1 Hari sebelum menjadi CEO.
Jihoon masuk kampus seperti biasanya. Kepalanya sudah lebih baik dari sebelumnya karena hyung yang merawat.
Wajahnya tampak lesu dan tidak bersemangat, karena sore ini Hyung dan ibunya akan berangkat ke China.
Saat jam istirahat Daniel menghampiri Jihoon di kelas. Kelas hanya diisi oleh mereka berdua karena yang lain sedang mengisi perut mereka di kantin.
"Park Ji...." Daniel memanggil Jihoon sambil berjalan masuk ke kelas.
"Daniel hyung..."
"Kau sudah sembuh?"
"Ya, ini tidak terlalu parah hyung." Jawab Jihoon lesu sambil memegang kepalanya.
"Kau tidak ke kantin? Kau kelihatan lesu."
Jihoon berpikir tidak mungkin ia berkata kepada Daniel bahwa ia sedang tidak bernafsu untuk makan.
"Nanti, aku akan kekantin saat lapar."
"Baiklah, apakah kau sangat sibuk semalam? Kau tidak menghubungiku."
Semalam? Ah benar, ia belum sempat menghubungi Daniel karena Sungwoon hyung yang masuk kedalam kamarnya.
"Maafkan aku hyung, semalam aku ketiduran." Jawab Jihoon berbohong.
"Tidak apa-apa" Daniel tersenyum.
"Sebenarnya ada sesuatu yg ingin kukatakan padamu ji.." Lanjut Daniel.
Jihoon menoleh dan memiringkan kepalanya.
"Tetapi, sepertinya ini bukan waktu yang tepat. Mungkin lain kali saat kau sedang dalam mood baik. Apapun masalahmu aku harap kau menyelesaikannya dengan baik."
Apakah dia menyadarinya? Apa sikapku terlalu kentara? Pikir Jihoon.
"Hyung, maafkan aku dan terimakasih."
Daniel tersenyum dan melambaikan tangan sembari berjalan keluar kelas.Bagaimana bisa Jihoon bersikap seperti itu dihadapan Daniel? Mood Jihoon memang sangat buruk hari ini.
Bahkan Seongwoo teman baiknya pun terkadang ia acuhkan.
Daniel hyung maafkan aku kali ini saja. Batin JihoonJihoon tidak fokus belajar sampai mata kuliah selesai, pikirannya bercabang dan tidak bisa diajak berkompromi.
Hari ini ia pulang tergesa karena harus mengantarkan Ibu dan Hyung nya ke bandara.
2 Bulan tanpa Ibu dan Hyung, jika dipikir lagi bagaimana mungkin Jihoon bisa melewati ini semua?
Hhh... Jihoon menghela nafas lelah.🐕🐕🐕
Bandara dipenuhi oleh lalu lalang orang yang hendak bepergian dan kembali dari bepergian. Jihoon berjalan sambil menggenggam jari ibunya.
"Aigoo.. Bagaimana bisa aku meninggalkan anakku yang manis ini sendirian?" Ibu Jihoon berucap sambil terkekeh.
"Maka dari itu, ibu disini saja menemaniku." Jihoon mengeluarkan ekspresi memelasnya.
Ibu hanya tersenyum sambil mengusap pucuk kepala Jihoon dengan lembut.
"Oh itu dia!" Ucap hyung.
"Siapa hyung?" Tanya Jihoon masih bermanja pada ibu.
"Sekertaris hyung yang akan membantumu."Jihoon menoleh dan mengikuti arah pandang hyung nya. Orang itu kelihatan tidak asing. Ah dia.....
Apa dia sekertaris yang dimaksud oleh hyung? Tidak mungkin. Bukankah Seongwoo bilang bahwa ia adalah mahasiswa baru sepertiku? Tidak mungkin juga ia sudah menempati posisi sekertaris.
Mungkinkah orang dibelakangnya? Tetapi hanya orang itu lah yang terus berjalan mendekati kami.Park Woojin berdiri di hadapan kami dan membungkuk kepada Ibu dan Hyung. Raut wajahnya terlihat santai.
"Gembul, kenalkan ini Park Woojin sekertaris hyung sekaligus orang yang akan membantumu di kantor dan di rumah." Ucap hyung.Di kantor dan dimana?
D..di rumah??Jihoon dan Woojin terlihat terkejut. Sepertinya Woojin juga baru mengetahui hal ini. Ibu mulai menjelaskan.
"Jihoon sayang, ibu khawatir meninggalkanmu sendiri dirumah, maka dari itu ibu memutuskan Woojin akan tinggal dirumah kita selama 2 bulan. Kau tidak keberatan kan Woojin?"
Woojin berpikir sebentar.
"Jika ini termasuk pekerjaan, saya tidak keberatan direktur." Woojin mengatakannya dengan berat hati.
Woojin sebenarnya tidak terbiasa hidup dengan orang lain selain keluarganya.
Tetapi bagaimanapun Woojin tidak bisa menolak, Masih teringat dibenaknya bagaimana sajangnim yang selalu memperlakukannya dengan baik.
"Baguslah Woojin."
"Ibu.... Mengapa harus dia? Aku akan baik-baik saja sendiri." Jihoon merengek.
"Apa kalian berdua memiliki masalah?"
Jihoon terdiam. Woojin melirik Jihoon dengan tatapan menusuk.
"Jika kalian tidak memiliki masalah seharusnya kau tidak keberatan Ji.." Ibu berucap lagi.
"T..tidak ibu, m..maksudku aku belum mengenalnya, bagaimana jika dia melakukan kejahatan?"
"Kami mengenalnya gembul, dia tidak akan melakukan kejahatan. Ini semua demi kebaikan mu." Sungwoon hyung menimpali.
Ibu hanya mengangguk dan Woojin mengeluarkan smirknya. Woojin tidak perlu membela diri saat sajangnim dan direktur dengan sukarela membelanya.Jihoon berpikir untuk mencari alasan lain.
"Ibu, mungkin dia akan sibuk dengan pekerjaannya. Berikan aku 1 pembantu, aku janji akan baik-baik saja." Jihoon mencoba meminta belas kasihan ibunya.
"Jihoon sayang, kau akan baik bersama Woojin, percayalah. Waktu ibu tidak banyak, sebentar lagi kami berangkat."
Jihoon menyerah, ia menunduk dalam dan meratapi nasibnya. Takdir sungguh sangat mempermainkannya. Bahkan Ibu dan kakaknya lebih mempercayai orang itu daripada anggota keluarga mereka sendiri.Ibu mulai memberi wejangan pada Woojin.
"Woojin, kau menginaplah mulai hari ini. Anggap saja rumahmu sendiri, kau bisa mengundang temanmu jika kau ingin. Jihoon sangat manja, jika memungkinkan turuti saja keinginannya. Dan jagalah ia dengan baik."
"Baik direktur."
"Jika ada masalah, hubungi aku saja." Sungwoon hyung menimpali.
"Baik hyu- , maksudku sajangnim."
Sungwoon tersenyum.Ibu memeluk Jihoon dan mengucapkan salam perpisahan. Begitu juga dengan Sungwoon.
Mereka akhirnya lepas landas."Kau bisa pulang sendiri kan?" Tanya Woojin.
Jihoon tidak menanggapi, ia masih menunduk lesu.
"Kuanggap keterdiaman mu sebagai jawaban ya" Woojin berbalik dan hendak berjalan pergi saat sepasang tangan menggenggam bagian lengan kemeja bawahnya.
'Masa bodoh dengan harga dirimu Jihoon, lebih baik meminta bantuannya daripada tersesat.' pikir Jihoon
"A... Aku T..tidak tahu jalan." Jihoon berucap pada akhirnya.
"Baiklah cepat." Woojin berjalan mendahului Jihoon ke parkiran.
Jihoon tidak tahu Woojin mengulum senyum nya diam-diam.
Mereka akhirnya pulang dengan Woojin yang membawa mobil."Kupikir kau tidak keberatan untuk mampir ke rumahku, karena aku harus mengambil barang-barangku." Woojin memulai percakapan.
"Hmm.." Jihoon memberikan persetujuan seadanya.Beberapa menit kemudian mobil sampai di halaman rumah Woojin. Jihoon mengamati, rumah ini tidak besar tetapi sangat nyaman, banyak pepohonan segar dan ada kolam ikan kecil di dekat halaman.
"Masuk." Ucap Woojin.
"Tidak terimakasih." Jihoon menolak.
"Kubilang masuk Park Jihoon!" Woojin menggunakan nada mengintimidasinya.
"Aku menunggu di mobil saja." Jihoon masih menolak.
"Daerah ini sangat rawan penculikan, jika kau tidak masuk aku bisa memastikan kau akan diculik dan dimutilasi. Lalu akan jadi topik hangat dan masuk berita, bukankah ibu dan hyung mu akan sedih? Jadi terserah kau saja."
Jihoon tidak ingin percaya, namun mengapa itu terdengar mengerikan?
Jihoon secepat kilat keluar dari mobil dan mengikuti Woojin masuk kedalam rumah."Aku pulang." Ucap Woojin.
"Oh, anakku sudah pulang." Ibu Woojin keluar dari dapur dan menghampiri Woojin.
"Ini Jihoon, adik dari sajangnim, mulai hari ini aku akan tinggal di rumah sajangnim selama 2 bulan bu." Woojin mengenalkan Jihoon.
Ibu mengacuhkan Woojin dan lebih memilih untuk memandangi Jihoon yang terlihat malu.
Woojin menghela nafas, begitulah ibunya saat menemui hal baru maka hal lama akan dilupakan sejenak.
"Aigoo, manisnya..." Ibu Woojin berucap.
Jihoon membungkuk sopan.
"Aku akan membereskan barang." Merasa diacuhkan, Woojin akhirnya masuk ke kamarnya.
Ibu mengajak Jihoon berbincang diruang tengah.
"Jadi namamu Jihoon?" Tanya Ibu Woojin pada Jihoon.
"Ya bibi, namaku Park Jihoon." Jihoon menjawab sopan. Walaupun ia tidak suka terhadap Woojin, ia tetap harus bertindak sopan di depan orang tuanya kan?
"Kau masih pelajar?"
"Aku mahasiswa tingkat awal di SNU."
"Aigoo, jadi kau setingkat dengan Woojin?"
Jihoon hanya tersenyum. ah ya, Jihoon penasaran dengan 1 hal sedari tadi. jihoon memutuskan untuk bertanya.
"Bibi, aku penasaran apa benar disini rawan penculikan?"
"Penculikan? Tidak mungkin, disini dikenal dengan keamanan nya. Kau tidak lihat anak-anak itu main bebas diluar sana tanpa penjagaan? Jika disini rawan penculikan, orang tua mereka pasti tidak akan membiarkan anaknya keluar rumah" Ibu Woojin menunjuk sekelompok anak kecil yang sedang bermain di taman kecil.
'Ah, sial. Mengapa tadi aku tak melihatnya? Ini namanya penipuan.' Pikir Jihoon"Ayo!" Woojin keluar dari kamarnya membawa koper dan 1 tas.
Jihoon menoleh dan berdiri.
"Baiklah, aku pamit Bi.." Jihoon bersalaman dengan Ibu Woojin.
"Sering-sering lah main kesini nak Jihoon. Jika kau merasa kesepian, datang kemari saja."
"Baik Bi." Jihoon keluar rumah setelah membungkuk sopan dan segera masuk kedalam mobil."Woojin, jaga baik-baik dirimu disana. Dan jaga calon menantuku juga, jangan sampai lecet." Ibu Woojin terkekeh.
Woojin menggelengkan kepala sembari berdecak. Itu memang kebiasaan ibunya, selalu berlebihan.
"Tidak ada yang ingin memiliki mertua seperti ibu." Ucap Woojin.
"Aish anak ini!" Ibu memukul kepala Woojin.
Woojin hanya mengusapnya dengan ekspresi datar.
"Sudah sana, Jihoon menunggumu."
Woojin berpelukan dengan ibunya sebelum pergi.To be Continued
Jangan lupa tinggalkan jejak🐾🐾
KAMU SEDANG MEMBACA
I Choose to Love You [END]
Storie breviPark Jihoon seorang mahasiswa baru di kampus ternama yang terletak di seoul. Dalam satu hari hidupnya berubah drastis dari mahasiswa menjadi CEO sebuah perusahaan. Apa dia sekertaris yang dimaksud hyung? Oh Tidak!! Ini bukan berita bagus. "Tidak bis...