"Pertemuan singkat, perkenalan singkat, hingga pernyataan yang singkat. Namun aku berharap, masa-masa ini akan terus berjalan seiring dengan bertambahnya usia."—Camelia
***
Hari yang aku tunggu telah tiba—Minggu pagi di awal bulan November. Cuaca pagi ini sangat cerah. Kicau burung masih sama, selalu bersahut-sahutan di kebun belakang rumah. Tidak ada yang lebih aku senangi selain aroma musim penghujan yang akan segera tiba.
Pagi ini aku bangun lebih awal dari jadwalku biasanya di hari libur. Bukan tanpa sebab, hari ini aku sudah berjanji akan menemani Mas Dirga ke mall. Aku sangat gugup sekaligus bersemangat karena ini kali pertamaku kembali bertemu dia setelah selama ini hanya saling bertegur sapa lewat ponsel.
"Tumben udah rapih, mau kemana anak Ibu?" goda ibuku sambil menyiapkan sarapan pagi itu.
Akupun hanya bisa tersipu malu. "Anu Bu itu ... Amel mau main. Nganter temen ke mall."
"Temen siapa? Kevin? Chanya?"
"Ih Ibu, bukaan ... dia temen baru Amel, keren deh pokoknya."
"Pacar kali, hayoloh ngaku sama Ibu," ucap ibu sambil mencubit pipiku.
"Apaan sih Bu, enggak kok."
"Yaudah deh, makan dulu habisin. Ibu mau ke belakang."
Aku pun segera menghabiskan nasi goreng telur yang Ibu buat. Kulirik sekilas jam tangan yang aku pakai, sepertinya ini masih terlalu pagi. Aku berniat menghubungi Mas Dirga terlebih dahulu, namun aku urungkan. Rasanya jika aku melakukannya, aku terkesan sangat terburu-buru. Bukankah aku harus terlihat sedikit 'jual mahal'?
Aku menanti dengan gelisah. Pasalnya setelah satu jam berlalu Mas Dirga tak kunjung terlihat batang hidungnya, membuatku berpikir macam-macam. Mataku tak lepas dari layar ponsel, berharap mendapat jawaban. Jujur saja, ini pertama kalinya aku merasa seperti ini. Apakah ini yang dirasakan orang lain saat mereka benar-benar jatuh cinta? Sungguh benar-benar aneh rasanya. Bahkan di usiaku yang belum menginjak 17 tahun, apakah itu wajar? Ah sudahlah. Bahkan teman-temanku hampir semuanya sudah memiliki pacar.
TIIIIIINNNNN
Aku terkejut setengah mati. Suara klakson itu benar-benar membuyarkan lamunanku. Namun seketika itu juga, rasa khawatir ini benar-benar hilang saat melihat sosok berseragam itu muncul dengan gagahnya dari balik pintu. Pipiku pun merah seketika, membuatku malu dan tidak bisa berkata apa-apa. Dia tersenyum ke arahku dan melambaikan tangannya.
"Dek!!" Panggilnya.
"Eh ... iya Mas. Anu ... kemana aja? Itu Mas pake mobil siapa?" Jawabku dengan sangat gugup. Aku benar-benar bertanya karena seingatku dia tidak memiliki mobil.
Dia menghampiriku dan mengusap pucuk kepalaku lembut. "Oh itu, Mas pinjem mobil Ayah, hehe. Maaf ya ... tadi dijalan bannya kempes, jadi Mas mampir bengkel dulu sebentar. Udah nunggu lama ya? Maaf ya?" Seketika wajah itu berada beberapa cm saja dari wajahku dan tersenyum. Membuatku benar-benar diam membeku.
"Yuk berangkat, Ibu mana? Mau ijin dulu, hehe."
"Mm ... Ibu ada di belakang Mas. Ayo dianter."
Kami pun menghampiri Ibu yang sedang sibuk menyiram sayuran. Ia tampak terkejut melihat kedatangan kami. Tentunya penampilan Mas Dirga membuat Ibu tak berhenti menatapnya dari ujung kepala hingga kaki.
"Assalamualaikum Bu ... kenalin saya Dirga, temennya Amel." Ujarnya sopan, seraya mencium tangan.
"Waalaikumussalam, masyaaAllah ganteng sekali Nak." Ibu hanya terkekeh sembari menatapku dengan tatapan jahilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ku Tunggu Kau di Ujung Dermaga
RomanceRank : #1 on #pelaut 20 Okt 2018 Camelia melabuhkan cinta pertamanya pada seorang pelaut. Sosok yang mampu membuatnya jatuh cinta untuk pertama kali, namun juga memberikan luka pertama yang akan selalu membekas di hatinya. Kehadiran sahabatnya perla...