Mendengar jawaban lelaki tua itu, orang yang hadir nampak bernafas lega. Tak terkecuali si calon korban. Dalam hati, mungkin lelaki tua itu hendak menyelesaikan hal ini secara kekeluargaan. Tetapi, ternyata bukan itu yang ada dalam hatinya. Sampai aku menyadari apa yang akan dia lakukan.
"Saya akan mati bersama ia." ucapnya lantas menggorok leher korban. Tak cukup sampai di sana, golok yang berujung lancip itupun ia hujamkan keras tepat di jantungnya sendiri. Darah segar memancar ke pohon bakau dan tempat di sekitar tak terkecuali wajahku.
"Saya lakukan yang dilakukan anak saya.."
itulah kalimat terakhir terucap dari bibir lelaki tua yang telah ditinggalkan oleh putrinya.Kedua jasad itu jatuh ke muara sungai mengubah warna air payau menjadi merah, hanyut terseret arus muara. Panggilan video Pakde Januri lekas ditutup sesaat usai lelaki tua itu jatuh dari pohon tempat menyelesaikan "urusanya". Semua mata nanar menatap insiden ini. Komandan Polairud Juwana Pati pun menyesal mengistruksi pasukanya untuk kembali mengemas revolver mereka.
Aku beranjak turun dari pohon bakau menuju pematang tambak lekas mengantongi handphoneku di celana angkong yang aku kenakan. Security kedua pabrik es menampakan raut muka kebencian tatkala melihatku turun dari pohon bakau. Kedua mata orang tersebut melotot seakan hendak copot dari tengkoraknya. Ia lantas memakiku dengan kata-kata kasar.
"Dasar bodoh! Itu tua bangka kan tanggung jawab loe. Harusnya buang dong goloknya, bukan diem aja dasar motoris lancung kagak ada tegasnya. Jadi mati kan temen gue? "
"Mas, tuh mulut jaga ya! Saya bertanggung jawab atas kapal. Kalau tak percaya, bisa saya tunjukkan surat kuasa dari direktur saya."
"Ah bacot loe!" umpatnya lekas memukul wajahku. Tak terima perlakuan ini, aku hendak membalas apa yang dilakukanya, namun segera ditahan oleh Komandan Polairud Juwana.
"Maaf, Pak Amri, Mas Dana. Semua bisa diselesaikan baik-baik. Tidak perlu ada pertengkaran lagi. Saya tidak mau kembali ada korban. Sekarang begini, biar jelas saya harapkan Mas Dana dan Mas Jony ikut saya ke kantor."
Betapa aku terkejut oleh perkataan komandan tersebut. Takut masuk bui, aku pun berlutut di hadapanya. Jony pun melakukan hal serupa.
"Pak, saya mohon jangan penjarakan saya. Saya punya adik yang masih kuliah. Ibu saya juga sudah berumur Pak, kalau saya masuk penjara, yang bayar kuliah adik saya siapa? Saya juga belum nikah Pak. Kapal yang jadi tanggung jawab saya juga bagaimana kalau nanti ada hal buruk yang terjadi? Kapten beserta rombongan saya juga belum pulang Pak. Saya bilang apa sama direktur dan kapten saya kalau ada hal negatif terjadi dengan kapal yang jadi tanggung jawab saya? Saya juga gak punya uang Pak buat ganti kapalnya." ucapku di hadapan lututnya.
"Saya jangan dijeblosin sel dong Pak. Anak saya dua masih kecil, istri saya sakit. Kalau saya masuk penjara, yang jaga anak saya dan biayain istri saya berobat siapa? Kapal tarik di Juwana bapak juga tahu jumlahnya sangat minim. Kalau ada kapal terbakar atau kandas apa cukup untuk mengatasinya jika berkurang satu? Kan pekerjaan saya juga untuk kepentingan orang banyak Pak, bukan cuma satu. Lagipula kapal milik Polair Juwana juga berada tepat menempel kan dengan kapal yang saling melekat satu sama lain?" kata Jony melakukan hal senama denganku.
"Penjarakan saja mereka! Salah sendiri gak becus melerai orang." seru Pak Amri, security kedua pabrik es. Bisa dikatakan dialah kepala keamananya.
"Pak Amri, sebagai kepala security sebenarnya tidak pantas bagi bapak berkata demikian. Sekali lagi bapak memerintah saya, anda masuk penjara dengan tuntutan perbuatan tidak menyenangkan pada aparat negara dan tuntutan palsu. Semua butuh proses hukum, tidak bisa begitu saja. Bisa bapak fahami kalimat saya?" ujar sang komandan.
Tak lama ia lekas membisikan suatu hal. Namun seketika raut muka komandan itu memerah. Wajah tegas itu lantas memaki keras Pak Amri.
"Bagaimana kalau tuntutan untuk bapak saya tambah usaha penyuapan? Asal bapak tahu walaupun bapak bilang mau memberikan apa yang saya minta untuk memenjarakan kedua orang ini tanpa proses, saya tak akan sudi! Saya ada pilihan. Bapak pergi dari tempat ini, diam dan membiarkan saya bicara pada kedua orang ini atau saya instruksikan pasukan saya untuk memproses bapak hari ini juga?"
"Baik Pak, saya memilih diam. "
"Terimakasih untuk pilihan bapak." pungkasnya.
Ia hanya diam atas pernyataan sang Komandan. Aparatur negara itu pun kembali memandang kami berdua.
"Saya akan meminta keterangan untuk hari ini, sementara untuk proses hukum kita urus kemudian. Jadi saya minta saudara berdua hadir saat ini juga di kantor Polair Juwana. Bisa difahami?"
"Maaf Pak, saya kan cuma pake baju singlet doang. Kiranya mungkin kurang sopan jika hadir dengan baju demikian. Lagipula siapa yang menjaga kapal? Sementara para tukang mungkin pada pulang atas kejadian hari ini." kataku pada beliau.
"Kami sudah mengamankan kapal kalian berdua. Kini kapal tersebut sudah berada di Pelabuhan Juwana dengan pengamanan penuh dari personil kepolisian. Jangan cemaskan para tukang yang telah pulang. Sebab tak ada satu barangpun yang hilang. Saya tak mempermasalahkan busana yang kalian kenakan. Karena kami butuh untuk penyelidikan secepat mungkin. Jadi untuk kalian ikut kami. Bebas mau dibonceng siapa saja. Untuk Bapak Amri, silahkan anda lanjut saja pengamanan pabrik karena saya dengar ada kapal holer (long line) hendak mengisi es."
"Oh, siap ndan.. " jawabnya memberikan hormat lekas kembali menuju tempat kerjanya usai komandan itu membalasnya.
Kami laksanakan apa yang diminta oleh bapak Komandan. Sesampai di kantor mereka, kami hendak dimintai beberapa keterangan.
"Maaf Pak, sebelumnya tolong saya jangan dimasukkan bui. Adik saya... " ucapku terpotong.
"Iya mas. Mas tadi sudah cerita. Saya tidak akan memenjarakan anda. Saya hanya ingin meminta keterangan saja." potong beliau untuk ucapanku.
"Beneran nih Pak? Apa bisa dijamin hal ini?" tanya Jony.
"Begini, Disaksikan muara sungai Silugonggo, pertemuan air tawar dan air laut pantai utara Juwana Pati, saya tidak akan memenjarakan kalian. "
"Loh Pak, itukan sumpah pada mantan saya yang hampir bunuh diri akibat saya sulit memberi maaf. Bapak tahu darimana?"
"Saya kan stalk akun facebook kamu,kalau tak salah itu ada di Catatan Nelayan Part 16. Iya kan?"
"Wah bapak bisa saja. Stalker nih, hehehe... " ucapku terkekeh. Beliau pun ikut terkekeh mendengar reaksiku.
"Maaf, kalian berdua ngomong apaan sih? Bisa kita lanjutkan?" ujar Jony kebingungan.
"Udahlah, jangan difikir. Anggap saya tak berbicara apapun. Oke?"
"Okelah Pak. Oh iya, btw saya salut banget sama bapak. Kan sebagai komandan bapak bisa melakukan apapun. Bapak memang tangguh pendirianya." ucap Jony takjub.
"Lho, kan haram leh menerima suap itu, emang mau jadi apa negara ini kalau hukum itu bisa dibeli, betul tidak? Lagipula, malu dong sama nama saya." ujar beliau menunjukan brevet namanya. Tertulis Amanah Shiddiq yang dalam bahasa Arab bisa berarti kepercayaan yang jujur.
"Eh iya Pak. Saya hampir aja lupa dengan nama Bapak." pungkasnya.
"Baik, siapkah kalian berdua saya mintai keterangan?"
"Siap Pak... " ucap kami berdua kompak.
Kami jawab beberapa pertanyaan sesuai kenyataan yang ada. Bahkan kami ceritakan kronologi kejadian secara runtut sesuai apa yang terjadi. Tak kusangka ternyata inilah jawaban dari bapak Komandan.
"Baik, saya nyatakan kalian berdua bertanggung jawab dalam hal ini. Dan... "
"Maaf Pak, katanya kami tak akan..." potong Jony.
"Bentar leh. Jangan dipotong dulu. Penjelasan saya. Dan saya tunggu nanti malam kalian berada di Pabrik es Ujung pukul delapan malam. Sekarang kalian istirahat dahulu mumpung masih pukul empat. Pertanggungjawaban kalian akan kalian terima malam ini juga. Bisa dimengerti? "
"Baik Pak. "ucap kami kembali bersamaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang Samudra
General FictionKM Bintang Samudra, salah satu kapal baru yang memulai trip pertamanya banyak mengalami cobaan. Bahkan sejak turun docking pun sudah meminta nyawa seorang lelaki tua. Cobaan tersebut dialami oleh tokoh utama seorang motoris ketiga yang juga diberi...