Pengakuan

17 1 0
                                    

Dialah Vita, mantan tunanganku yang dulu dicuri oleh mantan pejabat kepolisian. Vita tersenyum bahagia melihat mantan tunangannya sehat-sehat saja lekas mendekap diri. Ya, pastinya kubiarkan saja sebelum ia berniat bunuh diri lagi. Menceburkan diri ke estuari sungai. Karena inilah yang dikeluhkan Pakde Januri. Dimana Vita dulu pernah mencoba bunuh diri akibat pengkhianatannya tak kuampuni.

"Aku harap kamu tak masuk estuari lagi. " ucapku usai ia lepas dekapan kerinduan.

"Jeh, siapa juga yang mau melakukan hal bodoh itu lagi? Lagipula aku kesini juga bukan ingin masuk muara sungai." bantahnya agak terkekeh.

"Lho, kan siapa tahu aku bisa kaya tahun kemarin. Lumayan untung besar. Kamu kuseret biar gak jatuh, tapi namanya R A S kan gak kemana. Kamu jatuh pada dekapan nice guy seperti aku, hingga membuat perasaan cinta miliknya kembali berbuah."

"R A S itu singkatan apa kak?" tanya Anisa penasaran.

"Rejeki anak sholeh." jawabku agak cengengesan.

"Bisa aja kau, kayanya sarafmu mulai putus atau otakmu bocor halus nih. Kamu sholat belang-blonteng aja bilang sholih." kata Pak Ahmad tertawa sedikit mendorong kepalaku dari belakang.

"Sudahlah kalian selesaikan dulu urusan di luar ruang mesin. Terlalu berbahaya berada dekat mesin Kerin yang berputar." sambung Pakde Januri kemudian. Pasti kulakukan hal ini agar tak kena marah selain beliau juga memendam kejengkelan akibat Vita kesini lagi.

Vita rapikan jilbab pink yang mungkin sempat berantakan terkena helm yang ia kenakan. Entah karena hal apa, namun ia langsung menunjukkan penyesalan. Aku sendiri masih bingung apa yang kembali ia sesalkan.

"Sudahlah tak perlu menyesal lagi Vita. Bukankah aku sudah memaafkanmu?" ucapku kala melihat matanya mulai berair.

"Iya aku tahu. Tapi ini pengkhianatan lain." jawabnya.

"Yang mana lagi Vita? Sudahlah, kau tak punya salah lagi. Dan bukankah si mantan kapolsek juga telah menalakmu?"

Tangis perempuan itu tak terbendung lagi. Air mata memancar deras dari kedua indera penglihatanya.

"Maafkan aku Dana. Aku kemarin terpaksa menuruti kemauan ibuku. Ketahuilah, sebenarnya ibuku sangat ingin menguasai seluruh kekayaanmu, mulai mobil hingga perkebunan tebu milikmu. Maka dari itu ia mengarang cerita jika aku bercerai denganya. Persekongkolan mereka baru kuketahui dua minggu lalu ketika mereka bertelfon. Jadi kutanyakan langsung ke penjaranya. Untung ia tak menuruti. Ia lebih memilih berada di penjara daripada berurusan denganmu lagi. Dan jujur yang merencanakan pengeroyokan untukmu di Lintas Selatan tempo bulan bukan hanya ia. Orang tuaku juga, karena sebenarnya Bani saja sudah cukup puas melihat kamu dikeroyok oleh satu tribun dan adikmu masuk rumah sakit." cerita Vita panjang lebar.

"Tapi kamu telah berjasa untukku Vita. Tanpa darahmu, aku mungkin kembali mengalami kematian yang menyakitkan."

"Itu bukan darahku Dana. Itu darah O milik sahabat adikmu. Apa kamu lupa jika darah yang aku miliki itu bergolongan B? Bukan O seperti darahmu."

"Maksudmu Hikmah? Aku saja mengenal ia baru-baru ini kok."

"Entah siapa namanya aku tak tahu. Ia provost berhijab yang turut mengantar adikmu saat ia mendengar kabar kau ada di Rumah Sakit."

Bagai tersengat ledakan listrik ribuan volt, aku hampir tak percaya apa yang dibicarakanya. Lekas kupandang Anisa yang sedari tadi berdekap tangan diam saja.

"Kamu bilang kemarin..."

"Saya baca fikiran mbak Vita itu benar kak." potong gadis itu.

"Kenapa kamu hanya mengiyakan saja tatkala aku konfirmasi padamu? Juga seluruh pejabat kapalku Anisa?"

"Ceritanya begini kak. Lima bulan usai kematian adiknya Hikmah sebenarnya ingin melakukan hal serupa. Tapi saya mencegahnya agar tak melakukan hal bodoh itu. Sampai aku mendapatkan telfon jika kakak mengalami kecelakaan kerja dan butuh banyak darah. Waktu itu aku menangis kebingungan. Kan kakak pasti tahu, selain takut jarum suntik darah saya sama dengan abah yaitu A. Bukan O karena kakak mewarisi darah Umi. Maka dari itu Hikmah ingin mendonorkan darahnya sebagai bentuk kepedulian karena Ia tak mau aku merasakan kepedihan yang dia alami. Dan masalah aku mengiyakan saja omongan ibunya mbak Vita akibat aku dan Hikmah dicegat gerombolan tak dikenal tiga hari sebelum kakak sadar. Begitu pula pejabat kapal dan dokter yang menangani kakak. Entah ancaman apa pada mereka, yang jelas untuk aku dan Hikmah mereka ancam akan diperkosa dan dibunuh secara kejam jika bilang bukan mbak Vita yang mendonorkan darahnya." cerita Anisa.

"Lagipula, aku juga sudah tak perawan lagi. Aku tak ingin kamu mendapatkan bekas orang lain. Tiada pantas pemuda baik seperti kamu mendapatkan selopy second macam aku. Kamu pun takan menyangka jika bapakku sebenarnya malah yang paling berambisi untuk dirimu. Dan itupun karena kamu malah menyombongkan hartamu di depan ibuku. Makanya ia pura-pura mengingatkan ibu dan baik padamu karena sebenarnya bapak sudah tahu seluruh kekayaanmu jauh sebelum pernikahan itu. Kan bapakku adalah sahabat dari tuan tanah yang kau beli daganganya." sambung Vita.

"Vita, kamu tahu, jujur aku benar-benar tak menyangka jika ternyata mereka benar-benar kejam. Bahkan tidak memikirkan anaknya sama sekali. Hanya harta dan harta dalam fikiran orang tuamu. Tahu akan ada kejadian ini pasti tahun kemarin aku biarkan kamu tinggal di kontrakanku. Sekarang entah aku harus melakukan apa untukmu. "

"Jika aku sudah tak mencintai kamu lagi dan lebih memilih orang tuaku, sampai kapanpun akan kuturuti kemauan mereka. Jangan khawatir, Bani adalah seorang yang bertanggung jawab walaupun kamu tahu kejam dan sombongnya bagaimana. Bukankah adikmu yang pintar bertarung sudah kembali dari perantauan juga menjaga ibumu di rumah? Keluarga dan seluruh kerabatku juga kerabat Bani tak ada yang tahu kau bekerja di sini. Akupun sebenarnya sudah dipindahkan dari tempat kerjaku ke Kota Kudus. Makanya aku langsung menuju kesini sebelum ke sana dan kebetulan bertemu adikmu di Surabaya."

"Aku bilang apa, jawabanmu apa? Aku tak faham yang kau maksudkan. Untuk Bani, aku juga merasakan sifat baik dalam kekejaman wataknya. Aku pun mungkin melakukan hal serupa jika berada di posisinya. Dan kamu juga tahu, bagaimana perasaan seseorang yang berkarir selama bertahun-tahun dan karirnya dihancurkan begitu saja?"

"Aku tahu, walau sedikit kamu mempunyai perasaan pada teman adikmu. Pupuklah perasaan itu dan pangkas seluruh cintamu padaku. Ia yang jauh lebih berjasa padamu, bukan aku."

"Itu tidak akan mudah Vita. Kamu juga tahu..."

"Sudahlah kak, jangan memikirkan Teza Anif Fatihatis Zakiya lagi! Ia berkenalan dengan kakak pun tak seperti Hikmah. Kakak pun mengenal Hikmah lebih banyak dari Anif. Mending sekarang coba kakak lebih perhatian dengan orang yang berjasa untuk kakak, bukan sekedar yang baru kakak kenal!" tegas Anisa memotong pembicaraan.

Seketika aku terdiam untuk potongan adik terakhirku. Karena kufikir pun ada benarnya ia berucap demikian. Bagaimanapun jua Anif adalah perempuan yang baru kukenal. Bukan yang berjasa untuk hidupku.

"Adikmu benar Dana. Ia rupanya bisa membaca fikiran orang." ujar Vita memecah kesunyian usai beberapa saat aku terdiam.

"Memang dia punya indera keenam Vita. Dan kau tahu, aku sadar apa yang harus kulakukan sekarang. Dan juga pasti tahu apa yang harus aku lakukan agar kau tenang."

"Terimakasih kau mau mengerti. Anisa sudah cerita padaku tentang Hikmah saat kami beristirahat di warung tadi. Kini, balaslah kebaikanya. Ia butuh kamu saat ini Dana. Kau adalah orang yang bisa membantunya."

"Memangnya, Hikmah kenapa Nisa?" tanyaku memandang adikku.

Anisa masih diam dengan pandangan aneh menatap anjungan kapal. Kini kedua tangan yang bersedekap ia masukkan pada saku celana yang menjadi setelan baju dinasnya. Tak lama pandangan taruni itu ia arahkan padaku.

"Nanti kakak akan tahu ketika saya ajak ke tempat karantina salah satu rumah sakit di Surabaya. Sekalian kita langsung pulang usai menolong Hikmah."

"Karantina? Memang ia mengidap penyakit apa?"

Bintang SamudraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang