"Bintang!" panggil seseorang yang membuat langkah gadis itu terhenti. "Ya?" jawab Bintang sambil menoleh ke belakang. Langit? Kok dia disini?! batin Bintang.
"Jalan lo lemot," ucap Langit, "mau naik kereta express, nggak?"
"Mana ada kereta express di sekolah. Jangan ngaco deh!"
"Nggak percaya? Ayo sini!" Langit pun menggenggam Tangan Bintang dan mengajak nya berlari bersama. "Ihhh..., Apaan sih?" Walaupun Bintang kesal karena perlakuan Langit yang membuat mereka jadi pusat perhatian, ia tidak bisa menyembunyikan senyum manisnya. Ada secercah rasa hangat yang muncul kala Langit menggenggam tangannya.
"Gimana? Lebih kencang dari jalan lo, kan?" tanya Langit Sambil tersenyum ke arah Bintang. "Iya," jawab Bintang tersenyum.
Mereka berlari beriringan bagaikan sepasang nada yang saling terikat. Tidak mempedulikan semua mata yang memandang mereka. Dan, suara bisik yang sedang membicarakan mereka. Hanya terdengar suara angin dan sepercik rasa cinta yang muncul di hati yang mengiringi mereka hingga sampai di kelas Bintang.
"Sampai," ucap Langit yang masih di ikuti oleh senyum manisnya.
"Makasih, ya?"
"Sama-sama, pacar...," jawab Langit tulus.
Senyum Bintang pun kembali terbit akibat kata terakhir yang diucapkan Langit. "Jangan senyum!" pintah Langit dengan muka datar nya. "Kenapa?"
"Nanti ada orang yang lihat! Aku nggak mau berbagi. Bintang hanya milik Langit seorang." ketus Langit dengan wajah datar nya.
Blush...
"Paan, sih? Garing!" seru Bintang sambil tertawa menyembunyikan rasa gugupnya.
Deg,
Jantung Bintang tiba-tiba berdetak sangat kencang kala Langit mengusap pipinya lembut. "Cantik..." ungkap Langit kagum.
Mereka berdua kembali larut dengan suasana romantis itu hingga tak sadar bahwa seseorang telah memperhatikan mereka dari tadi.
"Dasar anak remaja jaman sekarang! Masih di sekolah, nggak belajar, malah pacaran! Heh?! Kalian mau jadi apa nanti?!" teriak ibu Ratih di depan pintu sambil berkacak pinggang."Berisik!" ketus Langit yang membuat mata ibu Ratih melotot. "Dasar anak ku-"
"Masuk!" pintah Langit pada Bintang. "Tapi kan ... ibu Ratih ...," bisik Bintang sambil melirik ke arah ibu Ratih takut. "Gue urus." Mau tidak mau Bintang pun masuk ke dalam kelasnya dengan terbirit.
"Ngapain?" tanya Langit pada ibu Ratih.
"Kurang ajar sekali kamu, ya?!"
"Iya. Saya memang kurang ajar. Makanya itu, saya mau belajar. Saya permisi dulu bu?" Ibu Ratih kembali melotot dibuat Langit. Bisa-bisanya siswa itu tidak mempedulikan ucapan gurunya. Jari tangan ibu Ratih terlihat memutih akibat emosi yang ia tahan dengan mengepal-kan tangannya. "Langit...!" geram ibu Ratih.
Sedangkan Langit, hanya berjalan lurus ke depan tanpa menghiraukan ibu Ratih. Langkah kaki Langit terlihat berbelok ke arah tangga rooftop. Yang dimana itu adalah markas pribadi Langit. Disana-lah Langit bisa mendapatkan ketenangannya.
Sesampainya disana, Langit langsung disambut oleh terpaan angin sejuk yang menerpa kulitnya. Benar-benar sejuk. Langit menutup matanya, menikmati terpaan angin. Membiarkan semua masalah yang ia hadapi akhir-akhir ini, hilang diterpa angin.
"Ma... Langit harus apa? Apakah yang Langit lakukan salah?" tanya Langit. Sebulir air mata menetes di pipi Langit. Entah apakah orang yang dituju itu mendengarnya atau tidak. Sungguh, ia sekarang tak tau apa yang harus dilakukan. Dan, kepada siapa ia harus bertanya. Semuanya terlihat abu baginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Us
Novela Juvenil(On going) "Kamu jahat, Lang?! Kamu tega sama aku?! Aku benci sama kamu?!" teriak gadis itu sambil memukul pria di hadapannya. "Maafin aku, sayang. Aku tidak bisa melepas kalian berdua. Kalian berdua penting dalam hidupku." "Shit! Kamu itu egois, La...