19: Stuck in an illusion

12 3 44
                                    

Author pov:

Langit cerah bisa berubah menjadi mendung dengan cepat, begitu pula dengan hati yang begitu pahit saat ini. Seketika kenangan itu terus terlintas di pikirannya, ia masih seakan tak percaya dengan semua yang telah di hadapi. Ia telah kehilangan sosok orang yang begit peduli terhadapnya, cinta dan kasih sayang yang begitu tulus hanya tinggal kenangan semata. Alica masih saja tak beranjak dari tempat duduknya, air matanya terus menetes saat terus meratapi kehidupannya. Ia hanya duduk dan terus menatap langit mendung di kaca jendela, seharusnya ia tak sendirian dan seharusnya ia selalu di temani oleh Alvander.
"Lihatlah langitnya mendung"

"Lalu kenapa? "

"Tidak apa-apa hanya ingin katakan jika hujan turun dengan lebat, sedalam apapun genangannya dan seluas apapun genangannya. Untukmu, akan ku arungi meski harus mengikuti arus menuju samudra"

"Serius?? "

"Bercanda, kan aku gak bisa renang hehee"

~~~Pletak~~~

Alica terkikih saat mengingat hal itu, terkadang dia sering sekali menjitak Alvander hanya karena kata-kata bercandanya yang begitu menyebalkan. Senyumannya kembali mengembang sambil terus menatap langit mendung di balik kaca jendela.

Sedangkan Refia tampak mengamati Alica dengan tatapan aneh karena heran dengan exspressi Alica yang tiba-tiba tertawa dan tersenyum sendiri. Refia ingin menegurnya namun di sisi lain ia juga takut untuk beranjak menghampirinya, oleh karena itu Refia memutuskan beranjak menyusul Monica yang sekian lamanya tak munculkan batang hidungnya.
Refia terus melangkahkan kakinya menuju toilet sambil memanggil namanya . "Monica? Imou, apa kau masih berada di sana?" Sunyi karena merasa tak ada jawaban sama sekali, Refia perlahan membuka pintu toilet dan terkejut saat mengetahui Monica pergi entah kemana. "Monicaaa!! Ya ampun, anak itu kemana? Aduuuhhh " Refia mengacak-acak rambutnya dan pergi mengambil jubahnya. Sebelum pergi Refia tak lupa juga menggunakan tongkatnya untuk membuat sembuah garis pembatas di sekeliling lingkungan rumahnya, walaupun melelahkan tapi apapun itu demi keselamatan ratu Alica disaat ia sendirian di rumah. Saat Refia menyelesaikan garis pembatas terakhirnya di penghujung tiba-tiba muncul api yang menyala-nyala dengan kobaran merah.

"Yeayy berhasil" Refia melonjak kesenangan melihat api besar itu mengelilingi istana, api itu tak akan berbahaya sekalipun tersentuh oleh tubuh ratu Alica dan lainnya kecuali untuk para orang-orang yang berniat jahat, api itu akan membakar mereka yang menembusnya.

Monica Pov:

Aku telah berhasil melewati semua rintangan yang penuhi jalan, namun aku sama sekali masih belum jumpai hutan Fantasy melainkan persawahan sepi yang ku pijak, apakah mungkin itu memang hanyalah sebuah dongeng belaka? Aku mulai menghentikan langkahku, tubuh kecilku begitu letih. Aku tak terbiasa pergi terlalu jauh begini dan satu hal lagi yang paling membuatku takut. Aku melihat langit mulai gelap, seakan mendung dan aku ingin kembali pulang. Namun sepertinya aku sedang dalam masalah besar, aku tak bisa pulang karena lupa arah. Aku kembali melangkahkan kaki sambil menatap nanar suasana yang begitu membingungkan untuk mencari tempat berteduh sekaligus mungkin rumah-rumah kecil milik penduduk ada di sekitar sini. Tapi apa dayaku, aku tak kunjung menemukan apapun. Sepertinya tempat ini begitu sunyi dan tak ada yang menempati. Seharusnya aku di istana saat ini, seharusnya aku tidak egois dan mungkin saat ini ibu dan kak Refia sedang mencemaskanku. Aku sungguh bodoh, namun tak berapa lama kemudian saat aku hendak duduk di bawah pohon besar yang rindang tiba-tiba tampak seseorang berjubah hitam berdiri dari kejauhan dan berbalik memunggungiku lalu berjalan memasuki kawasan biru.

"Ehhh tungguuu !! " Teriakku sambil langsung berlari ke arahnya hingga tanpa sengaja aku tersandung dan jatuh tersungkur di sebuah ladang biru. "Aduuuh" Aku bangkit perlahan dari jatuhku dan mengucek ke dua mataku menatap sekitarku yang biru karena penuh dengan tumbuhan bunga biru, aku sangat takjub dan mataku membuat seketika. "Ini sangat indah" Gumamku dengan kagum dan ku alihkan kembali pandangan mataku ke arah sosok berjubah hitam itu, namun tak ku dapatkan lagi dirinya yang menghilang entah kemana.

"Booo"

"Kyaaaa" Aku terlonjak kaget hingga nyaris pingsan setelah mengetahui sosok berjubah hitam dengan postur tubuh yang tinggi itu tiba-tiba mengagetkanku dari samping.

Sosok itu memetikkan bunga biru itu dan meletakkannya di sela telinga rambutku. Tubuhnya meninggi saat iya bangkit dari duduknya dan kembali merendah saat dirinya bertekuk lutut secara hormat di hadapanku hingga aku tak perlu melongohkan pandanganku tinggi-tinggi lagi. Ia melipat tangan kanannya di atas dadanya dan menundukkan pandangannya sejenak lalu kembali mendongahkan pandangannya ke arahku sembari menyunggingkan senyum ramahnya kepadaku. Ia melepas tudung jubah misteriusnya hingga tampak wajah tampannya yang tersenyum manis ke arahku.
"Selamat datang tuan putri, apa yang sedang kau cari hingga sejauh ini? "

Aku sedikit memiringkan kepalaku dengan heran kearahnya, bagaimana ia tau kalau aku adalah keturuan bangsawan bahkan aku baru bertemu dengannya. "Anno Darimana kau tau siapa diriku?" Tanyaku dengan wajah heran sehingga dia terkikih geli. Aku semakin heran dan gugup menyadari pertanyaan seriusku ternyata membuatnya tertawa.

"Aku tau semuanya , dan kau tak perlu tau tentang semua alasannya kan "

Jawabannya begitu menusuk dan mengunciku seakan aku tak bisa berbicara banyak kecuali hanya terdiam dan diam keheranan. Tangannya mengusap puncak kepala dan pipiku dengan lembut, aku tertegun merasakan perlakuannya seakan-akan dia adalah ayahku. Entah ilusi apa yang mengganggu pikiranku wajah sosok itu benar-benar berubah menjadi sosok yang ku kenal, ayahku.

"Ayah!" Panggilku dan ia pun mengangguk tersenyum kepadaku. "Kau masih mengingatku nak? Bagaimana kabar kakakmu? Apakah dia baik-baik saja? "

"Ayah, hikss " Air mataku tumpah dan akupun langsung memeluknya dengan erat. "Kakak dan keadaan ibu memburuk, ayo pulang..! Agar kita bisa mengembalikan kebahagiaan mereka lagi " Ajakku sambil terurs memeluknya dengan lekat-lekat dan ku rasakan ia mengusap punggung serta kepala belakangku dengan lembut. Namun seketika itu dia tak menjawab lagi, hening itulah yang kami rasakan. "Kau tak apa tuan putri"
Aku melepas pelukanku saat aku mendengar tekanan suaranya yang berbeda, aku tatap wajahnya lekat-lekat dan ternyata ia bukanlah ayahku. Ia hanyalah seorang pemuda ramaja antara umur 16 tahun yang terlihat dewasa bagiku yang masih anak-anak ini. Aku terdiam sambil memegang kepalaku, pikiranku berkecamuk membuatku malu pada diri sendiri. Aku telah berhalusinasi, bagaimana ini bisa terjadi. "Maaf" hanya sepatah itu yang bisa ku sampaikan kepadanya.

==========================
》》》Tbc《《《

The HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang