5. W.D.I.F.L.W.Y

1.3K 155 21
                                    

Warning:
A time leapーalur maju mundur. Harap perhatikan tahun.

-
"Why Did I Fallin' Love With You?"
-

[Busan, 2018]

"Lama tidak bertemu, Jim."

Jimin menoleh, memandang pada sosok berparas manis yang menghampiri terburu-buru dengan sweater putih tebal yang membungkus tubuh. Wajah itu masih tetap sama seperti waktu lima tahun lalu, saat di mana Jimin pergi meninggalkan Busan dan melanjutkan kuliah di Universitas yang ia cita-citakan. Hanya bedanya, ia terlihat lebih kurus dari yang terakhir Jimin perhatikan.

"Tae-hyung. Lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?"

"Baik," sahut pria yang lebih tua seraya melangkah ringan mendekati Jimin. 
Dengan berusaha bersikap setenang mungkin untuk menutupi letupan bahagia, Jimin mengulas senyum tipisーsetipis kertas. "Sudah lama menunggu?"

"Tidak. Baru saja, Hyung," balas Jimin. Ponsel yang sedari tadi ia pegang dimasukkan kembali ke dalam saku, lalu Jimin menyandarkan punggung pada pagar besi yang dingin.

"Maaf aku mendadak menghubungimu, Jim. Kau tidak memberitahuku sama sekali bahwa kau sudah kembali ke Busan. Kalau bukan karena Jeonggukieー"

"Ah, itu," Jimin memotongーmenyigar rambutnya ke atas dan menyembunyikan tawa gugup. "Aku memang mendadak datangnya, Hyung. Kebetulan sudah lama juga tidak ambil cuti, jadi ya..."

Pria bermarga Park mengedikkan bahu, menggantung kalimat di udara, membiarkan hening menyapa kemudian. Taehyung yang pertama kali memutuskan untuk memecah sunyi di antara mereka, karena jujur, ia tidak suka dengan kecanggungan yang tercipta.

"Kelihatannya kau betah sekali ya di Seoul. Sampai lupa pulang ke Busan. Memangnya di sana enak, ya?"

"Begitulah." Sepasang mata Jimin menyipit saat ia tertawa, kedua tangannya disilangkan di depan dada. "Seoul tidak pernah tidur, bahkan untuk malam hari. Maaf aku belum sempat memberitahumu, Hyung. Malah kau duluan yang menghubungiku."

Saat ia mengerling, tatapannya disambut oleh wajah kosong Taehyung. Senyum di bibir Jimin perlahan memudar, tergantikan dengan perasaan bersalah yang mengiris hati. Perasaan bersalah karena bertahun-tahun ia melarikan diri dari kenyataan.

"Hyung?"

"Ah," tersadar akan sapaan Jimin, Taehyung tertawa lebar. Suara beratnya yang khas terdengar indah di telinga pria tampan berambut cokelat terang.

Duh, Jimin rindu sekali

"Maaf maaf, aku melamun tadi," akunya setengah malu. "Tidak apa-apa Jimin-ah, mendengarmu sehat dan betah dengan pekerjaanmu saja aku sudah senang."

Kalimat sederhana, memang, namun sanggup membuat dada Jimin rasanya sesak. Ia terdiam merapatkan bibir dan menelan ludah.

Ternyata memang perasaannya pada Taehyung tidak pernah bisa luntur...

.
.
.

[Busan, 2010]

Serpihan salju yang turun di atas kepala membuat Jimin bergegas masuk ke dalam rumah dan membayangkan betapa hangatnya membenamkan diri dibalik selimut tebal. Namun sayang keinginannya untuk menyamankan tubuh tertunda, karena begitu Jimin membuka pintu dan berjalan setengah gemetar menuju ruang tengah, Jeongguk memanggil namanya tiba-tiba sampai ia nyaris melompat kaget.

"Jeonggukie!" Dada diraba pelan, untung Jimin tidak punya riwayat penyakit jantung.

"Sini, Hyung! Sini!" Tidak merasa bersalah sudah membuat orang jantungan, Jeongguk justru melambai penuh semangat, memberi isyarat Jimin untuk bergabung dengannya. Anak lelaki berumur tiga belas tahun itu tersenyum terlampau lebar, membuat gigi kelincinya sampai menyembul lucu dibalik bibir tipis kemerahan.

FrammentoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang