7. First Day

1.7K 174 2
                                    

Setelah Jihoon memberitahu letak kamar Woojin keadaan berubah menjadi canggung. Baiklah, sebenarnya ini memang canggung dari awal. Kamar mereka bersebelahan, namun kamar Woojin tentu saja tidak sebesar dan seluas kamar Jihoon.

Woojin memeriksa kamarnya, sederhana dengan 1 buah ranjang besar, 1 buah lemari dan sebuah rak kecil disisinya. Kamar mandi berada tepat di sudut kamar. Ini sudah lebih dari cukup bagi Woojin mengingat dirinya hanya tamu disini.
Woojin berbaring sebentar sebelum mulai membereskan barangnya.

Hari beranjak malam, dan Jihoon belum menunjukkan tanda-tanda akan keluar dari kamar.
Jihoon mengunci diri dikamarnya, pikirannya berkecamuk. Entah siapa yang harus disalahkan dari semua kejadian ini. Ibu nya kah? Hyung nya kah? Atau si kulit eksotis itu?
Darimana aku mendapatkan julukan itu? Jihoon menggelengkan kepalanya.
Dari semua kemungkinan yang ada, hanya 1 orang yang patut disalahkan.
Siapa lagi?

Tentu saja Park eksotis Woojin.
Disaat ia bisa menolak, mengapa ia harus menyetujui tinggal disini? Apa ia punya motif tersendiri?
Jika Woojin menolak, tentu saja Jihoon tak akan sepusing ini.

Masalahnya adalah Woojin itu sendiri. Orang yang paling dihindari oleh Jihoon. Jika itu adalah Daniel hyung mungkin ia akan bahagia.
Sekarang ia harus banyak berdiam dikamar agar frekuensi pertemuannya dengan Woojin semakin menipis. Bahkan Jihoon berniat akan keluar kamar hanya saat Woojin sudah tidur dan berangkat sebelum Woojin terbangun.
Jihoon menghela nafas. Apa harus sampai begitu?

Ruang tengah adalah tempat ternyaman bagi Woojin untuk mengerjakan pekerjaannya. Karena hanya di ruang tengahlah ia dapat menemukan meja dan kursi yang ia gunakan untuk bekerja. Ia sebenarnya ingin sedikit bersantai dan berniat menyalakan televisi.
Ia teringat seseornag pernah mengatakan "Jangan bekerja terlalu keras saat bosmu tak ada. Karena percuma, bosmu tak akan melihat kerja kerasmu."
Bagi sebagian orang mungkin itu benar, tetapi bagi Woojin itu adalah kesalahan terbesar. Saat ia ingin bersantai, pekerjaannya malah bertambah 2x lipat, waktu mengejar dan hasil tak maksimal.
Akhirnya ia mengurungkan niat untuk menyalakan televisi. Bertepatan dengan bunyi perutnya yang nyaring. Lapar? Ya, Woojin bahkan belum mengisi perutnya dari pagi. Pekerjaan akhirnya ditunda oleh panggilan alam.

Direktur menyuruhnya untuk menganggap rumah ini sebagai rumahnya sendiri kan? Maka ia akan membongkar kulkas untuk mengisi perutnya.
Tak disangka, kulkas sangat penuh baik oleh bahan mentah maupun masakan matang yang tinggal dihangatkan.
Woojin memutuskan untuk membuat nasi goreng kimchi. Woojin tentu bisa memasak walau bukan rasa bintang 5. Apa yang tidak bisa dilakukan oleh seorang Park Woojin?

Bunyi wajan yang beradu dengan spatula terdengar jelas. Bau dari masakannya mulai menguar.

Woojin berpikir mengapa masakannya bisa sewangi ini? Apakah ia harus memanggil dirinya sendiri Chef hari ini?

Woojin hendak memakan masakannya saat ia teringat sesuatu. Ia tidak sendiri dirumah ini. Masih ada 1 makhluk hidup lainnya.

Apakah Jihoon sudah makan? Pikirnya.
Ia sebenarnya tak perduli, tetapi jika Jihoon kelaparan dan masuk rumah sakit. Tamatlah riwayatnya.
Ia akhirnya membagi 2 masakannya dan membawakannya ke kamar Jihoon.
Setelah jadi Chef, mungkin sekarang ia terlihat seperti seorang pramusaji yang hendak mengantar pesanan pada pembelinya.
Bedanya, tak ada pramusaji yang setampan dirinya.
Woojin mendengus kecil saat memikirkan itu.

Terdengar bunyi pintu kamar Jihoon yang diketuk. Jihoon membuka pintu dan melihat Woojin membawa 1 piring makanan.

"Makanlah." Woojin berucap dan menyodorkan piringnya kearah Jihoon.
"Terimakasih, tetapi aku tidak lapar."

Krukkk.... Krukkk....
Perut Jihoon berbunyi. Woojin mendengarnya.

"Cih.. Sudahlah ambil saja tidak usah banyak alasan." Woojin hanya memasang wajah datarnya.
"Tidak!!" Jihoon sedikit berteriak dan menutup pintu tepat di depan wajah Woojin.
Woojin hanya mengangkat bahunya tak peduli.
"Kutaruh di meja makan, barangkali kau berubah pikiran." Setelah berucap Woojin kembali ke ruang makan.
"ENYAHLAH KAU PARK WOOJIN!!" Jihoon berteriak lantang.

I Choose to Love You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang