7-Kamu...

496 19 1
                                    

"Aku tidak suka dikhianati. Jika kamu berani menusukku dari belakang, maka aku tidak akan segan untuk menusukmu dari depan."

***

Hari Minggu yang cerah. Setelah kejutan Kevin beberapa hari yang lalu membuatku terus mengingat kejadian itu hingga berhari-hari. Tapi untungnya sekarang sudah kembali normal dan cenderung mencoba melupakan. Karena, dengan terus mengingatnya, membuatku semakin berharap dan lama-lama akan menyiksa batinku.

"Yah, Ibu mana?" tanyaku pada ayah saat kami sedang menikmati sarapan pagi itu.

"Ke Pasar sama Bu Wulan tadi."

"Oh, kirain kemana. Eh yah, habis makan Amel mau ke rumah Chanya bantuin dia bikin kue."

"Iya, jangan kesorean pulangnya."

"Siap yah."

***

Aku membuka Whatsap dan menunggu pesan dari Chanya karena dia akan menjemputku sebentar lagi. Tapi, aku menyadari sesuatu. Setelah malam itu, Mas Dirga tidak pernah lagi mengirimkan pesan. Aku tidak berharap mendapat pesan darinya. Toh aku pun tidak akan sanggup membalas meskipun hanya satu huruf saja.

Jujur, saat aku mendengar bahwa dia akan berlayar lima bulan lagi hatiku sakit. Bukan karena dia akan pergi. Tapi karena dia dulu pernah berkata, "Mel, kalo nanti aku berlayar, kamu tunggu aku di dermaga ini ya?"

"Hah? Mana mungkin ada kapal gede nyender di dermaga kecil kayak gini Mas?"

"Bukan kapalnya Amel sayang, tapi aku bakal nemuin kamu disini. Percaya deh, karena bagiku. Kamu adalah pelabuhan terakhir buat aku."

"Ih,gombal deh. Aku masih kecil tau mas."

"Mau gede mau kecil, kamu ya tetep kamu." Mas Dirga pun merangkulku di tengah cahaya senja di dermaga sore itu.

***

"Mas kenapa sih? Mau Mas apa? Jangan datang lagi hanya untuk membuatku bingung. Kenapa baru muncul sekarang? Saat aku sedang berusaha melupakanmu. Tapi tetep aja Mas, aku nggak sanggup. Harusnya kamu bantu aku, dengan tidak pernah muncul lagi dari hadapanku." Aku pejamkan mataku, berbaring sebentar. Tidak menyangka, bahwa mencintai seseorang itu bisa serumit ini.

Ting!!!

Chanya
Gue di depan gang, males ke dalem. Lo kesini aja deh.

"Dasar nyebelin."

Aku merapihkan bajuku. Baju rajut panjang berwarna merah muda dan celana jeans warna hitam. Rambut panjangku aku ikat dan tidak lupa aku membawa sling bag kesayanganku.

Aku menghampiri ayah yang akan berangkat ke kolam ikan miliknya pagi ini.

"Yah, Amel berangkat ya?"

"Iya, hati-hati."

Aku berjalan santai menuju gerbang komplek. Dari kejauhan sudah tampak mobil Chanya yang terparkir tepat di depan gerbang. Dan jika dipikir-pikir, mobil Chanya pasti menghalangi orang-orang yang akan masuk, kecuali orang yang berjalan kaki.

"Hey, cepet dikit mbak. Panas tau," ujarnya sambil membuka kaca mobilnya.

"Sok banget lo, di dalem mobil aja kepanasan, apalagi di luar."

"Hehe..."

Aku duduk di depan bersama Chanya, tapi saat aku menoleh kebelakang, di situ ternyata ada Ataya.

"Eh, kamu ikut juga?"

"Iya, daripada bete di rumah. Lagian si Kevin sukanya pergi-pergian terus. Nggak pernah ngajak pula."

Ku Tunggu Kau di Ujung DermagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang