12. Oh No!!

1.6K 175 5
                                    

Selesai bekerja, Jihoon dan Woojin pulang bersama, hujan sudah reda dan mereka pulang dengan pakaian kering.

Sesampainya di rumah, Jihoon hendak naik ke kamarnya di lantai 2 saat ia mendengar suara bersin seseorang.
Pasti itu suara Park Woojin, jika bukan lalu siapa lagi?

Akhirnya Jihoon mengurungkan diri untuk masuk kekamarnya dan menghampiri Woojin.
"Kau sakit?" Tanya Jihoon.
"Tidak." Jawab Woojin singkat
"Tidak usah mengelak, aku mendengar suara bersin mu dengan jelas."
Woojin hanya mengedikkan bahu dan berjalan ke dapur, berniat membuat sesuatu untuk mereka makan.
Jihoon mengikuti Woojin menuju dapur.
Tiba-tiba Jihoon menempelkan punggung tangannya di dahi Woojin.
Woojin terkejut dengan perlakuan Jihoon namun masih bisa mengendalikan ekspresinya.

"Apa yang kau lakukan?" Woojin menghempas tangan Jihoon dari dahi nya.
"Dahimu panas." Jihoon berujar.
Woojin tidak menghiraukan Jihoon dan bersiap membuat makanan. Jihoon tertunduk sebentar akibat sikap acuh Woojin.
Woojin sangat dingin bahkan saat aku dengan jelas mengkhawatirkannya huft. Batin Jihoon

"Biar aku saja..." Jihoon berbicara.
"Apa?" Woojin tidak mengerti dengan yang Jihoon katakan.
"Biarkan aku membuatkanmu bubur karena kau sedang sakit." Jihoon memang berniat menghindari Woojin, tetapi entah mengapa selalu gagal.

Seperti saat ini, seharusnya Jihoon tidak memperdulikan Woojin dan tidur sepuasnya di kamarnya mengingat besok adalah hari libur mereka. Tetapi dengan bodohnya Jihoon menawarkan diri untuk membuatkan Woojin makanan. Bahkan Woojin saja tidak perduli dengan dirinya sendiri lalu mengapa Jihoon harus memperdulikannya?

Tetapi bagaimanapun, Jihoon tidak tega melihat Woojin yang sedang sakit. Apalagi semua itu diakibatkan oleh Jihoon sendiri.
Jihoon mulai menyesali tindakannya yang menggunakan jas hujan Woojin tadi siang.
"Aku tahu kau tidak bisa memasak." Jawab Woojin.
Jihoon tertunduk kembali, ia memang tidak bisa memasak.
"Setidaknya biarkan aku mencoba..."
"Kau yakin?" Woojin bertanya meyakinkan.
Jihoon hanya mengangguk.
"Baiklah." Jawab Woojin singkat.
Sesederhana itu Woojin membuat Jihoon menyunggingkan senyumannya. Jihoon senang Woojin mengizinkannya untuk memasak.
"Kau harus beristirahat." Jihoon menuntun Woojin menuju sofa.
"Kau pikir aku tidak bisa berjalan sendiri?" Harga diri Woojin terluka saat Jihoon memandunya berjalan menuju sofa. Woojin sudah terlihat seperti tua bangka saja. Tetapi entah mengapa Woojin pun tidak menolaknya.

Jihoon hanya terkekeh dan berjalan kembali menuju dapur. Tiba-tiba Jihoon berubah riang. Ajaibnya Park Woojin yang dapat mengubah mood Jihoon hanya dalam sekejap mata.

Jihoon mulai mencari resep-resep untuk membuat bubur di internet. ternyata itu semua tidak susah, Jihoon bisa mengerjakannya dengan baik.
Jihoon meninggalkan masakannya sebentar untuk mengecek Woojin yang ternyata sudah tertidur dengan pulas di sofa. Jihoon mulai menempelakan punggung tangannya lagi di atas dahi Woojin.

Suhunya makin panas, bagaimana ini? Batin Jihoon.
Jihoon segera mengambil baskom kecil dan sapu tangan untuk mengompres kepala Woojin.
Beberapa menit kemudian Woojin terusik dari tidurnya saat Jihoon mengganti kompresannya.
"Apa aku membangunkanmu? Jihoon bertanya dengan wajah polosnya.

Woojin tidak menjawab pertanyaan Jihoon dan malah bertanya balik.
"Bau apa ini?" Hidung Woojin mengendus-endus bau sesuatu yang menyengat.
Jihoon melebarkan matanya saat teringat ia meninggalkan masakannya tadi.
"MASAKANKU!!" Jihoon berteriak dan berlari menuju dapur. Cepat-cepat Jihoon mematikan kompornya dan membuka tutup panci.

Gosong.

Masakannya yang ia buat dengan susah payah habis tak bersisa. Sekarang bubur tak bersalah  itu berubah warna menjadi hitam dengan bau yang menyengat.

Woojin yang khawatir menghampiri Jihoon. Betapa kagetnya Woojin melihat Jihoon sedang menangis sambil memegang sebuah panci.

"Hey, kau tak apa?" Woojin memegang bahu Jihoon.
"Masakanku..." Jihoon berucap sambil menangis.
Woojin melihat panci yang dipegang Jihoon dan benar saja isinya adalah bubur hitam. Ah, bahkan mungkin itu sudah tidak bisa dikatakan bubur lagi.

I Choose to Love You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang