7

3.3K 123 2
                                    

Wahai yang membolak balikan hati, tetapkanlah hatiku atas agamamu. (Hr. Tirmidzi)

🍁🍁🍁

"Bukan aku terlalu naif, aku hanya ingin belajar menjadi sebaik wanita. Di mana ia murahkan mahar pada calon imamnya tapi ia mahalkan rasa cintanya"

Denting jam terus melaju menapaki setiap garis waktu, dari detik berganti menit, menit berganti jam. Dilihatnya jam dinding berbentuk animasi kesukaan Aisyah menunjukkan setengah delapan malam. Berarti setidaknya ada waktu tiga puluh menit lagi acara perjodohan sekaligus lamaran itu berlangsung.

Di hatinya Aisyah terus berdebat. Apakah keputusan yang diserahkan pada oomnya adalah keputusan tepat atau malah hanya akan membuatnya terjebak dalam pernikahan tanpa cinta, apakah bahagia akan mengikutinya atau entahlah. Waktu dua hari nyatanya sangat cepat berlalu dan makin menambah deras tangis di hidupnya. Air mata yang ia sembunyikan sesekali jatuh berderai di pipinya.

"Aisyah, cepat keluar keluarga pak Rahadian sudah datang," pinta Karin.

Aisyah segera menyeka air matanya. Berusaha terlihat tak ada apa-apa pada dirinya. Ia bangkit dan mendekat pada Karin.

Oh Allah. Jika memang dia adalah jodohku, biarkan aku menerimanya karena-Mu. Sungguh hatiku begitu terombang-ambing di atas lautan yang begitu luas. Entah kemana ia akan berlabuh tepat waktu. Setitik cahaya dalam lentera jiwaku mulai meredup terkoyak deburan ombak dan tersapu angin. Aku hanya ingin hatiku lebih ikhlas pada segala yang ada di hadapku ini. Kelak bila aku bersatu dengannya izinkan cinta hadir di antara kami.

Aisyah mengikuti di belakang tantenya yang terlihat antusias atas perjodohan ini. Jarak kamarnya dan ruang tamu cukup hanya melewati ruang tengah, karena rumah Aisyah pun tak begitu luas. Ia duduk diapit antara nenek dan oomnya, keluarga Rahadian sendiri duduk tepat di sofa yang berhadapan dengan ketiganya.

"Perkenalkan ini Derel, putera oom yang akan menjadi imammu dan ini adik oom," jelas Rahadian memperkenalkan Derel dan Roy, adiknya.

Derel mengulurkan tangannya dan memperkenalkan diri. "Derel," ucapnya.

Sementara Aisyah menolak bersalaman, ia hanya menangkubkan kedua tangannya tanpa bersentuhan dengan tangan Derel. "Aisyah."

Betapa malunya Derel diperlakukan seperti itu, perlakuan yang tak pernah ia terima dari perempuan manapun. Selama ini para perempuan justru malah sering meminta lebih dengannya. Untunglah rasa malu itu hanya di hadapan keluarganya dan keluarga Aisyah, dirinya tidak tahu bagaimana jika hal demikian terjadi di hadapan teman-temannya, bisa-bisa ia akan jadi bahan tawaan sepanjang masa yang akan membuatnya malu seumur hidup.

"Dasar perempuan aneh, sudah dijodohkan saja masih jual mahal." Gumam Derel tanpa ada yang mendengarnya.

"Aisyah, kau sudah pasti tahu bukan mengenai kedatangan oom dan keluarga kemari?" tanya Rahadian.

Aisyah yang semula tertunduk mulai mengangkat wajahnya. Tak ada kata yang keluar dari mulutnya selain anggukan kepala dan senyum tipis.

"Lalu bagaimana jawabanmu? Kami ingin mendengarnya langsung."

Semua menunggu Aisyah berbicara, tak terkecuali Derel yang diam-diam juga ikut memerhatikan Aisyah yang masih kaku.

"Bismillah, atas izin keluarga aku siap menerima putera oom sebagai imamku." Ucap Aisyah yang kemudian membuat kedua keluarga ini tampak berbahagia. Kecuali Aisyah dan Derel.

"Syukurlah. Oom senang mendengar kau mau menerimanya. Itu tandanya malam ini juga kita bisa menentukan tanggal pernikahannya juga."

"Bagaimana jika bulan depan?" usul Karin. Aisyah dan Derel tiba-tiba terbelalak, bagaimana tidak, pernikahan butuh sebuah persiapan yang matang. Waktu satu bulan itu terlalu cepat bagi keduanya.

Sebuah Air Mata CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang