Limited Edition

258 80 0
                                    

Hari ini masih persis seperti kemarin. Nik tidak masuk kelas lagi, seharian ia hanya menyibukkan diri dengan diary yang selalu ia bawa kemanapun ia pergi.

Akhir-akhir ini Nik tampak semakin lengket dengan benda mati itu, entah seseru apa isinya sehingga membuat Nik begitu betah berlama-lama bertatapan dengan benda itu.

Bell pulang berhenti, Nik membuka lubang telinga yang baru saja ia sumpal dengan telunjuknya

"Hallo Niko" suara lembut itu
"Ngapain lo disini?"
"Yaa.. Ngga ngapa-ngapain, emangnya disini ada ya persyaratan wajib baca diary?"

Sesering itu Nik merasa terganggu oleh siapa saja yang mendatanginya secara tiba-tiba, apalagi kali ini yang datang adalah Aliya, jelas saja Nik langsung berdiri dan bergegas meninggalkan tempat itu.

"Nik, Niko tunggu.."

Ia terus berjalan entah kemana arahnya karena baginya yang terpenting saat ini adalah terhindar dari sosok Aliya. "Apa-apaan sih nih orang"

"Niko berenti atau aku akan ikuti kamu sampai rumah?!" Ancaman Aliya tepat mengenai sasaran

"Mau lo apasih? Urusan kita itu udah selesai"
"Aku cuma mau temenan kok sama kamu"

Setelah mendengar jawaban yang menurutnya sangat konyol itu, kemudian tanpa merespon lagi, Nik langsung membalikkan badan lalu melanjutkan langkah cepatnya.

"Berarti kamu setuju kalau aku ikutin sampai rumah" Aliya kembali mengancam, lalu Nik berhenti dan kembali menoleh ke arahnya

"Ok, gue tau, gue utang budi karena lo udah nemuin diary gue yang ilang, kan? Yaudah, cepet bilang lo mau apa? Es krim? Lima puluh ribu? Seratus ribu, cukup?" Nik segera mengeluarkan dompet yang ia taruh di dalam ranselnya.

Kemudian Aliya mendekat beberapa langkah, "iya, aku mau es krim, dan es krim itu kamu, Nik!" ia bergumam.

"Aku gak butuh uang kamu, Nik, temenin aku yuk sebentar, abis itu aku janji deh gak akan ikut-ikutin kamu lagi"
"Gue sibuk, gimana kalo seratus lima puluh ribu?"
"Satu jam!"

***

Tempatnya tidak terlalu jauh, namun yang membuat Nik sedari tadi menggerutu adalah kali ini ia terpaksa berkendara menggunakan motor matic yang biasa Aliya pakai sehari-hari. Nik membatin lantaran debu debu dan terik matahari kini telah melapisi pori pori kulitnya

"Masih jauh gak?"
"Masih sih, tapi sebentar lagi juga bakal deket kok"
"Hah? Lo ngomong apasih?!"
"Iya, kita masih jauh, tapi aku yakin sebentar lagi kita bakal deket kok"
"Gak jelas lo!"

Tepat 10 menit mereka sampai di depan rumah makan sederhana alias warteg.

"Eh gue masih kenyang ya, jadi, lo aja yang makan. Biar gue tunggu di luar."

Aliya hanya tersenyum mendengar ucapan itu, dan demi mempersingkat waktu ia pun langsung masuk ke dalam warteg tersebut.

"Kenapa gue kek orang bego gini sih? Tapi kalo gue cabut, besok-besok pasti ni cewek gila bakal nagih-nagih lagi. Ahh.. Fuck!" gerutu Nik seraya terbelit hutang

Tak lama kemudian Aliya akhirnya keluar dari warteg dengan membawa 2 jinjing kantong plastik besar di tangan kanan dan kirinya.

Buku (Chapter 4)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang