Kembali dengan Kekecewaan Bagian 1

31 1 0
                                    

Aku minum segelas air putih yang disediakan oleh mereka. Beliaupun tak henti-hentinya berusaha menenangkanku juga istrinya. Sebab bagi mereka, kakak sudah seperti anak sendiri. Ketika kesehatan kakak tak seperti biasa, Bu Sati lah yang mengantar ke klinik untuk periksa agar kondisinya lekas semula. Bahkan karena Bu Sati lah kakak dulu bisa ikut kaptenya.

Baju dinas lengkap hijab, atribut ketarunaan serta kurt tanda jabatanku sebagai danton yang menempel di tubuhku sejak hari sabtu entah bagaimana aromanya tak kuhiraukan. Sepatu hitam yang mulai nampak buluk karena debu tambak masih terpakai tiada sempat kuperhatikan. Atribut yang warnanya mulai buram kekuningan kini kucuekan karena mendalamnya kesedihan. Bahkan kondisi tubuh yang baru fit tak lagi kuanggap penting karena besarnya beban kekhawatiran.

"Assalamualaikum. " ucap kakak tiba-tiba datang hendak masuk menenteng kompresor dan peralatan selam juga seekor tengiri beku yang ada menempel di gulungan selangnya.

"Waalaikumsalam, kakak... " jawabku riang langsung memeluk erat lelaki itu walau masih berada di ambang pintu. Seluruh alat selam yang ditentengnya beserta ikan tenggiri beku yang tadi dibawanya dilepas begitu saja dan memelukku. Tak terkira kebahagiaanku mengetahui kalau kakak mampu selamat dari musibah ini hingga aku tak dapat berkata apapun jua. Ibu kost kakak mendekap kami . Bahkan kebahagiaanya laksana kebahagiaan seorang ibu yang ditinggal anaknya merantau tiga tahun tak pernah pulang. Aroma ampang air payau pun tak kami hiraukan.

          *(Usai Berada Dalam Rumah)*

"Begini Nis, jadi kakak itu tetap mendekap jasad bapak temanmu. Apapun yang terjadi usai tali dan selang kakak terlepas tetap tubuh tak bernyawa itu takan kakak lepas dan berusaha kakak naikan ke atas. Nah karena menurut pengalaman kakak waktu dulu ikut kegiatan penyelamatan orang yang meninggal lebih dari sehari ia akan otomatis mengapung kecuali tertahan sesuatu yang membuatnya tetap di sana. Dan jasad itulah yang memudahkan kakak terapung sehingga bisa meraih tiang penyangga selar muara sampai ditemukan teman-teman kakak."

"Alhamdulillah kak, Nisa seneng kakak bisa selamat. Nisa pikir takan bisa lagi melihat matahari pagi bareng kakak. Nisa takut... " kataku terpotong kembali memeluk kakak. Aku mungkin tersedu lagi andai kakak tak kembali menenangkanku.

"Udahlah jangan nangis lagi. Masak danton cantik macam Nisa dikit-dikit nangis? Yang penting kakak selamat kan?Nanti malam kakak antar Nisa ya, balik asrama."

"Nah terus kakak pulangnya gimana? Ada duit gak?"

"Kakak kan dapat harian dari bos selama ada di sini. Coba hitung limaratus kali mulai kakak datang Juwana usai sebulan lebih Nisa keluar RS. Berapa coba? Dikurangi tiap Nisa minta transfer kebutuhan kegiatan kampus termasuk biayanya. Belum lagi kalau kamu butuh keperluan lain, kaya kemarin katanya abis ngilangin stick komando yang ternyata buat masuk rumah sakit, lima ratus ribu. Hitung aja, masih cukup kan buat balik?"

"Ya ampun kak, perincian amat ama adik sendiri?..."

"Kan kakak coba belajar jadi Orang Cina. Kali aja cepat kaya. Misal, bangun sebelum shubuh ikut buruh nyuci piring di rumah makan seberang sampai pukul enam upahnya lauk lumayan buat sarapan. Terus mandi langsung ke kapal kerja sampai pukul enam sore. Pukul enam sampai pukul sebelas bantu tetangga jualan tahu telor hingga pukul sebelas. Pukul sebelas sampai pukul dua belas taffakur, buat ngeramal togel sekalian tombok sama bandarnya. Pukul duabelas sampai pukul dua pagi menggelar jamaah kupik. Pukul dua sampai hampir shubuh nonton piala dunia sambil taruhan. Ya, pokoknya tiap jam harus menghasilkan uang lah."

"Hemb, pintar cari harta tak sempat cari pahala. Emang kakak bawa uang ke kuburan?"

"Orang cina aja bisa. Masak kakak tidak? Sebenarnya kakak tadi lupa mau pesen sama kamu buat nguburin mobil biar kakak bisa naikin lewat di atas neraka. Makanya kakak putusin buat hidup aja. Kamu mau gak nguburin kakak di dalem mobil?"

Bintang SamudraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang