6. Sebuah Rahasia yang Mengubah Diriku

77 5 0
                                    

Hari ketiga, demamku kambuh lagi.

Sementara di sekolah......

"Kayaknya Amel sudah tiga hari nggak ke sekolah. Tapi, dia udah ngasih surat izin sakit, kan?" Kiran menuliskan absen hari ini.

"Benar, kok. Aku melihatnya di meja guru." Kanya memegang surat izin tersebut.

"Btw, bagaimana kalau kita jenguk Amel sepulang sekolah? Pasti Amel bakalan bahagia, tuh," usul Marshil.

"Iya, tuh. Boleh juga." Kiran mengiyakannya.

******

Kirana Azalina Rahman nama lengkapnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kirana Azalina Rahman nama lengkapnya. Dia merupakan sekretaris kelas. Dia juga anak seni tari sepertiku. Meskipun dia agak cerewet, tapi dia sebenarnya baik, kok.

******

Sesampainya di rumahku.....

"Assalamualaikum, Mel." Kiran membunyikan lonceng pagarku.

"Amel?"

Lalu, mamaku membukakan pagar. "Ya. Ada apa? Temanmu sakit, ya?"

"Iya, Tante. Makannya, kami hendak menjenguk Amel. Boleh kan?"

Mamaku mengangguk.

******

"Amel...... kenapa kamu sampai sakit separah ini?" Kiran memberikanku keranjang berisi buah-buahan.

"Aku cuma...... ingin bisa seperti Sofia......" Aku bernapas tersengal-sengal.

"Sofia anak 8.5 itu?"

"Ya."

"Saran aku ya, jangan lupa shalat tahajud sama berdoa. Iya, kan, Shil?"

Marshil hanya mengangguk.

******

Setelah bercakap-cakap dengan Kiran dan Marshil, ada suara ketukan pagar lagi. Siapakah itu?? Lebih baik kita cari tahu aja.

Ternyata adalah.......

Siapa ya.......??

Dia itu.......

......

.......

........

Adalah.......

.......

.........

..........

...........

.........

........

..........

Sofia beserta kakak sepupunya, Kak Kanitra dan ibu guruku saat kelas 7, Bu Ratih. Tapi... perasaanku menjadi aneh, ya. Sejak kapan seorang guru datang ke rumah muridnya hanya untuk menjenguk murid yang sakit? Tapi, nggak apa-apa, kan?

******

"Kok, ibu datang ke rumah saya? Ada apa sebenarnya, bu?" Aku menatap takzim guruku.

"Sebenarnya, ibu mau ceritain sesuatu kepada kamu. Tapi, saat itu, ibu masih terlalu malu untuk mengatakannya, soalnya ini sifatnya rahasia. Teman kamu aja nggak boleh tau. Eh, malah kamunya yang sakit, padahal ibu mau bilang, lho."

Aku menyeringai. Bu Ratih menghela napas.

"Saat ini, ibu udah dibolehin ceritain rahasia ibu sama keluarga. Tapi, kamu berjanji, kamu harus jaga baik-baik rahasia ibu, ya?"

"Iya, bu. Saya akan menjaganya baik-baik."

"Hmmmph..... kamu tahu tidak, ibu tinggal di sekitar sini. Ibu menjalani masa kecil dengan bahagia..... kira-kira sampai ibu masuk SMP."

"Lalu, bagaimana?"

"Kamu pasti tahu ini. Ibu masuk SMP-nya sama kayak kalian. Dan..... omong-omong, kamu ekskul apa, nak?"

"Ekskul seni tari, bu."

"Sama, dong, kayak ibu." Bu Ratih menyeringai.

"Kita bersyukur banget dapat diajarin oleh Bu Ratih. Udah baik, cantik, tak sombong, suka tersenyum...... anak seni tari lagi." Sofia tersenyum tipis.

"Ibu kira semua berjalan baik-baik saja. Namun, kenyataannya? Ibu diintimidasi sama pelatih ekskul. Mulai saat itu, ibu tak mau menari lagi."

"Setelah ibu sakit-sakitan akibat menanggung beban hidup, ibu menyadari kalau keluarga ibu mendukung kegiatan ibu. Akhirnya, ibu berani bilang ke pelatih ekskul kalau sebenarnya semua peserta ekskul berhak tampil di perlombaan atau pentas."

"Ibu tidak mau menyerah begitu saja. Ibu mulai latihan serius dan membuktikan kalau ibu itu bisa. Akhirnya ibu diundang untuk menjadi pengisi acara."

"Ngisi acaranya di mana, bu?" Aku bertanya kebingungan.

"Awalnya, di sekolah saja, misalnya pada saat demo ekskul atau 17-an. Ada yang menarik pada saat ibu tampil di acara 17-an. Pas itu, ada artis terkenal yang merekam penampilan tari saat 17-an. Ibu dipanggil dan kru artisnya bilang kalau ibu bakal mengisi acara mereka."

"Keren banget..... bisa diajak ngisi acara sama artis...." Kiran kegirangan.

"Maka, mulai dari sekarang, kalianlah yang meneruskan perjuangan ibu. Karena, masa depan itu ada di tangan kalian." Bu Ratih menasihati kami.

Kami pun mengangguk.

"Dan khusus kamu, Marshila. Kamu juga harus rajin belajar, ya, Nak."

Marshil hanya mengangguk.

Ya..... berarti kami tidak boleh menyerah. Ya, kan? Ngaku nggak? Pastinya ngaku, dong.....

Part terpanjang yang aku buat :v
Kudu like dan commentnya, ya
Sampai bertemu di part selanjutnya

Kisah PerjuangankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang