Pigmen Hati

278 72 7
                                    

Pukul empat petang yang menandakan selesainya waktu perkuliahan sudah lewat dari satu menit, kopi yang dipesan dan baru disruput satu kali pun sudah tidak panas lagi, Arga hanya berdiam diri di kursi andalan warung bu Romlah, hari ini tampak berbeda dengan hari biasanya, Arga terus-menerus menggetarkan kaki kanannya seakan menunjukkan keresahan yang belum jelas apa.

"Sore kak Arga.."

Arga menoleh ke arah sumber suara. "Eh elo Al, apaan sih panggil kakak kakak, tuaan juga lo"

"Ada juga yaa sekarang, seorang senior gak suka di sopanin sama juniornya"
"Hmm.. basi bet cara lo, palingan ujung-ujungnya kalo ngga ngecengin yaa pasti ada maunya nih"
"Anak baru mana sih yang berani ngecengin seniornya?"
"Ah gue tau nih roman-romannya cewek laper, yaudah-yaudah adek manis mau makan apa sih?"
"Gamau"
"Lah tadi katanya gak berani ngecengin? Terus kenapa diteraktir juga gamau?"
"Gamau dipanggil adek ish"
"Bodo amat Al"

Aliya telah menduduki kursi lipat yang tersedia dihadapan Arga, sore ini Aliya samasekali tidak lapar ataupun haus, oleh karena itulah ia tidak memesan apa-apa pada bu Romlah yang sedang sibuk merapikan uang hasil jualannya hari ini.

"Kamu sendirian aja? Niko mana? Kok sampai sore gini aku belum liat dia ya? Padahal aku udah cari ke tempat biasa, tapi dia gak ada"
"Palingan juga bolos tuh anak, etapi tenang aja, udah kebiasaan, hehee"
"Apa yang biasa? kamu? udah biasa sendiri? hahahaa"
"Hehee tau aja, eh tapi emang bener kok si Niko tuh udah biasa banget sama yang namanya bolos, apalagi semenjak ada mainan barunya tuh, uhh makin bersih dah absennya"

Mata Aliya melirik Arga yang cenge-ngesan seraya mengejek Niko atas mainan barunya, lantas Aliya menebak "Diary?"

"Iya, aneh banget kan? Masa cowok mainan diary? emang kacaw tuh anak hahaa.."
"Nggak juga sih" Jawab Al singkat namun mudah dipahami

Tertawanya terhenti perlahan, kemudian Arga mengerutkan kedua alisnya dan berkata, "Hah? Kok nggak sih? Dia laki-laki loh, masa.."

"Iya aku tau kok, Niko itu cowok beku, tapi mungkin nggak semua orang tau kalau dibalik sikapnya yang dingin itu sebenarnya dia menyimpan sejuta kehangatan untuk orang-orang yang dia sayang. Termasuk dia, si pemilik diary itu, jadi ya wajar aja kalo dia sayang banget sama mainannya itu"
"Jadi, Niko udah cerita?" Tanya Arga penasaran

Lantas Aliya melanjutkan. "Iliya Isla namanya. Cewek paling beruntung yang bisa dapetin hatinya Niko, tapi sayang, setelah itu dia gak sadar kalau udah menyia-nyiakan apa yang pantas dia dapatkan"

"Ya, Isla memang pergi, tapi.."

belum sempat mengakhiri kalimat, kemudian Aliya kembali memotongnya "Justru kepergian Isla yang membuat semuanya berubah, kan? karena Isla bukan hanya sekadar pergi, dia pergi dengan membawa perasaan Nik, jauh, jauh ke tempat yang mungkin belum pernah ada di peta dunia buatan Nik"

"Al.."

"Yaudah Ga, kamu gak perlu repot-repot cerita lagi, aku udah tau kok"

"Bukan gitu, Al, sebenernya ada satu hal lagi yang perlu lo tau, jadi.."

Lagi dan lagi Al memotong pembicaraan Arga yang hendak memberitahu suatu hal kepadanya namun ia bantah, "Kalau aku maunya banyak gimana?"

"Maksudnya? Al?"

Aliya tidak menjawab, ia hanya tersenyum dan berharap Arga dapat mengerti maksudnya.

"Al.."
"Please Ga!"
"Lo suka sama dia?"

Aliya tidak menjawabnya namun kali ini ia tertawa pelan, Arga yang sempat menunggu jawaban namun tidak ia dapat lantas bertanya sekali lagi "Lo sayang sama dia?"
"Aku bingung Ga, harus ngapain"
"Kok bingung? Jawab aja"
"Apa yang perlu dijawab? Padahal sudah jelas kalau kalimat dari pertanyaanmu itu sudah sama persis dengan jawabannya"

Buku (Chapter 4)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang