gelandangan di kolong jembatan atau bisa saja lebih parah. Ia jijik membayangkam itu semua bila benar-benar terjadi.

"Sekarang Kamu harus mulai menghandle semua perusahaan. Hilangkan kebiasaan burukmu kumpul tak jelas bersama temanmu itu!"

"Hah. Ayah ini jangan bercanda berlebih" Derel mendesis sinis pada Ayahnya. Sesekali tawa hinggap di wajahnya.

"Perempuan yang akan menjadi istrimu ini bukan seperti mantan-mantanmu."

"Terserah. Atur saja keinginanmu itu, toh aku menolakpun tetap Ayah paksa." ucap Derel sebelum akhirnya meninggalkan meja makan dan penghuninya itu.

"DEREL!" panggil Ayahnya yang tak Derel hiraukan, ia terus menjauh. Rasa nafsu makannya mendadak hilang begitupun dengan topik pembicaraan antara mereka.

***

Di garasi
Derel segera memasuki mobil merah hadiah ulang tahunnya beberapa bulan lalu. Mobil sport dengan merk ternama seantero itu sudah menjadi saksi bisu peristiwa kesakitannya dengan seorang yang ia cintai, kadang Derel membenci semua ingatan yang hadir pada dirinya di saat yang tidak tepat.

Derel menghela napas, kakinya mulai menginjak pedal gas dan Iapun mengemudi dengan kecepatan tinggi. Meski pikirannya masih dipenuhi tentang keputusan ayahnya yang dirasa egois membuat Derel kehilangan fokusnya.

***

Seketika, Derel membanting setir, secepat mungkin kakinya menginjak rem. Betapa histerisnya Derel mengetahui seseorang nyaris ia tabrak. Seorang perempuan dengan seragam putih abu berdiri tepat di hadapan mobil mewah milik Derel dengan mata terpejam seolah menyimpan ketakutan. Setumpuk buku-bukupun terlepas dari dekapannya yang erat. Derel segera keluar dari mobilnya dan menghampiri perempuan itu.

"Kau tak apa?" suara Derel membuka pejaman mata perempuan itu.

Perempuan itu hanya mengangguk lesu, rasa syok masih menghinggapi dirinya.Tak ada sepatah kata yang terlontar dari mulutnya, secepat mungkin tangan mungilnya meraih buku yang tergeletak di jalan dan kakinya lincah melangkah meninggalkan Derel secepat mungkin.

"Hei tunggu!" jerit Derel selepas perempuan itu meninggalkannya.

"Mengapa dia seperti ketakutan. Apakah pesona ketampananku membuatnya seperti itu. Dasar gadis aneh. Padahal aku hanya ingin mengembalikan amplop ini." Derel mendesis heran bercampur tawa diujungnya, ia memutuskan untuk tetap menyimpan amplop yang ia yakini milik perempuan itu. Dan kembali melanjutkan perjalanan.

__________
Kritik dan saran yang membangun selalu terbuka 🙏🙏🙏

Ig: monicaanggraeni838

Sebaik-baiknya bacaan ialah Al-Qur'an

Sebuah Air Mata CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang