1. Fengshui

3.8K 286 71
                                    

"Duh, Tae... Begitu saja masa tidak paham?" Satu tangan melingkar pada pinggang ramping disampingnya,"ーmeletakkan pintu itu sebaiknya di sini," sedang sebelahnya lagi tampak serius melingkari satu bagian yang dirasa salah tanpa memperdulikan pemilik tubuh kurus berjengit risih.

"Jim..."

"Kalau secara fungsi dan estetika sih bagus," rupanya yang bersangkutan tidak mendengar. Atau mungkin pura-pura tuli. Malah sibuk mengendus harum shampoo beraroma hutan hujan yang sangat menenangkan indera penciumannyaーalih-alih memberikan masukan desain.

"Jiminiee..."

"Tapi kan di sini kita bicara tentang Fengshui, jadi sebaiknya─astaga Tuhaan!" Satu tamparan mengenai punggung tangan, seketika pekikan kaget melompat di udara, dan Taehyung buru-buru menggeser bokong menjauh dari Jimin.

"Yah, Namjoon-hyung!" Jimin melotot, memegang tangannya yang memerah. Sakitnya tidak main-main, rupanya Namjoon memukul dengan sepenuh hati. "Apa sih main pukul saja, tidak lihat aku sedang apa?"

"Apa? Yang kulihat tanganmu ke mana-mana, tuh." Namjoon menaikkan alis, melayangkan tatapan tidak kalah kesal. "Sudah kubilang kan, jangan menyentuh adikku dengan dalih mengajarinya, dasar bocah mesum!"

"Ya kalau jauh-jauhan namanya bukan mengajari dong, hyung. Mana ada ceritanya mau mengajari kok jauh-jauhan. Itu mau belajar atau musuhan?"

Dagu Namjoon langsung terangkat maju, matanya menyipit tajam. "Kau berani membantahku, hm? Berani membantah atasanmu, Park Jimin?"

Jimin menelan ludah, lupa statusnya ada setingkat dibawah Namjoon. Inilah akibatnya kalau nekat memberanikan diri untuk pacaran dengan adik atasan, adanya malah kena labrak terus setiap berkencan.

"Maaf, hyungnim..."

"Ulang. Tidak dengar."

"Maaf, hyungnim!"

Namjoon mendengus, berpindah posisi dan duduk anteng disamping sang adik. Tidak butuh waktu lama bagi Kim bersaudara itu untuk bergumul dengan tugas rumah Taehyungーtanpa memperdulikan mahluk satu lagi yang tengah merenungi nasib sialnya disudut sofa.

Walau terlihat tidak peduli, namun diam-diam Taehyung mendesah kasihan dan menyempatkan diri melirik kekasihnya.

Makanya, kalau dikode itu peka dong, Jim...

.
.
.

Dongdaemun-gu, Seoul

Di sebuah ruang dalam rumah satu lantai, lengkap dengan rangkaian furnitur berunsur shabby di dalamnya, Kim Taehyung memandang lesu pada beberapa lingkaran merah nan tegas yang menghias manis lembar asistensinya. Sepiring kudapan berisikan chocho pie dan dua bungkus Jagalchi yang dibelikan Jimin padanya satu jam yang lalu bahkan tak ada minat untuk disentuh.

"Jiminieee,"

"Hm?" Tangan kanan terlihat sibuk memegang bolpoin merah kebanggaan, sebelah lagi memangku kepala yang disandarkan pada telapak.

Setelah itu hening. Taehyung bahkan tidak tahu harus melanjutkan bagaimana. Diam? Jangan. Miris melihat lembar asistensi penuh perjuangan yang kemarin malam dia garap tercoret dengan sadis. Protes? Ia menggeleng. Jimin itu mesum, memang, tapi kalau sudah menyangkut apa yang menjadi passion-nya, seriusnya bisa jadi mengalahkan Kim Namjoon.

"Kau tahu apa yang menjadi kesalahanmu, Taehyungie?" Diliriknya wajah lemas kekasih tercinta. Tidak menggeleng, apalagi mengangguk. Park Jimin menghembuskan napas berat. "Aku tahu Park Bogum itu tampan, tapi kalau ketampanannya membuatmu tidak konsen dengan mata kuliah yang dia ampu, sama saja bohong, dong."

FrammentoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang