8

4.7K 169 22
                                    

"Apabila sesuatu yang kau senangi tidak terjadi, maka senangilah apa yang terjadi." (Ali bin Abi Thalib)

🍁🍁🍁

Karena Allah, kini kita dipersatukan dalam kesucian cinta-Nya dan cukup karena Allah biarlah cinta itu tumbuh meski dengan awal yang menyakitkan.

Derel masih saja tak percaya akan kenyataan yang dihadapinya hari ini, kenyataan yang tak pernah terbesit sedikitpun dalam dirinya. Ada yang ingin ia tertawakan tapi terlalu sakit. Pikirnya kalau saja saat itu juga ia bisa lari, Derel akan lari sejauh mungkin dari tempat itu, tapi tentu tidak mungkin ia lakukan, bagaimana jika terjadi sesuatu dengan ayahnya. Ia tertegun mendapati puluhan orang mengiringinya menuju rumah Aisyah.

Matanya sesekali menatap halaman rumah Aisyah yang penuh dengan karangan bunga ucapan selamat atas pernikahannya dengan Aisyah. Dua nama manusia yang tak diduga bisa bersanding secepat ini tanpa rasa cinta. Begitupun dengan isi rumah yang penuh dengan balutan kain dan bunga mawar berwarna putih menambah suasana tak menentu hati Derel.

Kini ia telah duduk dikelilingi tamu undangan pun menghadap tepat seorang penghulu.

"Jangan tegang begitu, berdoa dan yakini dirimu bahwa semua akan Allah lancarkan." Penghulu itu tiba-tiba menebak. Entahlah, menebak atau tidak penghulu itu sepertinya tahu perasaan Derel, tepatnya seorang pengantin.

Mendengar perkataan penghulu itu Derel hanya sedikit mengembangkan senyumnya tanpa membalas apapun.

Aisyah keluar dari kamarnya didampingi Rumi dan neneknya menuju Derel yang sudah duduk di hadapan penghulu. Ia melangkah dengan penuh perasaan haru, mencoba kuat dari air mata yang selalu ingin turun dari matanya. Doa-doa tiada putus dari hati Aisyah. Ia benar-benar tak kuasa atas hal ini, ingin rasanya ia menjerit menghempas segala sesak yang tinggal di dadanya.

Derel menghela napasnya dalam setelah mendengar Aisyah sudah duduk tepat di belakangnya. Acara dimulai dengan pembacaan beberapa ayat suci Al-Quran oleh seorang qori, sambutan oleh Rahadian juga Hilman dan dilanjut khutbah oleh penghulu . Barulah ijab qobul dimulai dengan penghulu yang menjabat tangan Derel.

"Bismillahirrohmanirrohiim, wahai saudara Derel Azka Rahadian saya nikah dan kawinkan engkau dengan Aisyah Al-Farizi binti Ahmad Fariz dengan mas kawin cincin berlian dan seperangkat alat sholat dibayar tunai."

"Saya terima nikah dan kawinnya Aisyah Al-farizi binti Ahmad Fariz dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."

"Bagaimana para saksi?" tanya penghulu.

"Sah."

"Alhamdulillah," ucap semua orang yang menghadiri.

Kemudian Derel membalikkan tubuhnya, menghadap ke arah Aisyah memasangkan cincin di jari manisnya dan bersalaman. Tak terasa air mata Aisyah jatuh tepat di punggung tangan Derel kala ia mencium tangan Derel. Merasakan hangat air mata Aisyah, sontak membuat Derel menatap tepat manik mata perempuan yang sudah sah menjadi isterinya. Mungkin perasaan meraka sama, Derel memahami itu. Berganti dengan kecupan Derel mendarat di kening Aisyah.

Aisyah hanya berharap akan ridho dari Allah atas pernikahannya. Soal cinta atau tidak biarlah ia tumbuh seiring berjalannya waktu. Sebab ia yakin, cinta terbaik adalah cinta yang hadir setelah adanya ikatan yang halal.

Proses ijab qobul pun diakhiri dengan doa dari sang penghulu.

Ucapan demi ucapan terus berdatangan pada mereka dari para tamu. Meski hanya dihadiri keluarga, kerabat serta teman-teman terdekat saja ke duanya masih tampak saling berdiam. Satu persatu seluruh tamu mulai pergi sedangkan mereka masih betah dengan diamnya, Aisyah dan Derel sangat butuh adaptasi yang lebih lagi.

"Acara sudah selesai, aku tidak mau tinggal di sini. Jika kau mau ikutlah denganku." Derel memulai percakapannya.

Aisyah yang semula bungkam mulai ikut berbicara, "tapi, bagaimana dengan nenek, jika aku pergi dari rumah ini?"

"Pergilah, Nak. Ikut dengan suamimu, jangan lagi pikirkan nenek. Nenek tidak akan sendiri, bukankah ada Allah bersama nenek. Sekarang baktikanlah dirimu pada suamimu, di sana terletak surga bagimu." Ucap neneknya setelah mendengar perbincangan Aisyah dan Derel.

Dipeluknya Aisyah dengan erat,  perpisahan antara nenek dan cucunya menjadi tontonan yang mau tidak mau Derel lihat. Seperti sinetron tapi ini nyata harus ia lihat mentah-mentah.

"Baiklah, Nek."

"Oh ya, pakaianmu sudah nenek sediakan."

"Nek, jaga diri nenek baik-baik yah. Aku janji akan sering menemui nenek." Ucap Aisyah lirih.

Perempuan senja itu tersenyum, tak seperti Aisyah yang terlihat sendu atas kepergiannya. Sedangkan neneknya lebih menyimpannya rapat-rapat, baginya kebahagiaan Aisyah melebihi apapun darinya.

"Nak Derel, nenek titip Aisyah yah. Jangan sungkan untuk menasihatinya."

"Baik, Nek. Jangan khawatir." Balas Derel.

"Assalamualaikum." Ucap Aisyah.

"Waalaikumussalam." Terdengar kompak jawaban keluarganya.

Senyum bahagiapun menghiasi mereka ketika mengiring Aisyah dan Derel memasuki mobil. Derel membukakan pintu mobil untuk Aisyah dan mempersilahkannya duduk di samping Derel. Seperti biasa, Derel selalu mengemudikan mobilnya seorang diri untuk itu ia pun memilih hal serupa saat ini. Meski banyak yang mencegahnya dengan hal 'pamali'.

Sepanjang perjalanan mereka terus berdiam sesekali yang ada hanya pertemuan tatapan tak sengaja di kaca spion. Barisan gedung-gedung yang menjulang tinggi menjadi satu objek pengelihatan mata Aisyah, gedung-gedung berdinding kaca yang ia tahu menjadi satu dari sekian penyebab pemanasan global. Karena gedung-gedung bertingkat tinggi dengan konsep bangunan kaca tidak bisa menyerap panas matahari dan akan membuat cahaya itu dipantulkan kembali ke atmosfer dan berpotensi merusak lapisan ozon. Itu sebabnya musim tidak bisa diprediksi seperti dulu lagi dan mulai meningkat.

***

Lama gak update kisah Aisyah dan Derel. In sha Allah part selanjutnya bakal lebih rajin meski di tengah kesibukan mencari rizky Allah 😊

Kita saling mendoakan yah, semoga selalu dipermudah dalam mencari rizki yang halal 😊

Aamiin... 🙏🙏🙏

Sebuah Air Mata CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang