2. Pertanyaan

1.1K 233 79
                                    

Dina

Siapa yang gak kaget saat mengalami kejadian yang begitu sangat kebetulan dalam sehari? Aku contohnya.

Sejam yang lalu dari acara bayar membayar beberapa belanjaanku disalah satu swalayan kecil-kecilan, akhirnya kami kembali dipertemukan kembali. Entah apa tandanya, yang jelas aku tak paham.

" Ayo masuk dulu kak Dina, jangan bengong disitu!" Teriak Olivia tak sabaran dari daun pintu.

" Eh-iya Liv sorry" buru-buru kujawab walau agak sedikit tergagap. Mengikuti langkah Olivia untuk masuk kedalam pemukiman milik Om Kautsar tanpa menoleh sedikit pun kearah pria yang rasa-rasanya masih memperhatikanku dengan lekat dikala langkah kaki ini tidak sengaja melewati dirinya. Bisa kurasakan bagaimana hangatnya tengkukku, ditambah bulu roma yang seakan berdiri mengikuti sebuah tusukan tajam dari sang orbita.

Benar saja.

Saat kepala ini sengaja ku tolehkan kearah belakang, memastikan apa yang terjadi saat ini, lagi dan lagi, mata kami dipertemukan dalam satu titik fokus dimana iris gelapnya sangat intens bila sedang menatap.

Tak tajam, namun tegas.
Tak lembut, namun dalam.

Buru-buru kusudahi karena tak mau berlama-lama lagi dalam memainkan pikiranku yang kurang rasional ini. Karena tak keseimbanganku, hampir saja tubuh ini terjatuh akibat tersandung bila Juna tak menggenggam kuat lenganku dengan sigap. Untung saja. Batinku mensyukuri. Bagaimana jadinya kalau aku jatuh diantara orang-orang ini? Malu pastinya.

" Hati-hati dong, Din. Jatuh bahaya loh. Mau kemana sih, Buru-buru banget? " Tegur Juna. Bodohnya lagi, bukannya menjawab, aku malah bertanya balik. Mungkin efek kurangnya keseimbangan otak dan syaraf sensorikku yang tak bekerja sesuai protapnya.

" Kak Juna ngapain disini?" Sebelum menjawab, Juna terkekeh dengan sangat manis, telunjuknya menunjuk kearah belakangku dengan sekilas, lalu kembali memasukkan kedua tangannya tepat dikantung celana dengan begitu tenangnya.

" Janjian dong, Din. Sekalian mau jemput kawan didepan"

" Kawan kakak?" Tanyaku memastikan. Entah bagaimana ekspresiku saat ini, yang terpenting, Juna begitu kebingungan, terlihat sekali bagaimana dahinya mengerut, yang selalu diartikan oleh orang-orang banyak kalau ekspresi seperti ini tengah terbingung-bingung. Menebak-nebak segala presepsi yang lewat namun tertahankan, menimbang-nimbang sebuah pertanyaan kecil walau tak terucap.

" Kenapa memangnya, Din?"

Aku menggeleng. " Enggak kok tanya aja"

Bibirnya membentuk bulatan dengan kepala yang ikut mengangguk akan suatu arti paham.

" Ayo ikut kedepan, sekalian kenalan" Ajaknya.

Maksudnya...

" Kenalan? Males ah gak kenal gitu" tolakku mentah. Tak ada alasan lain selain itu.

" Makanya kenalan, kan gak kenal" oh iya benar.

" Gak, kak Juna aja sana. Aku mau kekamar Oliv sama yang lain" Tolakku sekali lagi, tapi tak menjadikan Juna untuk menyerah tepat di satu waktu saja, sampai pada akhirnya. Pria yang katanya ia tunggu-tunggu ini telah berada diruangan kami akibat panggilannya. Seperti biasa, sebuah pelukan sembari menepuk bahu satu sama lain sempat dilakukan oleh kedua pria ini, menanyakan kabar walau tanpa basa-basi layaknya teman lama, tanpa harus melunturkan suasana keakraban dengan begitu cepatnya.

" Jadi kan Nif?"

" Jadi lah, pikir aja sendiri pulsa gua abis cuma karena nelponin yang jaga lapangan biar tuh tempat gak dipake. Ya kali gak jadi Pelor monyet. Eh Aghi mane?" Tanya pria ini dikala nada suaranya kian semakin rendah mengikuti sebuah pertanyaan yang lebih mengarah kearah serius.

Miss MelonatteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang