Nertha menutup pintu kamarnya dengan kasar. Ia masih mencerna kata-kata yang Sehun ucapkan tadi.
Apa dia beneran suka ma gue? Apa cuma manfaatin gue? Tapi, apanya yang mau dimanfaatin dari gue, apa dia punya niat jahat sama gue, tapi kenapa?
Itulah pertanyaan yang sedari tadi memenuhi pikiran Nertha. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang, apa iya harus menerimanya, apa menolaknya?
Merasa lelah dengan pikirannya yang bercabang seperti akar di pohon tua, Nertha memutuskan untuk merendam dirinya di air dingin, mungkin itu yang harus ia lakukan sekarang agar pikirannya sedikit tenang.
Sudah hampir setengah jam Nertha berada di bath up Nerta memutuskan untuk menyudahinya.
Saat ia keluar dari kamar mandi, benda pertama yang ia cari adalah ponselnya. Saat sudah menemukan benda pipih yang pintarnya itu, Nertha segera menekan tombol on dan betapa terkejutnya ia saat melihat puluhan panggilan tak terjawab dari nomor yang tidak ia kenal serta ratusan chat yang sudah memenuhi kontak pesannya.
Panggilan dari nomor yang sama kembali muncul pada layar kaca ponsel Nertha.
"Siapa?" Tanya Nertha begitu panggila ia angkat.
"Segeralah bersiap aku akan kerumahmu limabelas menit lagi."
pria di sebrang sana mematikan sambunga telponya secara sepihak.
Nertha tau siapa yang baru saja menelponnya, suara yang sangat ia hapal sejak beberapa jam yang lalu dan pria itu berkata akan datang ke rumahnya limabelas menit lagi.
Nertha bergegas membuka lemarinya dan memilih-milih dress yang ia miliki. Nertha hampir prustasi, sudah hampir sepuluh menit, tapi ia belum juga mendapatkan dress yang cocoknya untuk saat ini.
Entah mengapa, kali ini ia ingin terlihat cantik saat bertemu dengan Sehun. Padahal, sebelumnya dia biasa saja.
Merasa masih tidak ada dress yang cocok, Nertha mendudukkan dirinya di pinggiran ranjang dengan mata yang masi terfokus pada dress yang sudah berantakkan.
Drtt drtt drtt
Ponsel Nertha kembali bergetar, dan nomor Sehun kembali yang tertera di layar ponsel.
"Ya, ada apa?"
"Aku sudah di depan rumahmu. Cepatlah turun aku tidak suka menunggu"
Mendengar jawaban Sehun, Nertha langsung berjalan kearah balkon kamarnya dan benar, mobil Sehun sudah terpalkir di depan rumahnya.
Dengan segera, Nertha mengambil asal salah satu dress dan masuk ke kamar mandi untuk mengganti pakaiannya.
Setelah siap dengan dress selutut berwarna putihnya, Nertha duduk di meja rias dan memoleskan sedikit bedak pada wajahnya, tak lupa sedikit polesan pada bibir kecilnya.
Merasa sudah siap, Nertha segera keluar kamar dan menuruni anak tangga dengan sedikit berlari.
"Sudah ku bilang aku tidak suka menunggu," ucap Sehun saat Nertha sudah berada di depannya.
"Maa..maaf" lagi-lagi jawaban gugup itu yang keluar.
"Baiklah, karena kau sangat cantik, aku akan memaafkanmu. "
Nertha kembali dibuat terkejut oleh ucapan Sehun. Entah mengapa, pujian Sehun barusan membuat hatinya sedikit terbang. Ralat, bukan sedikit tapi memang benar-benar membuatnya terbang.
"Ayolah, aku ingin mengajakmu kesuatu tempat," ajak Sehun yang diangguki Nertha.
Sehun mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Suasana di dalam mobil sangat hening.
Sehun yang memfokuskan pandangannya pada jalanan dan Nertha yang selalu merasa canggung untuk mengajak Sehun berbicara terlebih dulu memilih untuk diam.
Sudah dua jam mereka berada dalam satu mobil yang sama. Tapi selama dua jam itu juga, tidak ada satupun di antara mereka yang membuka suara.
Sampai akhirnya, Sehun membelokkan kemudinya kesalah satu tempat palkir yang Nertha ketahui itu adalah tempat palkir menuju pantai.
"Ayo," ajak Sehun yang ahirnya memecahkan keheningan.
Setelah memesan tiket, keduanya berjalan memasuki area pantai
Nertha sebenarnya heran, kenapa Sehun membawanya ketempat seperti ini tapi memang saat sore hari pantai lebih terlihat menenangkan.
Suasana pantai yang tidak terlalu ramai membuat Sehun menghela napas lega, karena suasana sepeti ini yang ia cari.
Sehun mengajak Nertha untuk duduk diatas pasir yang tidak terlapisi alas apapun.
"Lihatlah matahari, dia mulai menyembunyikan cahaya. Dan sebentar lagi akan digantikan oleh bulan," ucap Sehun lirih.
Nertha memfokuskan pandangannya pada Sehun. Ia menatap wajah Sehun yang memang bisa di bilang sempurna. Hidung kecilnya yang mancung, bibirnya yang tipis, rahangnya yang tegas, pantas saja banyak teman-temannya yang tertarik pada Sehun.
"Kau tau, matahari itu sama halnya denganku," Sehun melanjutkan kata-katanya lagi. Bukan ia tidak menyadari jika Nertha sedari tadi memperhatikannya Sehun sangat menyadari hal itu.
"Maksudnya?" Tanya Nertha bingung.
"Anggap aku seperti matahari yang sebentar lagi akan tergantikan oleh bulan itu."
"Aku tidak mengerti Sehun," kesal Nertha.
"Sebentar lagi, posisiku di perusahaan akan tergantikan."
Hening sasaat Nertha mengalihkan pandangannya pada ombak yang sedang saling mengejar di hadapannya. Nertha tersenyum memikirkan ucapan Sehun. Sekarang, ia mengerti arah pembicaraan Sehun.
"Lalu, apakah kau pikir jika matahari itu tidak bisa kembali terbit menggantikan bulan?" Tanya Nertha dengan senyum yang tidak hilang.
Sehun mengerutkan dahinya, kini ia yang merasa bingung atas ucapan Nertha.
"Matahari itu akan kembali terbit besok, dan bulan akan hilang jika matahari muncul. Itu artinya, kau masi bisa mengambil hak mu Oh Sehun," jelas Nertha.
"Tapi, aku tidak yakin," jawab Sehun dengan pelan, tetapi masih bisa di dengar oleh Nertha.
"Sekarang begini saja, jika kau hanya bicara tanpa mencoba, apakah itu akan membuktikan apakah kau bisa atau tidak?"
"Tanpa mencoba pun aku yankin, aku memang tidak akan bisa mengambil kembali hakku."
"Jangan pesimis Sehun. Aku yakin, kau bisa jika kau berusaha dengan sungguh-sungguh."
Mendengar kata-kata Nertha membuat Sehun kembali bersemangat. Memang benar, jika ia tidak mencoba dan terus- menerus menyalahkan dirinya ia tidak akan bisa mengambil kembali perusahannya dari tangan Tuan Kim.
Sehun memeluk pinggang Nertha dan merapatkan dengan tubunya. Sehun menyandarkan kepalanya pada bahu Nertha.
"Terimakasih," ucap Sehun
***