Part 2

260 16 1
                                    

Setelah menembus kemacetan kota Jakarta kami telah sampai di depan gang rumahku. Aku membayar ongkos yang lumayan menguras kantongku maklum saja uang jajanku ngepas. Kami berdua melangkah menuju rumahku tercinta yang hanya berjarak beberapa meter dari gang. Sebenarnya taksi bisa masuk ke dalam gang namun itu membuat kantongku terkuras sampai kering kerontang.

“rumahmu yang mana?” Tanya Zayn melihat beberapa rumah yang berjejer. “bukan disini, beberapa meter lagi sampai” jawabku terus melangkahkan kaki seraya menyapa beberapa ibu-ibu yang sedang berkumpul seperti biasa. Jam menunjukkan pukul 12 siang, tidak seperti biasanya bunda memaksaku pulang padahal aku baru menginjakkan kaki selama satu jam  di monas.

Sampai di depan rumah kuucapkan salam dan mendorong pintu rumahku namun tidak kunjung terbuka. “bundamu dan Arif pergi,” ucap tetanggaku yang berada di sebelah rumahku. “nitip kunci? Alena gak bawa kunci,” ucapku mengubek-ubek tas selempangku. “nitip, ini.” ucap tetangganku memberikan sebuah kunci dengan gantungan 1D. “makasih.” ucapku membuka pintu rumahku. “Ale, itu siapa?” Tanya tetanggaku seraya memperhatikan Zayn malik jadi-jadian yang datang bersamaku. “teman.” jawabku mempersilahkan Zayn Malik masuk ke dalam rumah.

 Ku letakkan tas selempangku di meja ruang tv. Zayn duduk di sampingku, di ruang tv hanya ada satu sofa yang biasa ku pakai untuk bermalas-malasan. Aku mengambil minuman untuk kami berdua. Ku lihat Zayn Malik jadi-jadian terus saja menggonta-ganti channel tv.

“tidak ada yang kumengerti.” ucapnya memberikan remote tv padaku.  “tentu saja, semuanya channel nasional. Ayahku tidak ingin memasang parabola padahal aku sangat ingin menonton channel luar negeri agar mudah menonton 1D.” ucapku menenguk jus jeruk yang tadi ku ambil untukku dan Zayn.

“kau directioners?” tanyanya terkejut. “tadi aku sudah mengatakannya padamu Zayn Fake Malik” jawanku sewot. “tapi kau tidak percaya bila aku adalah Zayn Malik” ucapnya ketus.

Aku malas berdebat karena moodku hancur olehnya, ia mengingatkanku akan konser 1D yang akan berlangsung 3 hari lagi. “aku tahu kau lelah. Tidur di kamarku lebih nyaman daripada di depan tv.” ucapku menunjuk sebuah pintu bertuliskan Mrs. Direction. Kamar Arif sangat berantakan tidak mungkin aku membiarkannya tidur di dalam kamar yang terkena angin puting beliung dan aku sedang malas membereskan kamar itu.

“kau mengijinkanku?” Tanya Zayn tidak percaya. “ayolah, aku masih memiliki rasa kemanusiaan.” jawabku cuek. “tidur di kamarku lebih nyaman daripada di depan tv.” ucapku membuka pintu kamarku.

“wow banyak sekali poster kami yang kau tempe.l” ucap Zayn terkejut dengan keadaan kamarku yang penuh sekali poster 1D.

“tentu saja.” ucapku membandingkan wajah Zayn jadi-jadian dengan poster yang tertempel di tembok kamarku.

“kau sangat mirip dengan Zayn. Bila kau memang Zayn Malik yang sebenarnya, jujur saja kau lebih tampan daripada di poster ini.” ucapku kagum seraya tersenyum lebar.

“sudah kubilang bahwa aku adalah Zayn Javvad Malik,” ucapnya merebahkan tubuhnya di kasurku.

“selamat beristirahat.” ucapku menutup pintu kamarku. Bodoh, kenapa tidak ku minta saja si Zayn Fake Malik menghubungi kerabat yang bersamanya di Indonesia? Dan bodohnya lagi aku tidak menanyakan nama hotel atau apapunlah tempat ia menginap.  Efek kegalauanku jadi seperti ini.

Tepat pukul 3 sore bunda dan Arif sudah pulang dan bunda terkejut saat mengetahui si Zayn Malik jadi-jadian sedang tidur pulas di kamarku. Setelah ku jelaskan kronologi kejadian hari ini bunda percaya bahwa itu benar Zayn Malik yang asli. Tetap saja aku belum bisa percaya, kurasa efek galauku terlalu berlebihan.

Zayn keluar dari kamarku sumpah ia sangat tampan dengan keadaan seperti itu. “cuci wajahmu.” ucapku padanya menunjuk kearah belakang letak dapur dan kamar mandi.

“baiklah.” ucapnya berjalan menuju kamar mandi. Tak lama si Zayn jadi-jadian ini sudah berada di sampingku.

“kau menginap dimana? Kau hubungi kerabat yang bersamamu, dia pasti khawatir mencarimu yang tidak kunjung kembali.” ucapku menatap layar televisi yang sedang menayangkan MV Gotta Be You.

“aku lupa nama hotel tempat kami menginap dan handphoneku tertinggal di hotel.” ucapnya memakan sepotong roti yang berada di meja kecil.

“tunjukkan padaku kartu identitasmu atau semacamnya agar aku percaya bahwa kau Zayn Malik.” ucapku tidak melepaskan pandanganku dari layar tv.

“ini.” ucapnya menyodorkan sebuah kartu identitas padaku. Ku baca dengan seksama dan detail sampai foto yang tertempel. Benar-benar mirip Zayn atau dia memang Zayn? Ku ambil handphoneku yang tergeletak di sampingku lalu mencari sebuah foto yang sama dengan yang ada di kartu identitas milik Zayn malik jadi-jadian. Ketemu, kartu identitas ini milik Zayn. Berarti sejak tadi aku bersama idolaku, damn!!! Sepertinya Zayn menyadari bahwa aku percaya bila ia Zayn Malik.

“kau…. Kau… benar Zayn Malik.” ucapku campur aduk. “sudah kubilang bahwa aku adalah Zayn Malik” ucapnya dengan percaya diri.

“kau lapar?” tanyaku mengalihkan pembicaraan. “sangat.” jawabnya tersenyum lebar, kelakuan idolaku benar-benar menggemaskan.

“aku akan menyiapkan makanan, kita makan disini saja karena meja di dapur hanya untuk menaruh makanan. Lagipula makan sambil menonton tv lebih seru.” ucapku beranjak dari posisiku menuju dapur.

Ku siapkan lauk-pauk beserta nasi untuk kami berdua. Bunda tidak akan marah padaku hanya karena Zayn. Setelah semua tersedia di ruang tv, kami segera makan. Bunda masak opor ayam, tahu dan tempe goreng, telor goreng, tumis kangkung, dan bakwan jagung kesukaanku.

“ini apa?” Tanya Zayn menunjuk bakwan goreng. “aku tidak tahu namanya dalam bahasa inggris. Kami menyebutnya bakwan jagung. Sumpah itu enak.” jawabku mengambil tumis kangkung.

Kulihat di piring Zayn hanya ada opor ayam. “kau harus makan sayur, tempe dan tahu bila perlu telur dan bakwan jagung juga.” ucapku menyendokkan tumis kangkung untuk Zayn.  “aku tidak suka sayur.” ucap Zan padaku.

“aku jamin kau akan menyukai tumis kangkung buatan ibuku. Sangat lezat.” ucapku menuangkan air putih pada gelasku. “baiklah.” ucapnya pasrah.

“kau tidak pakai sendok?” Tanya Zayn karena ia tidak menemukan sendok di piringku. “tidak, aku lebih suka makan dengan tangan, sudah terbiasa. Adat di Indonesia.” jawabku tersenyum manis. Setelah berdoa kami berdua pun segera menghabiskan makanan kami.

Setelah membereskan bekas makan kami aku dan Zayn duduk di teras depan rumahku. Biasanya bila sore hari banyak yang berada di luar rumah untuk menghabiskan waktu berkumpul bersama tetangga disekitar.

“kau mau menginap disini?” tanyaku pada Zayn. “tentu saja, aku belum bisa menghubungi the boys ataupun kru kami. dan aku tidak mau menginap di kantor polisi.” jawa Zayn memainkan handphoneku. “kau datang ke konser kami kan?” tanyanya menatap mataku, ku gelengkan kepalaku sebagai jawaban.

“kenapa?” Tanya Zayn penasaran. “orangtuaku tidak mengijinkanku.” jawabku menggendong Arif, Zayn berbicara pada Arif namun Arif tidak mengerti ucapannya. “Zayn, adikku belum mengerti bahsa inggris.” ucapku tertawa melihat tingkah mereka berdua yang lucu.

“aku tidak mengerti bahasa Indonesia jadi aku pakai bahasa inggris.” ucap Zayn menggelitik tubuh kecil Arif. “kau bukan tidak mengerti namun belum mengerti.” ucapku meralat ucapannya.

Zayn akan tidur di kamar Arif yang berada di lantai 2, sebenarnya Arif jarang menempati kamar ini karena ia masih terlalu kecil untuk tidur sendiri. Aku sudah membereskan kamar Arif agar Zayn tidur nyenyak setelah menunaikan ibadah isya berjamaah dengan Zayn, kami segera tidur. Padahal biasanya aku tidur paling cepat pukul 10 malam. Hari ini benar-benar melelahkan.

Zayn Fake MalikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang