Marisha

1.4K 100 0
                                    

Ponselku mati. Aku belum sempat mengisi baterainya lagi sesampainya di penginapan dan terlalu semangat mengabadikan pemandangan matahari tenggelam di pantai barat Pangandaran, dengan dua objek tambahan yang masih menempel sedari tadi. Kalila dan ayahnya.

Permainan baru usai ketika langit mulai gelap, kami harus kembali ke penginapan.

Puncak acara ulang tahun Kalila malam ini, Abah membelikan kue bergambar karakter hello kitty, kesukaan Kalila. Semua akan berdoa untuk Kalila, lalu kami akan makan kue bersama.

Kali ini, Papi kalah pamor oleh Tyo. Kalila hanya mau dimandikan dan dipakaikan baju oleh ayahnya.

Aku membiarkannya. Canggung kusiapkan baju ganti untuk Kalila di kamar, kami belum pernah dalam kondisi sedekat ini lagi. Aku segera keluar dan membiarkan Tyo berdua saja bersama Kalila.

***

"Bunda, bolehkah potongan kue pertamaku, untuk ayah Tyo?" pinta Kalila setelah aku membantunya memotong kue ulang tahunnya.

Aku menoleh sebentar ke arah Papi. Meminta persetujuannya juga. Semua rencana ulang tahun ini disiapkan oleh Papi untuk cucu kesayangannya, dan ternyata cucunya terus saja menomorsatukan ayahnya. Kulihat Papi mengangguk pelan.

"Boleh, Nak, tetapi setelah itu, kasih Abah kue dengan potongan paling besar, ya?" tawarku.

Kalila mengangguk lalu memberikan piring pertamanya untuk Tyo.

***

Tyo pamit pulang ketika Kalila sudah terlelap di tempat tidur. Aku mengantarnya ke mobil, berusaha menunjukkan rasa sopanku. Aku tahu, setelah ini pasti akan ada sesi interogasi dari Papi.

"Kalian berbaikan?" tanya Papi ketika aku baru saja masuk ke penginapan.

"Tidak, Pi. Ini tidak seperti yang Papi bayangkan," jawabku sambil mengambil sebotol air mineral kemudian duduk di sebelah Papi.

"Tyo... sudah punya keluarga baru, Pi. Kami tidak mungkin kembali seperti dulu lagi."

Aku meminum air mineral, memberi jeda pada kalimatku.

"Hanya saja, aku merasa...Kalila memang merindukan figur ayah kandungnya. Mereka baru saja bertemu, tetapi Papi lihat sendiri, kan, sikap Kalila terhadap Tyo?" jelasku.

Jujur saja, aku senang sekali dengan pemandangan sore tadi.

Tyo meninggalkan kami saat Kalila belum genap berusia enam bulan. Belum pernah sekali pun Tyo bermain dengan waktu sepanjang itu bersama Kalila.

Aku meminta Papi untuk mengerti.

"Aku, juga belum bisa melupakan apa yang sudah Tyo lakukan pada kami, tetapi...Kalila bahkan tidak tahu apa masalah yang dihadapi oleh orang tuanya. Biarkan saja mereka menikmati waktu bersama, toh hanya sekali-sekali," janjiku.

Aku tahu papi masih ingin mengorek cerita tentang Tyo, tetapi aku meminta izin untuk masuk ke kamarku lebih cepat. Kami masih punya banyak rencana untuk besok pagi.

Aku ingin mengajak Kalila naik perahu ke pasir putih di seberang laut. Kalau diizinkan oleh papi, kami mau mencoba snorkeling juga di sana.

***

Alarm di ponselku berbunyi, masih ada setengah jam menuju azan subuh. Aku mematikan alarm dan memutuskan untuk bangun lebih awal. Kulihat beberapa notifikasi baru pada aplikasi facebook-ku.

Pesan dari orang yang tidak ada dalam daftar pertemananku.

Marisha.

Aku sepertinya pernah mendengar nama itu. Dengan segera aku memilih untuk menerima pesannya.

[Maaf, apa Anda masih bersama Tyo?]

[Saya berusaha menghubungi Tyo dan Anda sejak tadi, tetapi tidak ada yang membalas]

[Bisa saya bicara dengan Tyo?]

[Saya tidak bisa tidur, Mbak. Tolong bantu saya]

Istri Tyo. Ya, Marisha adalah nama istri Tyo yang baru.

Lucu membaca pesan dari wanita lain yang mengkhawatirkan Tyo. Perempuan ini sepertinya ketakutan jika aku dan Tyo kembali dekat. Wajar, Tyo berada di luar kota bersama mantan istrinya.

Aku segera mengetik pesan. Apalagi terlihat tombol hijau di statusnya. Wanita ini sedang online.

[Mbak, Tyo sudah pergi dari penginapan kami sejak semalam. Ponsel saya mati karena habis baterai. Saya juga belum bisa memastikan Tyo ada di mana]

Kubuka juga aplikasi whatsapp. Mama mertuaku pun mengirim pesan, memastikan apakah Tyo bersamaku. Mungkin istri Tyo juga sudah menelpon Mama karena terlalu khawatir.

[Wajar kalau saya waspada, kan, Mbak. Saya...sangat menyayangi Tyo]

Aku tertawa membaca pesannya.

Perempuan ini, dia yang dulu membuat Tyo tega meninggalkan aku dan Kalila. Kini, dia khawatir bahwa aku akan merebut Tyo lagi?

Are you kidding, Sist?

[Mbak, tenang saja ya. Keperluan Tyo kemarin hanya untuk menemani anaknya saat ulang tahun, tidak lebih. Urusan Tyo dengan saya sudah selesai beberapa tahun yang lalu]

Marisha menjawabnya dengan ikon senyum.

Aku menekan gambar profil Marisha. Ia wanita yang pandai bersolek, sesuai idaman Tyo. Ia juga wanita yang tegas, berani untuk mempertahankan apa yang ia miliki. Tidak sepertiku, yang memilih mundur begitu saja ketika miliknya direbut orang lain di depan mata.

Aku memandangi Kalila yang masih terlelap di sebelahku.

Bersabar ya, Nak. Ayahmu kini sudah punya keluarga baru, keluarga yang juga harus ia jaga perasaannya. Sekalipun kamu begitu terlihat bahagia ketika di dekatnya, kita harus tetap kuat walau tanpa dia, kan?

***

Ponselku berbunyi lagi.

[Teh, hari ini ada di rumah? Aku mau bawa hadiah untuk Kalila]

dari Abi.

Lelaki yang Kupinta dalam DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang