Bagian Sebelas

1.3K 142 3
                                    

11: We'll be fine

[Recommended song:
Sambil baca, boleh sambil dengar lagu yang aku rekomen dibawah.

Untuk yang suka lagu korea bisa putar,
4 o'clock by V and RM BTS
Untuk yang suka lagu western
A.M by one direction. ]

Happy reading!

.
.
.
.
.
.

“Rumah sakit?”

“Iya. Soalnya gue mau buat pengakuan, jantung gue detaknya kencang banget kalo dekat lo. Gue kayaknya Sakit jantung, deh.”

“Jijik.”

Berkatilah Nata dan kecheesyan nya itu.








;

16.00 WIB



Terhitung, sudah 3 bulan mereka menjalin hubungan. Mungkin tak pernah dijelaskan, tapi sejak semester satu—selama kurang lebih 6 bulan— Nata melakukan pendekatan dan pada semester 2 baru diberi kepastian. Setelah pemaksaan tentunya.

Tapi selama 3 bulan tanpa masalah itu, Aira belum begitu tahu tentang Nata begitu juga Nata, ia belum begitu tahu tentang Aira.

Setelah ujian tengah semester selesai, mereka memiliki urusan masing-masing.

Aira dengan pengadilan dan Nata dengan Rumah sakit. Itu sudah menjadi rahasia mereka sendiri-sendiri, tanpa memberitahu pasangannya.

Seperti saat ini, Aira dalam kondisi yang hampir mencapai batas titik terbawahnya. Mengurung diri, menangis seharian setelah pulang dari sekolah merupakan pilihan kedua setelah Lita—sahabatnya sangat sulit dihubungin.

Aira menekan kepalanya ke bantal guna meredam tangisannya. Dengan mata sembab dan hidung yang memerah, ia menatap foto ayah, bundanya dan dirinya di atas meja belajarnya. Sangat harmonis, nampaknya.

Tapi, tidak seperti itu hingga sekarang. Tak ada orang ketiga diantara ayah dan bundanya. Ayah dan bundanya bukan tipe orang yang mudah terpengaruh, makanya aira percaya mereka berdua akan bercerai karena perselingkuhan.

Tapi mereka akan cerai karena Jenuh.

Entah apa yang dimaksud dengan jenuh dalam hubungan suami istri. Aira begitu kecewa dengan mereka berdua, ayah dan bundanya bersikeras akan berpisah.

Aira sudah menggunakan berbagai cara.

Memohon baik-baik, menyindir, menangis bahkan sampai membentak dengan kekecewaan—mereka tak menggubris.

Hingga tadi, saat Aira baru saja pulang, ia disambut dengan orangtuanya yang menunggu di depan pintu.

“Airanya bunda sudah pulang?”

Aira tersenyum sangat lebar tadi, ia berasumsi bahwa orangtuanya sudah berbaikan. Aira mengangguk semangat, menciumi pipi bundanya lalu kemudian ayahnya.

“Gimana ujiannya?”

Aira merenggut lucu sembari melepas sepatunya, “Kayaknya Remed semua deh bun. Ira kayaknya gak cocok di Ipa.”

Dirimu Elegiku [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang