15. Pelatih Baru

63 1 0
                                    

Semester dua pun tiba.

Sejak Bu Kartika menikah, ekskul kami seperti kapal tanpa nahkoda. Ketua ekskul, Sofia, terpaksa masuk OSIS. Sang wakil, Tiara Sri, tidak begitu peduli dengan latihan.

Namun, hari ini berbeda. Katanya, ada pelatih baru yang akan mengajari kita berbagai tarian dan teori di dalamnya. Aku sungguh senang.

Sambil menunggu pelatih tersebut datang, kami mengobrol sambil memakan jajanan yang dibeli di depan sekolah. Ada pula yang bermain HP dan melihat anak ekskul lain latihan.

Tak lama kemudian, pelatih baru itu datang.

"Assalamualaikum, Adik-adik," sapa sang pelatih riang.

"Waalaikumsalam," jawab kami.

Tanpa disuruh dua kali, kami berbaris rapi dan menyalami pelatih yang -menurutku- cantik jelita itu.

Setelah semua bersalaman, kami langsung duduk.

"Adik-adik yang Kakak cintai, sebelum memulai latihan, tentu saja Kakak perkenalan diri terlebih dahulu," kata sang pelatih. Kami mendengarnya dengan penuh antusias.

"Nama Kakak... Shafira Marshalina Pinandhito, kalian bisa memanggil saya Kak Fira. Usia saya sekarang... 26 tahun, tetapi dua bulan lagi 27 tahun, hehehe." Ternyata namanya Kak Fira. Namanya cukup bagus, kok.

"Selain sebagai pelatih tari, seperti yang kalian lihat sekarang ini, Kakak juga bekerja sebagai koreografer, penulis, dan motivator. Kakak berharap, suatu saat nanti, kalian bisa menjadi sukses seperti Kakak, entah jadi penari, penulis, guru, ataupun pengusaha. Jangan lupa undang Kakak ya, kalau ada acara," kata Kak Fira sambil tertawa kecil.

"Aamiin...." Kami juga ikutan tertawa.

"Kakak ingin bertanya, siapa yang suka menari?"

Semua mengacungkan tangan.

"Siapa yang pernah ikut sanggar?"

Ada beberapa yang mengacungkan tangan, termasuk aku.

"Tarian apa saja yang dipelajari saat ikut sanggar?"

Aku mengangkat tangan. "Tarian yang saya pelajari rata-rata dari Betawi."

"Wow... lumayan menarik. Omong-omong, nama Adik siapa?" tanya Kak Fira.

"Nama saya Amelia Hasyaniah, biasa dipanggil Amel."

"Oh, namanya Amel. Amel, sebutkan nama tarian yang kamu kuasai tersebut," bujuk Kak Fira.

"Tari... Cokek, Tari Lenggang Nyai... terus apa lagi, ya? Enggak terlalu banyak sih," ucapku sambil merentangkan jari dan berhitung.

"Keren juga kamu, Mel. Bisa menguasai beberapa tarian, terutama tarian Betawi. Kalau yang lain, apa saja?"

Beberapa murid juga berebutan menjawab pertanyaan dan memperkenalkan diri kepada Kak Fira. Juga menanyakan kehidupan Kak Fira.

"Kakak tinggal di mana?"

"Kakak kuliah di mana?"

"Kakak masih jomlo, ya?"

Ampun, dah. Ini ngeselin banget.

"Nomor HP Kakak berapa? Nanti aku masukin ke grup ekskul."

"Kakak kasih saran, dong, biar aku semangat menari."

Dan sederet pertanyaan lainnya.

Kak Fira menepukkan kepala dan berkata, "Tenang, Dik, tenang. Nanti Kakak bakal menjawab semuanya."

"Horeeeee!!" seru kami senang.

***

"Sekarang, kita akan memulai pemanasan. Kita mulai dari peregangan tangan. Satu... dua... tiga... empat...." Kak Fira mulai berhitung.

Kami mengikuti gerakan Kak Fira. Setelah itu, kami memulai latihan tari. Lumayan capek pula, soalnya tarian yang kami pelajari lebih bertenaga dan lebih banyak gerakan melompat sama mendhak. Namun, enggak masalah, bisa bikin badan sehat.

"Ayo, semangat, dong. Tiar, lompat lebih tinggi lagi. Aim, jangan cemberut, dong. Nanti penonton tidak suka melihatmu," seru Kak Fira menyemangati mereka.

Kami tertawa. Aim mengerucutkan bibir.

Dua jam kemudian, latihan tari pun selesai. Kak Fira menyuruh kami duduk untuk pendinginan.

"Seru, enggak, latihan sama Kakak?" tanya Kak Fira penuh antusias.

"Seru, Kak. Tapi badan kita capek," keluh Azalia, teman sekelasku.

Kami tertawa lagi. Azalia menahan malu.

"Maaf." Azalia menyunggingkan senyum. Pipinya bersemu merah.

"Memang capek, sih. Tapi inilah esensi tari yang sesungguhnya, menggunakan tiga aspek yang harus ada dalam tarian. Apa itu?

"Wiraga -aspek fisik, wirama -aspek musik dan tata iringan, serta wirasa -penghayatan. Barulah kita dapat memaknai suatu tarian," jelas Kak Fira.

"Untuk evaluasi hari ini, sebenarnya kalian dapat menari dengan baik. Gerakan kalian sesuai dengan irama. Tapi, jangan lupa, kalian harus memakai tenaga dan hati. Terus, kalian juga menari secara total. Paham, Adik-adik?" Lanjutnya.

"Pahaaaam...," jawab kami kompak.

"Ingat, ya, sebelum pulang, pastikan kalian telah membayar uang kas."

Kami langsung mengantre membayar uang kas kepada Kiran, sang bendahara. Sebenarnya, aku kurang sreg kalau urusan keuangan di ekskul ini, karena uang kasnya mahal, yaitu lima ribuan. Uang tersebut bisa buat membeli mi goreng.

Aku sudah membayar uang kas dan langsung menyalami Kak Fira.

"Hati-hati di jalan, ya. Jangan lupa, pelajari lagi tarian yang telah Kakak ajarkan. Minggu depan, Kakak mau lihat seberapa bagus gerakan kalian. Kalau kalian bagus, nanti Kakak akan mengajarkan gerakan baru yang lebih susah tapi membuat kalian semangat dalam menari," serunya.

Sepanjang perjalanan pulang, aku terus membayangkan kejadian ekskul. Ternyata, berlatih bersama Kak Fira sangat seru! Pastinya aku tak sabar membagikan kejadian menyenangkan kepada kalian.

Kisah PerjuangankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang